Pengakuan Jenderal Amerika, Houthi Tak Kalah-kalah Padahal Sudah Dikeroyok
- arabnews.com
VIVA – Militer Amerika Serikat (AS) baru saja melancarkan serangan gelombang keempat, dengan sasaran 18 titik fasilitas dan infrastruktur milisi Houthi Yaman, Minggu 25 Februari 2024.
Serangan tersebut adalah lanjutan operasi gabungan militer Amerika, Inggris dan enam negara lainnya, terhadap kelompok pemberontak pimpinan Abdul Malik al-Houthi yang digelar sejak 12 Januari 2024.
Sayangnya, sampai sebulan Operation Poseidon Archer dilancarkan di sejumlah wilayah Yaman dan Laut Merah, armada Paman Sam bersama sekutunya belum memetik keberhasilan.
Milisi Houthi tetap mampu menyerang sejumlah kapal komersial negara-negara yang berafiliasi dengan Israel, di Laut Merah, Selat Bab al-Mandab hingga Teluk Aden.
Tangguhnya Houthi ternyata memancing perhatian Komandan Armada ke-5 Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) yang baru, Laksamana Muda George Wikoff.
Wikoff yang memimpin armada militer Amerika penyerang Houthi, mengakui bahwa empat gelombang serangan sama sekali tidak melemahkan kekuatan Houthi.
Serangan rudal balistik Houthi terhada kapal tanker Amerika sesaat sebelum gelombang keempat operasi dilancarkan, menjadi alasan Wikoff membuat pengakuan tersebut.
"Houthi saat ini terus melanjutkan aktivitas teroris mereka meskipun ada tindakan kami," ucap Wikoff dikutip VIVA Militer dari Al-Monitor.
Meski demikian, Wikoff yang baru didapuk sebagai Komandan Armada ke-5 pada 1 Februari 2024 lalu, tetap optimis jika serangan pasukannya bersama enam negara akan mampu menghentikan aksi Houthi.
Walaupun, Wikoff juga tetap melihat bahwa Houthi belum tergoyahkan selama kampanye militer Amerika Serikat di Timur Tengah digelar.
"Pada tingkat taktis, saya akan menjawab dengan pasti. Saya sangat bangga saat ini, dalam 34 tahun saya di Angkatan Laut, dan hanya melihat apa yang dilakukan tim kami di kapal," kata Wikoff melanjutkan.
"Mereka (Houthi) belum tergoyahkan. Tetapi kami percaya tindakan kami, harapan kami, setidaknya akan memberikan ruang dan waktu pengambilan keputusan yang memungkinkan diplomasi komunitas internasional, untuk menekan mereka agar berhenti," ujarnya.