Kepala Prajurit Wanita TNI Nyaris Jebol Ditembus Peluru Tajam

VIVA Militer: Latihan tempur Secaba Korps Wanita TNI Angkatan Darat
Sumber :
  • Youtube

VIVA – Perlu dicatat, untuk menjadi seorang prajurit TNI tidak lah semudah membalik telapak tangan. Kerja keras adalah hal wajib yang harus dilakukan agar seseorang bisa menjadi bagian dari Tentara Nasional Indonesia.

Meski berasal dari ujung timur Indonesia, Lisbeth Duwith sama sekali tidak menunjukkan sisi kelemahannya sebagai seorang perempuan. Tekadnya yang kuat, membuat perempuan asal Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat, berhasil menembus Sekolah Calon Bintara Korps Wanita TNI Angkatan Darat (Secaba Kowad).

Dikutip VIVA Militer dari akun Youtube resmi TNI Angkatan Darat, Anak keempat dari enam bersaudara ini berkeinginan untuk menjadi seorang prajurit, demi membantu perekonomian keluarganya di Papua. 

Oleh sebab itu, Lisbeth dengan ikhlas menjalani pendidikan militernya di Secaba Kowad yang ditempuh lewat jalur Otonomi Khusus (Otsus).

Photo :
  • Youtube

Tak main-main memang pendidikan militer Secaba Kowad. Meski siswanya seluruhnya adalah wanita, namun perlakuan terhadap semuanya sama seperti halnya calon prajurit pria. Apa yang dialami Lisbeth adalah latihan ekstrem dopper.

Seperti yang diketahui, dopper adalah latihan yang sangat berbahaya. Sebab, pada saat siswa merangkak dengan memegang senapan dan ransel lengkap, para instruktur menembakinya dengan peluru tajam. Hal ini juga harus dirasakan oleh Lisbeth.

Lisbeth mengisahkan bahwa ia seperti berada di antara hidup dan mati saat ditembaki peluru tajam dari atas oleh para instruktur. Sementara itu, Lisbeth sudah tidak tahan lagi karena dadanya mengalami sakit luar biasa.

"Saya perasaan takut karena pertama dari atas itu benar-benar ditembak. Ini antara hidup dan mati. Antara hidup dan mati karena mereka pakai munisi tajam. Di situ pas merayap dada saya sakit, saya agak ketinggalan di belakang," ujar Lisbeth.

Photo :
  • Youtube

"Tetapi saya dengan berusaha saya harus bisa merayap. Itu saya pegang senjata M16. Kita merayap itu kita menggunakan senjata M16 dengan ransel di belakang, sepatu, dan perlengkapan lengkap," katanya.

Di situ lah peran seorang pembina sangat berarti bagi Lisbeth. Selain memberikan motivasi yang membakar semangat, pembina pun mendatangi Lisbeth untuk membantunya merayap hingga ke garis akhir. 

"Itu saya merayap ketika dada saya sudah sakit saya angkat senjata geser ke depan, saya merayap dengan tangan. Karena itu munisi (tajam) di atas saya bilang 'Ya Tuhan saya hidup atau mati Tuhan'. Karena, munisinya di atas kepala saya," ucap Lisbeth melanjutkan.

"Saya dengan merayap sudah tidak sanggup sampai pembina saya bilang 'Ayo, ayo kamu pasti bisa!' Setelah itu pembina saya datang untuk membantu saya. Dari situ saya berusaha merayap, pembina saya membantu saya karena dada saya sudah terlalu sakit," katanya lagi.

Photo :
  • Youtube

Namun setelah berhasil mencapai garis akhir, ujian berikutnya pun sudah menunggu. Lisbeth dan rekan-rekannya harus menghindari ledakan granat yang memang sengaja dilemparkan oleh para instruktur.

"Saya dibantu sama-sama dengan pembina kita merayap sampai di depan. Puji Tuhan kita semua dalam satu gelombang selamat, kemudian ketika turun itu dilempari granat lagi," ujar Lisbeth.