Jenderal-jenderal Marah, Trump Dituduh Pecah Belah Rakyat Amerika
VIVA – Tindakan Presiden Donald Trump dengan mengerahkan tentara keamanan nasional dalam menghadapi unjukrasa kematian George Floyd bertajuk Balck Lives Matter mulai mendapat tentangan dari para jenderal pensiunan militer Amerika.
Para jenderal menilai, tindakan Trump telah meruntuhkan demokrasi di Negeri Paman Sam.
Menurut Jenderal Marinir John Allen, perintah menyerang sipil yang dikeluarkan Trump saat terjadi protes di depan Gedung Putih sangat menakutkan.
Dan itu membuktikan Trump telah gagal memimpin Amerika. Pensiunan berbintang empat itu mengatakan, pemerintah Trump telah memilih antifa alias anti fasis atau gerakan tanpa pemimpin untuk jalan pintas pemecah masalah dan mengabaikan supremasi kulit putih yang telah terbukti menghasut kekerasan di beberapa protes ini.
"Kerusakan yang jauh lebih besar terhadap Amerika Serikat telah datang dari para teroris ini. Fasis, Klan, dan neo-Nazi, semua merasa baru diberdayakan hari ini daripada mereka yang telah menentang mereka," kata Allen dikutip VIVA Militer dari dailykos, Jumat 5 Juni 2020.
Allen bukan satu-satunya mantan jenderal marinir yang berang ataas tindakan Trump. Jenderal Jim “Mad Dog” Mattis, yang menjabat sebagai menteri pertahanan Trump juga buka suara.
"Kami menyaksikan konsekuensi tiga tahun tanpa kepemimpinan yang matang. Donald Trump adalah presiden pertama dalam hidup saya yang tidak mencoba menyatukan orang-orang Amerika. Bahkan tidak berpura-pura mencoba. Sebaliknya ia mencoba memecah belah kita," kata Mattis.
Pensiunan Laksamana Angkatan Laut AS Mike Mullen, yang menjabat sebagai ketua ke-17 Kepala Staf Gabungan, juga membidik kebijakan brutal Trump terhadap warga negara Amerika. Dalam sebuah op-ed di The Atlantic, Mullen mengatakan dia tidak bisa tinggal diam lagi.
"Kemarin saya muak melihat personel keamanan termasuk anggota Garda Nasional secara paksa dan kasar membuka jalan melalui Lafayette Square untuk mengakomodasi kunjungan presiden di luar Gereja St. John. Saya sampai saat ini enggan berbicara tentang isu-isu seputar kepemimpinan Presiden Trump, tetapi kami berada pada titik belok, dan peristiwa beberapa minggu terakhir telah membuat tidak mungkin untuk tetap diam," kata Dia.
Bahkan, aliran tetap pejabat militer senior yang sudah pensiun menggunakan media sosial untuk berbicara minggu ini. Itu seharusnya membuat setiap orang Amerika waspada. Mereka berusaha memberi tahu kita semua bahwa presiden tidak layak untuk bertugas.
Jenderal Tony Thomas, mantan komandan Komando Operasi Khusus Amerika Serikat, berbicara di Twitter setelah mendengar Menteri Pertahanan Mark Esper menggambarkan kota-kota Amerika sebagai ruang pertempuran selama protes.
Baca: Gila, Data Rahasia Rudal Nuklir Minuteman III Amerika Dibobol Hacker