Alasan Bahan Bakar Bioetanol dan Biodiesel Sulit Dikembangkan di Indonesia
- Arianti Widya
Tangerang – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mengupayakan penggunaan bahan bakar nabati (BBN) untuk sektor transportasi dalam mencapai transisi energi, serta mengurangi impor bahan bakar.
Hal tersebut diungkapkan oleh Agus Tjahajana Wirakusumah selaku Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM dalam acara Gaikindo International Automotive Conference (GIAC).
"Kita perlu mendorong penggunaan bahan bakar nabati (BBN) di sektor transportasi. BBN sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu Bioetanol, biodiesel, dan bioavtur," ujanya dikutip VIVA Otomotif di ICE BSD, Tangerang, beberapa waktu lalu.
Untuk diketahui, pengembangan bioetanol sudah tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai BBN.
Adapun, sebenarnya Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan bioetanol dan biodiesel. Namun, sejumlah tantangan menghambat perkembangan bahan bakar alternatif ini di dalam negeri.
"Dalam pengembangan biodiesel memang masih ada tantangan yang dihadapi seperti harga bahan bakar minyak (BBM) tinggi, ketersediaan bahan baku, kestabilan harga, dan infrastruktur untuk pengembangan biodiesel," ungkapnya.
Kendati demikian, Agus menyampaikan bahwa target produksi biodiesel serta bioetanol masih tercapai karena didukung oleh beberapa hal.
"Target dan capaian produksi biodiesel selalu tercapai karena didukung oleh insentif kendaraan yang berasal dari badan pengelola perkebunan sawit, kepastian regulasi, dan monitoring," tutupnya.