Mengendarai Mobil saat Pergi Terasa Lebih Lama daripada Pulang, Kok Bisa?
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Berpergian bersama keluarga menggunakan kendaraan pribadi sepertinya menjadi keinginan sebagian orang, terutama perjalanan yang dilakukan tujuannya untuk berlibur.
Tapi ada yang pernah merasa enggak, kalau perjalanan saat keberangkatan itu terasa lebih lama dibandingkan pulang. Namun perasaan itu biasanya dialami ketika tempat yang ingin dituju itu baru dikunjungi.
Ternyata fenomena tersebut pernah menjadi bahan penelitian oleh salah satu psikolog dari perguruan tinggi yang berlokasi di Belanda, yaitu Niels Van de Ven Psikolog Sosial dari Universitas Tilburg.
Niels mengatakan, perasaan yang mengganggap bahwa perjalanan pergi lebih lama dari pada pulang itu dinamakan Return Trip Effect (RTE). Hal itu muncul akibat reaksi otak yang lebih sering fokus pada suatu hal yang baru.
“Hal itu berkaitan dengan familitaritas (kebiasaan), semakin seseorang kenal jalan akan terasa cepat perjalanan tersebut,” ujarnya melansir City Lab, dikutip, Kamis 22 Agustus 2024.
Lebih lanjut dia menjelaskan jadi sebenarnya RTE itu merupakan fenomena psikologis yang wajar dialami setiap orang. Sebab saat pulang dari suatu tempat, pengendara sudah pernah merasakan perjalanan itu sebelumnya maka dirasa cepat.
Hal tersebut sebenarnya berhubungan dengan kebiasaan, atau seberapa familarnya orang tersebut dengan jalan yang dilalui. Artinya jika memahami rute yang harus dilaluinya, dan tidak perlu meraba-raba agar sampi tujuan akan timbul perasaan dekat.
alasan lain mengapa perjalanan pergi atau berangkat terasa lebih lama, adalah karena pengendara mematok waktu tiba. Sehingga, mau tak mau, harus lebih sering melihat jam.
Hal tersebut menimbulkan efek psikologis bahwa perjalanan pergi terasa jauh lebih panjang. Sedang saat pulang terasa lebih pendek, sebab pengendara tak lagi terbebani ekspektasi waktu untuk tiba.
Menurutnya ketika seseorang baru berangkat ke suatu tempat, terutama tempat yang belum pernah dikunjungI, akan berusaha membaca situasi jalan, dan otaknya hanya terpaku pada rute yang harus dilaluinya.
“Atas dasar itu, ia merasakan perjalanan yang tak sudah-sudah alias berkepanjangan,” sambungnya.