Rusak NKRI, Hidup Gembong Khilafah Ini Berakhir Tragis di Tangan TNI
- Yonif Para Raider 328
VIVA – Indonesia pernah nyaris hancur karena ulah sekelompok orang yang anti terhadap pemerintah dan Pancasila. Dengan berusaha merebut kekuasaan dengan mendirikan negara dengan embel-embal agama di Nusantara.
Kisahnya seperti ini, ketika itu ada sekelompok orang yang disebut-sebut sebagai milisi muslim, dipimpin pria bernama Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, berusaha mengubah Republik Indonesia dan Pancasila menjadi negara yang berbasis khilafah.
Nah sebelum semua itu terjadi, lebih jauh lagi, Sekarmadji sebenarnya tak seorang diri. Dia mendirikan negara berbasis khilafah bernama Negara Islam Indonesia (NII) bersama Panglima Laskar Sabilillah, Raden Oni Syahroni. Sebelum bernama NII, mereka membuat gerakan bernama Darul Islam (DI).
Jadi berdasarkan catatan sejarah yang dirangkum VIVA Militer, Jumat 20 November 2020, mereka berdua ini mengaku kecewa atas sikap pemerintah RI setelah terjadi Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948. Salah satu isi dari perjanjian itu ialah mewajibkan tentara dan laskar bersenjata RI, mundur ke belakang garis demarkasi Van Mook.
Ketika itu pasukan kebanggaan Jawa Barat, yakni Divisi Siliwangi memutuskan hijrah ke Yogyakarta. Sedangkan Raden Oni tak mau mengikuti isi dari perjanjian itu, dan akhirnya bersama Sekarmadji membentuk NII.
Malahan, dengan alasan tak ada lagi tentara penyelamat bagi rakyat Jawa Barat, Sekarmadji mengumumkan kejatuhan Republik Indonesia. Tak hanya itu, dia juga mengklaim Jawa Barat sebagai Negara Islam Indonesia.
Di saat bersamaan, ternyata pasukan Siliwangi kembali lagi ke Jawa Barat. Ternyata kepulangan pasukan Siliwangi mendapat penolakan, rakyat sudah kadung percaya pada NII, hingga pasukan Siliwangi kini harus berhadapan dengan rekan sendiri yang pernah sama-sama berjuang di era revolusi.
Pemerintah Indonesia berusaha meredam kekecewaan masyarakat Jawa Barat, dengan mengajak Sekarmadji duduk bersama. Tapi semua itu gagal, akhirnya untuk pertama kalinya usai merdeka, perang pecah sesama Bangsa Indonesia antara Pasukan Siliwangi dengan DI/TII, pertempuran sengit terjadi pada 25 Januari 1949 di Tasikmalaya.
Posisi Pasukan Siliwangi tak menguntungkan, sebab selain harus bertempur dengan DI/TII, juga harus perang melawan tentara Belanda. Pada 14 April 1949, Indonesia dan Belanda mengadakan perundingan bernama Perjanjian Roem Royen di Jakarta. Meski NII tak dilibatkan, ternyata hasil dari perundingan itu menguntungkan NII, sebab salah satu isi perjanjian itu disebutkan bahwa angkatan bersenjata RI harus menghentikan segala gerilya.
Singkat cerita akhirnya Sekarmadji dengan mulus memproklamirkan NII, di Desa Cisampang, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Peristiwa itu terjadi pada 7 Agustus 1949 atau hanya 10 hari jelang peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-4.
Karena gerakan perebutan kekuasaan itu dibalut dengan simbol-simbol Agama Islam, ditambah kekecewaan rakyat Jawa Barat kepada RI, serta didukung lagi oleh gelar imam yang dinobatkan kepada Sekarmadji, setelah dia menikahi putri seorang ulama besar di Tasikmalaya. Maka dengan cepat banyak yang terpengaruh dan ikut-ikutan mendukung NII.
Bahkan pendukung Sekarmadji semakin banyak dan menyebar ke beberapa daerah di luar wilayah seperti Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan dan Kalimantan.
Setelah merasa semakin kuat untuk menandingi kekuatan Tentara Nasional Indonesia (TNI)., Sekarmadji tak lagi cuma mau menguasai Jawa Barat, tapi merebut semua wilayah NKRI.
