Bule Ini Sebut Biang Kerok Polusi Udara di Jakarta Gara-gara BBM Kotor

Sejumlah pengendara kendaraan bermotor mengalami kemacetan lalu lintas di Tol Dalam Kota dan Jalan MT Haryono, Pancoran, Jakarta, Senin (18/5/2020).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rifki N

VIVA – Bahan bakar minyak, atau BBM yang beredar di Indonesia dianggap masih kotor. Mengingat kandungan sulfur di dalam bensin dengan RON 90, dan RON 92 masih tergolong tinggi dibandingkan negara lain.

Sehingga banyaknya jumlah kendaraan yang beredar di Jakarta bukan menjadi masalah utama polusi tinggi. Seperti yang disampaikan salah satu bule sebagai pemerhati kualitas udara, yaitu Co-Founder Nafas Indonesia, Piotr Jakubowski.


"Ternyata BBM di Indonesia terkotor di Asia Tenggara. Transportasi ditunjuk sebagai sumber besar seperti Jakarta. Tapi masalahnya bukan jumlah kendaraan," ujarnya dalam video singkat di Instagram pribadinya, dikutip, Senin 14 Oktober 2024.

Menurutnya banyak kota di belahan dunia lainnya yang memiliki jumlah kendaraan serupa dengan Jabodetabek, yaitu 5 juta unit seperti Meksiko, atau bahkan lebih banyak layiknya Beijing dan Shanghai 6 juta unit, dan Tokyo Jepang mencapai 9 juta unit

"Tapi apa bedanya? Semua kota ini punya kualitas udara lebih bersih dari Jakarta. Jadi artinya bukan mobil, tapi standar BBM-nya. Ternyata di Indonesia BBM-nya kotor, karena jumlah sulfur di dalam BBM, ternyata standar sulfur di Indonesia 500 ppm," tuturnya.

Seperti diketahui menurut batas kandungan sulfur yang ditetapkan Direktorat Jendral Migas, Kementerian ESDM, Pertamax dengan RON 92 masih memenuhi syarat batas maksimum sulfur 400 ppm, dan Pertalite RON 91 sudah melebihi dengan sulfur 500 ppm.

"Kalau dibandingkan negara lain gimana? Itu 10 kali lebih kotor dari BBM di Kamboja, Pakistan, Filipina, dan Thailand, di mana limitnya 50 ppm. Dan 50 kali lebih kotor dari BBM di Singapura, Malaysia, Vietnam, China, dan India," kata bule tersebut.

"Artinya standar BBM di Indonesia kurang tegas, dalam perang polusi udara daripada janji menanam ribuan pohon, yang memang tidak mengurangi polusi PM 2.5 dengan signifikan, mendingan kita revisikan standar BBM, mengurangi sulfur di dalam BBM, biar bensin kita, lebih sehat, dan tidak kotor lagi," sambungnya.

Sebelumnya Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin, mengatakan, standar Euro 4 produk Pertamina dengan sulfur maksimal 50 ppm hanya Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo RON 98.

"Biosolar itu sulfurnya 250 ppm, Pertalite 500 ppm, kemudian Pertamax 400 ppm. Ini yang saat ini tersedia. Saya pikir Pemerintah harusnya bisa membantu Pertamina untuk menyediakan BBM lebih bersih," kata anak buah Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.

Sebelumnya beredar kabar, Pertamina sedang mempersiapkan BBM baru yang lebih rendah sulfur, serta pembatasan penggunaan Pertalite yang masih kurang tepat sasaran.

Salah satu kandidat kuat BBM baru yang dimaksud Pertamax Green 92, artinya secara oktan lebih tinggi dari Perttalite, atau setara dengan Pertamax RON 92 yang seutuhnya pakai minyak fosil, tapi pembedanya bahan bakar itu memiliki campuran sari tebu seperti Pertamax Green 95.