Kisah Jenderal TNI Nantang Ratu Belanda dan Stop Kereta Api
VIVA – Kehidupan Jenderal TNI Oerip Soemohardjo yang sesungguhnya baru saja dimulai ketika ia menyelesaikan sekolah Belanda dan dikirim ke Magelang untuk mengikuti pendidikan di OSVIA (Opleiding School Voor Indische Ambtenaren (sekolah pendidikan untuk pegawai Pangreh Praja Hindia).
Pendidikan baru berjalan tiga tahun dan ia mendapat kabar bahwa ibunya meninggal dunia. Bahkan ketika ia baru saja berduka atas kehilangan sang ibunda tercinta, kini ia juga harus berduka karena kehilangan kakeknya, Bupati Wijayokusumo. Semenjak kejadian itulah, Oerip berubah menjadi anak yang pendiam, tenang, dan murung.
Berdasarkan pantuan VIVA Militer dari Museum TNI Jumat 14 Agustus 2020, Oerip tidak lagi tertarik pada OSVIA. Ia ingin mencari sesuatu yang sesuai dengan panggilan jiwanya. Karena pada dasarnya, Oerip melanjutkan pendidikan ke OSVIA hanya desakan keras dari orang tuanya.
Saat itu Oerip masih berada di Magelang dan kota itu dikenal sebagai kota militer. Sehingga ia berkenalan dengan salah satu anggota militer Belanda. Dari perbincangan itulah ia banyak mengetahui tentang kehidupan seorang tentara dan mulai merasa bahwa itu sesuai dengan panggilan jiwanya.
Pada tahun 1910, Oerip meninggalkan Magelang yang di mana seharusnya ia melanjutkan pendidikan tingkat dua di OSVIA. Lalu ia memutuskan untuk pergi ke Jakarta dan mendaftarkan diri untuk mengikuti pendidikan militer tanpa memberitahu sang ayah.
Ternyata dewi Fortuna berpihak pada Oerip. Ia diterima di sekolah perwira (Inlandsche Oficier) yang bertempat di Jatinegara. Barulah ia memberitahu sang ayah tentang penerimaannya. Meskipun tidak setuju, ayahnya tidak kuasa melarang keinginan putra sulungnya itu.
Di sekolah perwira di Jatinegara, Oerip berlatih menjadi seorang infanteri dan empat tahun kemudian ia sudah dilantik sebagai perwira KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda) dengan pangkat Letnan Dua.
Karena sesuai dengan apa yang diinginkannya, Oerip lulus dengan mendapatkan penghargaan. Kehidupannya menjadi seorang tentara pun dimulai. Awalnya ia ditempatkan di Garnizun Jatinegara. Pada tahun 1916 dipindahkan ke Banjarmasin, lalu dipindahkan lagi ke Tanah Grogot dekat Balikpapan dan akhirnya menetap sedikit lebih lama di Malinau.
Meski menyandang status sebagai perwira KNIL, lantas itu tidak membuat anak laki-laki yang dulu senang menggiring kerbau lupa akan jati dirinya sebagai orang Indonesia. Karena di sana ia kerap kali melihat penghinaan yang dilakukan oleh orang Belanda terhadap orang-orang Indonesia.
Untuk melancarkan aksi protesnya, Oerip yang saat itu seharusnya mengikuti perayaan dalam rangka memeringati hari lahir Ratu Belanda, justru tidak muncul di gedung tempat upacara. Kejadian itu membuat Oerip dipanggil komadannya yang seorang kolonel dan dituduh tidak menghormati hari lahir ratu.
Pria yang dilahirkan di Purworejo menjawab komandannya dengan tenang. Oerip menjelaskan bahwa gedung tempat upacara tertutup bagi perwira-perwira Indonesia dan sejak saat itu peraturan diubah. Sehingga perwira Indonesia bisa memasuki gedung itu.
Kejadian lain yang diperbuat oleh Oerip kembali mempermudah rakyat Indonesia. Suatu ketika perusahaan minyak Bataafse Petroleum Maatschappij) di Balikpapan melakukan diskriminasi terhadap pegawai-pegawai Indonesia.
Kereta api kecil milik perusahaan itu hanya memperbolehkan pegawai Belanda yang menaiki kereta itu. Lalu kala itu Oerip ikut menumpang dan ia diperintahkan turun oleh kondektur dengan alasan bahwa ia orang Indonesia.
Tidak tinggal diam, dengan nyali besarnya sebagai prajurit Oerip memerintahkan kereta api itu untuk berhenti. Karena kejadian itu, pihak BPM mengadukannya ke Departemen Perang. Tak disangka-sangka justru Oerip menang karena Departemen Perang menyetujui tindakannya. Sejak saat itulah orang Indonesia diizinkan naik kereta api.
Baca: Kisah Bocah Penggiring Kerbau Jadi Jenderal Termasyhur TNI