Dampak Besar Kenaikan PPN pada Industri Otomotif Indonesia
- VIVA.co.id/Arianti Widya
Karawang, VIVA – Belakangan ini, Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 mendatang. Kenaikan ini berkemungkinan bakal mempengaruhi industri otomotif.
Terkait hal ini, Bob Azam selaku Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) menghimbau agar Pemerintah mempertimbangkan kembali rencana tersebut.
Bob menyampaikan bahwa kondisi pasar nasional saat ini masih belum baik. Hal terebut ditandai dengan daya beli masyarakat yang masih lemah dan menurunnya tingkat Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia.
"Harapannya (bakal) ada stimulus supaya bisa mengembalikan permintaan dan confidence (kepercayaan diri) pasar," ujarnya dikutip VIVA di Karawang, beberapa waktu lalu.
Bahkan, ia menuturkan bahwa angka PMI di Agustus 2024 juga menurun.
"Sudah di bawah 50, tandanya kita sudah masuk zona konstraksi," lanjutnya.
Maka dari itu, ia meminta agar Pemerintah seharusnya mendorong kebijakan yang bisa memperbaiki kondisi pasar saat ini.
"Oleh karena itu optimisme pasar harus dipelihara. Kebijakan yang sifatnya mendorong seperti relaksasi (bukannya menaikkan PPN) perlu diprioritaskan," jelasnya.
Menurutnya, kenaikan PPN ini belum tentu menjamin bisa menaikkan pendapatan perekonomian.
"Kita tidak bisa jamin, ketika tax rate (tarif pajak) naik, revenue (pendapatan) juga akan naik. Kalau ekonominya shringking (menyusut), itu bisa lebih bahaya lagi," kata Bob.
Lebih lanjut, ia kembali menekankan agar aturan kenaikan PPN 12 persen perlu dipertimbangkan kembali.
"Perlu dipertimbangkan lagi, mengingat dalam beberapa tahun terakhir kita mengalami deflasi yang disebabkan dari supply ataupun daya beli melemah," tutupnya.