Ekowisata Berbasis Konservasi Bangkitkan Geliat Wisata Pantai Trisik

Laguna Pantai Trisik
Sumber :
  • Sumardi/Desa Banaran

Meskipun mayoritas penduduk Desa Banaran, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I. Yogyakarta bermata pencaharian sebagai petani, namun sebagian juga mengelola budidaya perikanan air tawar dan air payau. Memang, Desa Banaran terkenal sebagai kampung nelayan yang aktif dengan adanya Pantai Trisik. Bahkan, kegiatan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan hingga daerah ini menjadi sektor pariwisata yang sempat berjaya di era tahun 90an sampai awal tahun 2000an.

Namun, selama hampir satu dekade, obyek wisata Pantai Trisik nyaris mati suri karena tidak ada pengembangan dan perhatian dari pihak terkait untuk menghidupkan pariwisata yang dulu sempat jadi primadona. Hingga pada bulan Februari 2018, masyarakat terdorong untuk mulai membahas rencana pengembangan wisata Pantai Trisik melalui musyawarah.

“Sektor pariwisata di Desa Banaran sempat mengalami masa keemasan pada tahun 90an sampai 2000an awal, namun meredup pada akhir tahun 2000an dan kembali bergeliat sejak tahun 2018 kemarin karena ada inisiatif warga untuk menghidupkan pariwisata dengan mengembangkan destinasi baru di kawasan obyek wisata Pantai Trisik, yaitu Laguna Pantai Trisik,” ungkap Sumardi selaku Ketua Paguyuban Desa Banaran saat dihubungi tim VIVA.

Dalam prosesnya, warga membentuk paguyuban yang beranggotakan 183 orang warga Pedukuhan Sidorejo. Paguyuban kemudian membuat rencana kerja, dimulai dengan survei lokasi, membuat masterplan pengembangan kawasan, perencanaan teknis, pengerjaan fisik berkaitan dengan penataan lokasi, dan pembangunan sarana dan prasarana. “Dari segi pendanaan, pembangunan kawasan ini didanai dari dana swadaya masyarakat Pendukuhan Sidorejo dan dari beberapa instansi yang memberikan hibah berupa bangunan fisik dan dalam bentuk pembinaan,” ujar Sumardi.

Semua ini dikerjakan dengan sistem gotong royong, sampai akhirnya sarana dan prasarana berupa area parkir, toilet, kolam renang, jembatan bambu, pendopo, kawasan kuliner hingga instalasi listrik rampung terselesaikan. Menurut Sumardi, ke depan, Pantai Trisik akan dikembangkan sebagai obyek wisata berwawasan lingkungan hidup. Hal ini didukung dengan branding “Ekowisata Berbasis Konservasi” karena di Pantai Trisik banyak dilakukan kegiatan konservasi untuk memulihkan ekosistem alam dan hayati.

Dari sini, wisata di Pantai Trisik yang sebelumnya sepi pengunjung mendadak viral dan mulai dipadati pengunjung pada libur Lebaran tahun kemarin. “PAD dari retribusi masuk Pantai Trisik mengalami peningkatan hampir 200%,” ungkap Sumardi. Hal ini semakin mengukuhkan eksistensi Pantai Trisik untuk bisa bersaing dengan obyek wisata lain di Kabupaten Kulon Progo.

Keberadaan obyek wisata ini juga memicu kesadaran warga sekitar untuk menjaga lingkungan di Pantai Trisik lantaran mereka ingin turut menjaga potensi wisata desa mereka. Hal itu kian membuat warga kerap memperhatikan kelestarian lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan, menjaga sanitasi laguna dengan membuat saluran pembuangan limbah tambak udang, melakukan konservasi pantai dengan penanaman cemara dan mangrove, serta menjaga eksistensi penyu di Pantai Trisik.

Tingkat kunjungan wisata ke Pantai Trisik pun meningkat drastis sejak Kawasan Wisata Laguna dibuka untuk umum pada pertengahan bulan Juni 2018. Hal ini secara tidak langsung turut meningkatkan taraf ekonomi warga Desa Banaran yang turut membuka usaha berupa warung kuliner atau warung cinderamata. “Antusiasme wisatawan yang tinggi mendorong masyarakat kembali melirik sektor pariwisata sebagai sumber mata pencaharian yang menjanjikan,” tutup Sumardi.