Kisah Nyali dan Disiplin Jenderal Oerip Kobarkan Api Kemerdekaan RI

VIVA Militer: Jenderal TNI Oerip Soemohardjo
Sumber :

VIVA – Sepanjang kehidupannya menjadi seorang tentara, mendiang Jenderal TNI (Purn.)Oerip Soemohardjo memang dikenal dengan keberaniannya. Bahkan, Oerip tidak memiliki rasa takut sekalipun dengan Belanda yang meski saat itu sedang berkuasa di Indonesia.

Pada 31 Agustus 1937, Oerip pernah menghentikan diskriminasi orang Belanda atas rakyat pribumi. Saat itu, rakyat pribumi tidak diperbolehkan untuk datang ke gedung pertemuan yang rata-rata diisi oleh Belanda, saat peringatan hari lahir Ratu Belanda di Banjarmasin.

Berdasarkan pantuan VIVA Militer yang dihimpun dari Museum TNI Senin 17 Agustus 2020, Oerip yang biasanya berhasil mengatasi diskriminasi harus merasakan kegagalan. Justru, hal itu terjadi ketika ia ingin menerapkan kedisiplinan bagi orang Indonesia sendiri.

Memang, Jenderal bintang empat kelahiran Purworejo ini dikenal dengan kedisiplinan tinggi, serta teguh pada pendiriannya. Mengingat, Oerip sudah bergabung dalam satuan tentara Belanda yang terkenal dengan kepatuhannya.

Pada peringatan itu, Oerip telah menetapkan bahwa semua undangan sudah harus hadir di lapangan upacara setengah jam sebelum upacara dimulai. Akan tetapi pada saat itu, Bupati Purworejo datang terlambat dan Oerip melarangnya untuk memasuki lapangan upacara. Sang bupati pun mengajukan protes ke Departemen Perang KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda).

Niat hati ingin mendisiplinkan rakyat pribumi tanpa terkecuali, Oerip justru malah disalahkan oleh Departemen Perang KNIL. Protes Bupati Purworejo diterima, dan membuat Oerip harus menerima dimutasi ke Gombong. Lucunya, meski disalahkan Oerip malah menerima kenaikan pangkat menjadi letnal kolonel.

Karena merasa tidak bersalah atas apa yang dilakukannya kepada Bupati Purworejo, Oerip menolak pangkat itu dan langsung meminta berhenti dari dinas militer. Maklum jika Oerip bertindak seperti itu. Sebab seperti yang dikatakan tadi, Oerip merupakan pribadi sangat berpegang teguh pada pendiriannya dan keras dalam hal mengenai kedisiplinan.

Meski sudah 24 tahun lamanya menjalani masa dinas sebagai Mayor KNIL, Oerip tetap tidak bisa kompromi dengan sesuatu yang tidak sesuai dengan tempatnya. Setelah memutuskan mundur dari kesatuan KNIL, Oerip menjalani kehidupan sebagai penduduk biasa (sipil) dan membeli sebidang tanah di Yogyakarta. Oerip mengisi kekosongan waktunya sebagai petani.

Oerip sempat mendaftar kembali menjadi seorang prajurit saat Belanda kalah di Perang Dunia II, dan diduduki oleh Nazi Jerman. Itulah mengapa Oerip tidak bisa hidup dengan tenang dan menjalani masa pensiunnya. 

Dengan alasan itu lah, Oerip bergabung kembali dengan Belanda. Ia tak mau jika Indonesia nantinya berada di bawah kekuasaan sebuah fasisme. Kemudian pada tanggal 8 Maret 1942, tentara Belanda di Indonesia menyerah tanpa syarat dan menjadi tawanan Jepang.

Namun nahas, Oerip pun termasuk di dalamnya. Oerip sempat dimasukkan ke kamp tawanan di Cimahi, bersama dengan tawanan lainnya. Pasca penangkapan, Oerip menjalani masa tajanan selama kurang lebih tiga bulan. Saat itulah Oerip mulai mengidap penyakit jantung.

Setelah itu pada Juni 1942, Oerip dibebaskan dan seorang perwira Jepang berpangkat Kolonel mengembalikan pedangnya yang pernah dirampas sewaktu ditawan. Ini menunjukan jika Jepang menghargai tawanannya yan satu ini. Bahkan, para perwira Jepang justru sudah mengetahui keberanian dan kegigihan di dalam diri Oerip.

Oerip sempat ditawari Jepang untuk membentuk pasukan polisi. Tapi karena Oerip memang tidak mau bekerja sama dengan Jepang, makanya ia menolak tawaran itu. Akhirnya Oerip lebih memilih kembali ke Desa Gentan dan menjalani kehidupannya sebagai petani.

Karena Oerip adalah bekas tentara di zaman Belanda, gerak-geriknya tidak luput dari pengamatan kaki tangan Jepang. Terlebih lagi ketika di Gentan Oerip sering kedatangan beberapa pemuda, antara lain A. H. Nasution yang ternyata menjadi seorang tokoh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Dari pemuda-pemuda itu Oerip memperoleh informasi mengenai perkembangan perang dan ia yakin bahwa pada akhirnya Jepang pasti kalah. Ternyata dugaannya itu terjadi, tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Serikat.

Peristiwa berkembang dengan sangat cepat dan dimanfaatkan oleh Indonesia. Sehingga pada tanggal 17 Agustus 1945 Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Dengan demikian terbentuklah sebuah negara baru di kawasan Asia Tenggara.

Singkat cerita, pada tanggal 18 Desember 1945 Oerip dan Soedirman dilantik sebagai Kepala Staf Umum dan Panglima Besar, masing-masing dengan pangkat Letnan Jenderal dan Jenderal.

Perannya dalam membangun Tentara Nasional Indonesia (TNI) terbilang besar. Sehingga pada saat wafat pada 17 November 1948, pemerintah memutuskan untuk menaikan pangkat Oerip dari Letnan Jenderal menjadi Jenderal Anumerta dan diberikan Bintang Sakti pada tahun 1959.

Pada 1960, ia kembali dianugerahi Bintang Mahaputra dan tahun 1967 pemerintah memberikan lagi Bintang Republik Indonesia yang disusul dengan Bintang Kartika Eka Paksi Utama. 

Kemudian di tahun 1968, Jenderal Oerip Soemohardjo diberikan pangkat tertinggi yaitu sebagai Pahlawan Nasional. Jenazah Jenderal yang suka menggiring kerbau semasa mudanya dapat diziarahi di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.