Jenderal Kopassus TNI Lihat Puluhan Mayat Bergelimpangan di Sungai
- Youtube
VIVA – Sejarah Indonesia mencatat, kekejaman anggota Partai Komunis Indonesia tak berhenti hanya membunuh enam Perwira Tinggi (Pati) TNI Angkatan Darat di Jakarta saja. Letjen TNI (Purn.) Sintong Panjaitan sang pelaku sejarah menyaksikan puluhan mayat warga Solo bergelimpangan di Sungai Bengawan Solo.
Seperti yang diketahui, ada enam Perwira Tinggi dan satu Perwira Pertama (Pama) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) yang jadi korban kebiadaban PKI. Peristiwa mengerikan itu adalah hasil dari Gerakan 30 September 1965, atau yang lebih dikenal dengan G30S/PKI.
Dalam pantauan VIVA Militer dari video wawancara Sintong di akun Youtube resmi Pusat Penerangan (Puspen) TNI, Sintong mengisahkan saat ia ditugaskan untuk mengambil alih seluruh wilayah Jawa Tengah.
Pasca keberhasilan merebut Gedung Radio Republik Indonesia (RRI) di Jakarta, Sintong dan pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) dikerahkan ke wilayah Solo, Jawa Tengah.
Bukan tanpa alasan Sintong dikirim ke sana. Pengerahan pasukan RPKAD yang kini bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus), tak lain karena Komando Daerah Militer (Kodam) III/Diponegoro banyak disusupi PKI.
Pangdam III/Diponegoro saat itu, Brigjen TNI Suryo Sumpeno bahkan hampir jadi korban pembunuhan anak buahnya, di mana banyak perwira dari komando teritorial Jawa Tengah itu pro kepada PKI.
Selain itu, Sintong juga mengatakan bahwa tugasnya di Jawa Tengah adalah untuk membersihkan sekaligus menumpas anggota PKI yang berada di sejumlah Komando Distrik Militer (Kodim).
"Tugas lain setelah kita melaksanakan operasi Lubang Buaya, langsung itu kita dapat perintah untuk bergerak ke Jawa Tengah. Seluruh Jawa Tengah, itu diambil alih oleh RPKAD. Karena pada waktu itu Pangdam Suryo Sumpeno yang banyak pro PKI, sudah menyingkir juga," ujar Sintong.
"Jadi dengan adanya RPKAD ke sana, kalau pendapat saya RPKAD mengambil alih Jawa Tengah itu untuk menumpas G30S. Dalam perintah yang diberikan kepada kami waktu itu, adalah membersihkan seluruh Kodim jika ada PKI di Kodim," katanya.
Saat sudah menduduki Jawa Tengah, mantan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus ini mengaku ia mendapat tugas untuk menduduki wilayah Solo. Dan alangkah kagetnya Sintong, saat ia mendengar laporan pembunuhan puluhan orang yang dianggap anggota PKI di Bengawan Solo.
Untuk menindak lanjuti laporan itu, Sintong dan sejumlah anak buahnya langsung bergegas ke Bengawan Solo. Benar saja, dengan mata kepala sendiri Sintong menyaksikan mayat-mayat bergelimpangan di sungai terpanjang di Pulau Jawa itu.
"Waktu saya masuk ke Jawa Tengah, saya mendapat di Solo, saya mendapat laporan pembunuhan di daerah Bengawan Solo. Memang saya melihat di situ, segera kami berangkat ke sana. Ada beberapa puluh orang dibunuh di sana, dibunuh PKI," ucap Sintong.
Namun demikian, Sintong membantah bahwa pembunuhan orang-orang yang tertuduh PKI itu dilakukan oleh prajuritnya. Pria kelahiran Tarutung 4 September 1940 ini menegaskan, pembunuhan orang-orang yang dianggap PKI adalah murni rakyat dengan rakyat.
Sintong mengakui bahwa ia berhasil menangkap ratusan anggota TNI yang disusupi oleh PKI. Akan tetapi, Sintong sama sekali tidak melakukan pembunuhan terhadap satu orang pun saat bertugas di Jawa Tengah.
"Jadi sebetulnya, banyak yang mati dari orang-orang yang dianggap PKI tidak ada peranan dari tentara untuk membunuh mereka. Jadi peranan itu rakyat dengan rakyat. Ini terus terang, saya paling lama di situ," ujar Sintong pria yang juga pernah menduduki posisi Pangdam IX/Udayana itu.
"Tapi, kalau saya dikatakan berapa tentara yang saya tangkap, ada ratusan. Tapi kalau berapa rakyat yang saya bunuh, enggak pernah saya bunuh satu pun, enggak ada. Jadi kalau ada orang bilang ABRI atau TNI membunuh rakyat, saya enggak tahu. Karena saya sendiri ke sana," katanya.