Sadis, GNA Temukan Kuburan Massal Di Bekas Markas Khalifa Haftar
- twitter.com
VIVA – Pemerintah Kesepakatan Nasional Libya (GNA) melaporkan penemuan delapan titik kuburan masal di bekas Markas pasukan Tentara Nasional Libya (LNA) Pimpinan Khalifa Haftar di daerah Tarhuna, Libya Barat. Kuburan masal itu ditemukan setelah pasukan GNA yang didukung militer Turki berhasil menguasai pangkalan militer Singa LNA di Tarhuna pada tanggal 5 juni 2020 lalu.
Menurut GNA, lebih dari 100 jenazah ditemukan terkubur di kuburan masal tersebut. Pemerintah GNA kemudian melaporkan temuanya itu kepada PBB sebagai salah satu bukti kejahatan perang pasukan Marsekal Khalifa Haftar selama 14 bulan terakhir di Libya.
Misi Dukungan PBB di Libya (UNSMIL) menerima penemuan delapan kuburan masal itu sebagai laporan penemuan mengerikan dalam beberapa hari terakhir di Tarhuna.
"Hukum internasional mengharuskan pihak berwenang melakukan investigasi yang cepat, efektif, dan transparan terhadap semua kasus yang diduga sebagai kematian tidak sah," kata UNSMIL dikutip VIVA Militer dari akun twitter resmi @UNSMILibya, Jum'at, 12 Juni 2020.
Menurut GNA, jenazah yang dimakamkan di kuburan masal itu teridentifikasi sebagai prajurit GNA yang pernah ditangkap pasukan pemberontak Libya Haftar dan warga sipil daerah setempat.
"Kuburan massal ini adalah indikasi lain dari kebrutalan konflik Libya dan korban pada penduduk di daerah itu," kata otoritas GNA dikutip dari Al-Jazeera News.
Menurut UNSMIL PBB, Kementerian Kehakiman GNA pada hari Kamis kemarin telah membentuk komite khusus untuk penyelidikan kuburan massal tersebut.
UNSMIL PBB untuk Libya meminta Komite penyelidikan kuburan massal itu untuk segera melakukan pekerjaan yang bertujuan untuk mengamankan kuburan massal, mengidentifikasi korban, menetapkan penyebab kematian, dan mengembalikan mayat ke pihak keluarga.
Dalam kesempatan terpisah, Asisten Sekretaris AS untuk Urusan Timur Dekat, David Schenker juga angkat bicara soal penemuan kuburan massal tersebut. Schenker mengaku sangat prihatin atas penemuan sadis itu. "Kami sangat prihatin dengan laporan pasukan GNA yang menemukan mayat warga sipil, IED dan ranjau darat di daerah yang diambil kembali dari LNA itu," kata David Schenker.
"Kami juga prihatin bahwa serangan GNA di Sirte akan memiliki konsekuensi kemanusiaan yang serius. Ketika kelompok bersenjata dan pendukung eksternal mereka meningkat, rakyat Libya menderita," tambahnya.
Sebagaimana diketahui, perang saudara di Libya pecah pasca wafatnya Pemimpin Libya Muammar Gaddafi tahun 2011 silam. Masing-masing kelompok baik kelompok Tentara Nasional Libya (LNA) maupun GNA mengklaim bahwa mereka adalah pemerintahan yang sah dan diakui rakyat Libya saat ini. Konflik bersenjata antar kedua kelompok itu pun tak dapat dihindarkan. Pertempuran sengit mulai terjadi sejak tahun 2014 lalu antara LNA dan GNA.
Dan yang menarik, masing-masing kelompok bersenjata itu memiliki backup atau pendukung dari negara-negara lain. LNA didukung oleh Rusia, UAE, dan Mesir. Sementara, GNA didukung oleh Turki, Itali dan Amerika Serikat.
Dikabarkan sebelumnya, pasukan Khalifa Haftar beberapa pekan terakhir ini mengalami kekalahan besar dari pasukan militer GNA yang didukung Turki. Militer GNA yang didukung Turki kabarnya telah berhasil memukul mundur pasukan Khalifa Haftar dari Tripoli dan beberapa basis pertahanan lainnya di wilayah Libya timur.