Intelijen Amerika Sebut Punya Bukti Rusia Ikut Campur Perang di Libya

VIVA Militer: Perang Saudara di Libya
Sumber :
  • Al Jazeera

VIVA – Intelijen Amerika Serikat mengaku memiliki bukti yang memperlihatkan bahwa Rusia campur tangan terhadap perang saudara yang terjadi di Libya. 

 Dua kubu yang tengah bersitegang yaitu, yang pertama adalah koalisi Tentara Nasional Libya (LNA) dan Mesir. Sementara kubu kedua adalah Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA), Turki dan tentara bayaran dari Suriah.

Amerika menyebutkan bahwa pihaknya memiliki bukti jelas atas keterlibatan Rusia dalam perang antara dua kubu yang memperebutkan kekuasaan untuk menguasai kilang minyak di laut Mediterania itu.

Amerika mengungkapkan bahwa tentara bayaran Rusia telah menanam ranjau dan bahan peledak improvisasi (IED) untuk mendukung kubu LNA yang dipimpin Jenderal Abdulrazek al-Nadoori.

"Bukti foto yang terverifikasi menunjukkan jebakan dan ladang ranjau yang ditempatkan tanpa pandang bulu di sekitar pinggiran Tripoli hingga ke Sirte sejak pertengahan Juni," kata AFRICOM (United State Africa Command) dikutip VIVA Militer dari Military Kamis 16 Juli 2020.

***

Namun Moskow telah berulang kali membantah keterlibatannya dalam pertempuran di Libya, tetapi pernyataan AFRICOM menegaskan bahwa Kelompok Wagner didukung dan dibayar oleh Rusia. AFRICOM juga menggambarkan bahwa tentara bayaran itu bekerja untuk Grup Wagner yang dipekerjakan oleh negara Rusia.

"Grup Wagner yang disponsori negara Rusia menunjukkan sikap mengabaikan keselamatan dan keamanan Libya dengan menanam ranjau dan IED. Sebenarnya Rusia memiliki kekuatan untuk menghentikan mereka, hanya saja tidak ada keinginan,” kata Mayor Jenderal Angkatan Laut Bradford Gering, direktur operasi AFRICOM.

Pernyataan AFRICOM diikuti dengan tuduhan yang pernah dilayangkan pada bulan Mei Jenderal Angkatan Darat Stephen Townsend, komandan AFRICOM. Townsend mengatakan bahwa Rusia telah mengirim 14 pesawat tempur MiG-29 Fulcrum canggih ke Libya untuk menopang pasukan Jenderal Khalifa Haftar, seorang mantan jenderal militer Libya yang memegang kewarganegaraan AS.

"Rusia jelas-jelas berusaha untuk menurunkan skala menguntungkannya di Libya," kata Townsend dalam sebuah pernyataan 26 Mei tentang apa yang telah menjadi perang proksi di negara itu, yang melibatkan sekutu-sekutu AS di kedua sisi konflik.

Pasukan Haftar memang memegang kendali di sebagian besar wilayah Libya timur tetapi baru-baru ini mengalami kemunduran dalam usahanya untuk mengambil Tripoli dari Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB.

Haftar mendapat dukungan dari Mesir dan Uni Emirat Arab, sementara sekutu NATO Turki telah semakin mengerahkan aset udara dan angkatan laut untuk mendukung GNA di bawah komando Perdana Menteri Fayez al-Sarraj.

 "Kecerdasan kami mencerminkan keterlibatan berkelanjutan dan tidak membantu oleh Rusia dan Grup Wagner. Penilaian citra dan intelijen menunjukkan bagaimana Rusia terus campur tangan dalam urusan Libya," kata Laksamana Muda Heidi Berg, direktur intelijen AFRICOM.

Baca: Tak Cuma TNI, Militer Malaysia Juga Beli Kapal Buatan Jawa Timur.