Tentara Neo-Nazi Ukraina Jual Nyawa Warga Sipil Demi Menang Perang
- wsws.org
VIVA – Pasca Mariupol dikuasai pasukan militer Rusia, Mei 2022 lalu, ternyata sejumlah anggota Detasemen Operasi Khusus Azov Ukraina masih eksis dalam pertempuran. Kabar terbaru menyebut, pasukan Neo-Nazi Ukraina itu tersebar di tiga wilayah.
Ribuan prajurit Detasemen Operasi Khusus Azov atau yang dikenal degan Batalyon Azov dari Garda Nasional Ukraina, menyerahkan diri ke tentara Rusia dalam pengepungan Mariupol 20 Mei 2022. Ternyata, tak semua anggota Batalyon Azov memilih menyerah kepada pasukan Angkatan Bersenjata Federasi Rusia (VSRF).
Pusat Kendali Pertahanan Nasional Rusia melaporkan bahwa ada ribuan anggota Batalyon Azov yang masih berada di medan perang di Oblast (Provinsi) Kharkiv, Mykolaev dan Donetsk.
Kepala Pusat Kendali Pertahanan Nasional Rusia, Kolonel Jenderal Mikhail Mizintsev, mengungkap pergerakan pasukan Batalyon Azov di daerah Kramatorsk, Donetsk.
Mizintsev menyebut, sejumlah anggota pasukan Neo-Nazi, unit militer Angkatan Bersenjata Ukraina (ZSU) dan tentara bayaran asing menjadikan wilayah itu sebagai benteng.
"Di Kramatorsk, Donetsk, tentara bayaran asing dan milisi dari unit nasionalis Azov mendirikan benteng yang menjadi sarang penembak runduk," ucap Mizintsev dikutip VIVA Militer dari Kantor Berita Rusia, TASS.
Sejumlah kendaraan tempur lapis baja dan senjata mortir disiagakan di sejumlah titik yang diketahui adalah bangunan sekolah.
Mizintsev membongkar posisi pasukan militer Ukraina dan Batalyon Azov berada di sebuah sekolah Jalan Yubileynaya serta sebuah rumah warga sipil di Jalan Aktyubinskaya.
Lebih lanjut Mizintsev mengatakan, unit militer Ukraina juga menyiagakan sejumlah penembak runduk (sniper) dan menahan banyak warga sipil. Para warga sipil ini dipaksa pasukan Ukraina untuk menjadi tameng hidup, saat militer Rusia menyerang.
"(Mereka) mengerahkan kendaraan lapis baja dan penembak motir di sekolah No. 35 (Jalan Yubileynaya) dan tempat tinggal pribadi (Jalan Aktyubinskaya). Warga sipil ditahan secara paksa di ruang bawah tanah, sebagai tameng manusia," kata Mizintsev.