Dua Perwira TNI Dibunuh Pakai Kunci Mortir di Hari Kesaktian Pancasila
- Museum Benteng Vredeburg
VIVA – Wah, semalam sudah pada nonton film Gerakan PKI 30 September 1965 dong. Sungguh sebuah film yang mengisahkan sejarah kelam perjalanan hidup Bangsa Indonesia.
Mungkin generasi muda sekarang banyak yang pada enggak tahu juga, sebenarnya PKI tak cuma membunuh enam jenderal dan perwira Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat, di Jakarta saja.
Di hari Kesaktian Pancasila yang jatuh saat ini, Kamis 1 Oktober 2020, sebenarnya pada tahun 1965, PKI juga membunuh dua perwira TNI AD lainnya di Yogyakarta.
VIVA Militer akan mengisahkan pembunuhan yang tak kalah sadis lagi. Yang dibunuh PKI itu yakni Brigadir Jenderal (Anumerta) Katamso Dharmokusumo dan Kolonel Infanteri (Anumerta) Sugiono.
Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiono dibunuh PKI sehari setelah penculikan dan pembunuhan yang terjadi di Jakarta. Mereka juga gugur dan jenazahnya dipendam di dalam lubang. Malahan, jenazah keduanya ditemukan cukup lama, yakni pada 21 Oktober 1965.
Jadi kisahnya begini, saat itu keduanya bertugas di Komando Resort Militer (Korem) 072/Pamungkas, Komando Daerah Militer VII/Diponegoro. Dan Brigjen Katamso merupakan Komandan Korem 072/Pamungkas. Sedangkan Kolonel Sugiono sebagai Kepala Staf Korem 072/Pamungkas.
Ketika pecah pemberontakan PKI di Jakarta, Brigjen Katamso baru mengetahuinya pada siang hari, 1 Oktober 1965, saat itu diceritakan beliau sedang berada Magelang. Karena mendapat kabar pembentukan Dewan Revolusi di Jakarta oleh PKI dan merembet ke Yogyakarta, sore harinya Brigjen Katamso pun kembali ke Yogyakarta.
Rupanya setiba di kediamannya, sejumlah oknum TNI yang telah berafiliasi dengan PKI telah menunggunya. Dan memaksa beliau untuk menandatangani surat dukungan Dewan Revolusi. Beliau pun menolak dan langsung memanggil para perwira untuk diadakan rapat. Ternyata yang datang juga membawa senjata dan malah menangkapnya.
Kemudian, pria kelahiran Sragen 5 Februari 1923 itu dibawa pakai mobil ke kompleks Batalyon L di Desa Kentungan, Condongcatu, Depok, Sleman. Saat sampai di lokasi, baru saja keluar mobil tiba-tiba dari belakang dia diserang, kepalanya dipukul pakai kunci mortir, tak tanggung-tanggung kunci mortir ukuran 8.
Braak, beliau pun roboh akibat terjangan besi berat itu, dan gugur sebagai Pahlawan Revolusi RI. Jenazahnya pun dibawa pakai tank dan dikubur di lubang dangkal yang cuma berkedalaman 70 sentimeter.
Tak lama kemudian, Kolonel Sugiono tiba di Batalyon L, memang dia tak tahu bahwa di tempat itu komandan baru saja dibunuh. Kolonel Sugiono ke sana memang untuk mencari Brigjen Katamso, sebelumnya dia sempat mampir di Markas Korem 072, tapi sang komandan tak ditemukan. Padahal, beliau baru sampai dari Semarang dan belum sempat pulang ke rumahnya.
Dan, Kolonel Sugiono pun bernasib sama, dia dihabisi. Jenazahnya malah diseret ke lubang tempat jenazah Brigjen Katamso dipendam. Setelah dimasukkan ke lubang, kemudian pelaku menghujami tubuh Kolonel Sugiono dengan batu besar. Karena katanya beliau masih hidup ketika itu. Lalu lubang ditimbun tanah dan di atasnya ditancapkan pohon pisang tanpa akar.
Saat ini, beberapa benda dan lokasi bersejarah tempat jenazah dipendam masih ada, dinamakan Lubang Buaya Yogyakarta, di tempat itu juga ada replika tank yang dipakai membawa jenazah. Kunci mortir nomor 8 dan 3 buah batu yang dipakai membunuh kedua Pahlawan Revolusi tersebut juga ada di Museum Pahlawan Pancasila Yogyakarta.