Apakah Layak Mengubah Undang-Undang demi Pesepeda?

Ilustrasi bersepeda
Sumber :
  • VIVA/Dusep Malik

VIVA – Wacana Pemerintah Provinsi DKI mengenai penggunaan jalan tol untuk memfasilitasi pesepeda menuai polemik. Pemprov mengaku sudah mendapat banyak dukungan terkait hal itu, mulai dari Korps Lalu Lintas Polri hingga Badan Pengatur Jalan Tol.

Namun, tidak sedikit pula yang menentang ide tersebut. Keselamatan menjadi hal yang disorot, baik untuk pesepeda itu sendiri maupun pengguna jalan tol lainnya.

Baca juga: Pakar: Sepeda Masuk Tol Sama dengan Pemangkasan Populasi Warga

Aturan siapa yang boleh menggunakan jalan tol, sudah tertuang dalam Undang-Undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan. Pada pasal 53 ayat 1, tertera bahwa jalan tol hanya diperuntukkan bagi pengguna jalan yang
menggunakan kendaraan bermotor.

Pengamat Transportasi dari Universitas Indonesia, Andyka Kusuma mengatakan bahwa tidak bijak untuk mengubah UU hanya untuk fasilitas sepeda.

“Jalanan kita masih cukup banyak yang dapat dimanfaatkan. Sementara, masih banyak UU yang lebih penting untuk disahkan,” ujarnya kepada VIVA Otomotif, Senin 31 Agustus 2020.

Hal senada juga diungkapkan oleh Founder and Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu. Menurutnya, penggunaan jalan tol untuk pesepeda akan menimbulkan polemik yang berkepanjangan.

“Jalan tol adalah highway berbayar, harus bebas rintangan, kecepatan konstan minimal 50 kilometer per jam. Peraturan yang ada sekarang sudah benar, kalau diubah untuk keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan tol enggak masalah,” tutur Jusri.

“Sepeda masuk tol sama saja pemangkasan populasi masyarakat Jakarta. Pesepeda rentan keseimbangan, ketika kayuhan melemah atau berkurang, yang terjadi adalah penurunan kecepatan, kemudian hilangnya keseimbangan,” kata dia menambahkan.