Setahun kemudian, DI/TII mulai angkat senjata melakukan pemberontakan di luar Jawa Barat, dimulai dari Jawa Tengah dipimpin Amir Fatah, diikuti DI/TII Kalimantan Selatan yang dikomandani Ibnu Hadjar.
Kemudian pada 1953, giliran DI/TII Aceh dipimpin Daud Beureueh dan DI/TII Sulawesi Selatan dipimpin Kahar Muzakkar, yang nekat melakukan pemberontakan.
Saat itu situasi di Indonesia kacau, masyarakat dibuat menderita dengan pemberontakan itu. Semua orang yang tidak sejalan dengan kelompok ini, dan mendukung Republik Indonesia, maka dicap oleh mereka sebagai kaum kafir. Dan mendapatkan perlakuan tak manusiawi. Harta mereka dirampas tanpa sebab.
Saat NKRI beralih nama menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS), permasalahan NII masih diupayakan diselesaikan melalui perundingan saja. Hanya saja, perundingan tak mudah, sebab Sekarmadji sudah merasa sangat kuat.
Akhirnya aksi militer ditempuh, pada 8 Desember 1950, Komandan Divisi Siliwangi menerbitkan Peraturan Panglima Teritorium III Jawa Barat, di dalam peraturan itu disebutkan 16 organisasi yang termasuk terlarang di Jawa Barat, dan dijuluki Gerombolan Liar, tak terkecuali DI/TII.
TNI pun melancarkan operasi militer pertama terhadap DI/TII di Jawa Barat dengan nama Operasi Merdeka. DI/TII dibuat kewalahan oleh operasi TNI itu, ketika itu TNI tak cuma melakukan penyerangan dari darat tapi juga udara, mengerahkan pesawat-pesawat tempur TNI AU ke basis-basis DI/TII yang berada di hutan dan gunung.
Pada 1951, DI/TII mulai melunak dan berusaha berunding. TNI pun mulai mengurangi intensitas pertempuran, hanya saja TNI membentuk operasi pendukung lainnya seperti Operasi Bedug di Banten dan operasi di Bogor, gunanya untuk mengisolasi DI/TII menyeberang ke Sumatera.
Dan kemudian, TNI memutuskan melakukan isolasi total dengan membuat operasi militer besar bernama Operasi Pagar Betis, kali ini tak cuma TNI yang turun tapi juga rakyat. Selain di Jawa Barat, TNI juga bergerak menumpas DI/TII di seluruh wilayah Indonesia.
Kesombongan dan keserakahan akan kekuasaan yang dikamuflase dengan agama yang dilancarkan Sekarmadji akhirnya hancur berantakan di tangan TNI. Pada 4 Juni 1962, gembong khilafah itu ditangkap di Gunung Geber, Majalaya.
Pasukan TNI yang berhasil meringkus Sekarmadji berasal dari Kompi C Batalyon 328 Kujang II/Siliwangi yang sekarang bernama Yonif Para Raider 328, di bawah Komandan Kompi Letnan Dua (Letda) Suhanda.
Yang tragisnya, persembunyian gembong NII itu diketahui TNI setelah pasukan DI/TII melakukan perampokan di Kampung Pangauban, Pacet. TNI melakukan pengepungan ke Gunung Geber, hingga ditemukan markas DI/TII dan Sekarmadji ditemukan dalam kondisi sedang sakit parah. Dia mengalami kelaparan, hingga untuk berjalan pun tak mampu.
Proses penangkapan pun dilakukan dengan cara menggotong tubuh Sekarmadji dengan menggunakan tandu darurat. Dengan penangkapan itu, berakhir sudah upaya kelompok khilafah merebut Nusantara dari NKRI.
Gerakan NII merupakan pemberontakan yang terlama ditumpas, Sekarmadji selama ini dikenal lihai dalam bertempur. Meski tak punya logistik yang banyak, dia mampu bertahan hidup dengan modal menjual simbol-simbol agama, sehingga mengundang simpati orang yang ditemuinya selama bergerilya.
Pria kelahiran Cepu, Jawa Tengah, 7 Januari 1905 itu mengakhiri hidupnya di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, Jakarta, setelah dieksekusi mati, sesuai perintah pengadilan pada 5 September 1962.
Baca: Siapa Sangka Pembawa Teks Pidato Jokowi Kini Jenderal Bintang 2 TNI