Kampung Pelangi yang Mendunia
- VIVA.co.id/Dwi Royanto
VIVA – Aktivitas pengajian di Masjid Nurul Hidayah, sore itu begitu khusuk. Masjid yang berada di perkampungan gang sempit itu dipenuhi para ibu-ibu. Lantunan ayat suci Alquran dan doa terdengar indah lewat pengeras suara sederhana. Suara itu melengkapi kegiatan warga yang lalu lalang di sekitar perkampungan Wonosari, kelurahan Randusari, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Di sisi lain, beberapa pengunjung tengah asyik mengabadikan momen mereka di kampung tersebut. Salah satu di antaranya, adalah Liha (17 tahun) dan Anto (20 tahun). Keduanya, sengaja datang untuk sekadar berfoto selfie di kampung yang beberapa bulan terakhir sempat viral di media sosial. Kampung Pelangi namanya.
Sejumlah wisatawan saat berwisata mengunjungi Kampung Pelangi Wonosari, Randusari, Semarang, Jawa Tengah. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)
Ya, magnet Kampung Pelangi diakui begitu menarik bagi dua sejoli yang belum lama berpacaran ini. Berbekal telepon genggam sederhana, keduanya asyik menelusuri sudut-sudut rumah warga yang dipoles dengan cat warna-warni. Tak hanya itu, rumah-rumah di tempat tersebut juga dihias dengan berbagai corak, sehingga menjadi lebih hidup dan indah dipandang.
Biasanya, rumah dihias dengan gambar wayang, pelangi, hewan, bunga, pemain bola, hingga gambar-gambar gaul yang Instagramable bagi kawula muda.
"Senang banget di Kampung Pelangi. Kita bisa hunting banyak spot foto dan gratis di tempat ini," ujar Liha kepada VIVA, Kamis 4 Januari 2018.
Liha sengaja memilih berkunjung ke Kampung Pelangi, saat hari aktif kerja. Sebab, pada akhir pekan, Kampung Pelangi ramai dikunjungi pengunjung. Dan, banyaknya orang-orang yang datang di akhir pekan, jutrsu membuat ia tidak leluasa untuk mengabadikan momen yang sesuai keinginan.
"Pernah datang saat hari Minggu, tetapi ramai sekali. Banyak pengunjung luar kota. Jadi, harus antre saat berfoto," ujar pengunjung asal Kendal itu.
Meski tak sebanyak di akhir pekan, hari-hari biasa, Kampung Pelangi ini tetap menarik perhatian wisawatan. Maklum, hingga saat ini, pihak pengelola memang tak menarik bayaran untuk mengunjungi tempat yang penuh warna-warni ini.
Menurut Erwin Sumarah, selaku ketua Kelompok Sadar Wisata Kampung Pelangi, biasanya pengunjung yang datang itu anak remaja, serta mahasiswa dan mahasiswi.
"Kita tidak buat tiket, tetapi souvenir. Tapi masih dalam proses. Alasan digratiskan, karena yang datang anak-anak SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi," ujarnya saat ditemui VIVA.
Lebih lanjut, Erwin menambahkan, Kampung Wisata mulai dipromosikan sebagai tempat wisata pilihan di kota Lumpia tersebut.
"Sejak kami dikasih SK Dinas Pariwisata pada 2017 lalu, sudah jadi destinasi wisata. Termasuk, warga yang ditunjuk sebagai pengelola Kampung Pelangi,” ujarnya.
Asal mula Kampung Pelangi Semarang
Ketua Kelompok Sadar Wisata Kampung Pelangi, Erwin Sumarah menyebutkan, ada sekitar 400 rumah warga dua RW, kini dipoles warna-warni cat di kampung Wonosari. Pengunjung bisa masuk dengan leluasa melewati delapan gang dari jalan Dr Soetomo, atau di belakang pasar bunga Kalisari.
Tambah Erwin, pembuatan Kampung Pelangi, yang sebelumnya bernama Kampung Gunung Brintik, dimulai pada 15 April 2017 lalu. Sebelum dicat warna-warni, kampung Wonosari dikenal sebagai kampung kumuh yang tak tertata. Hal itu terlihat, dengan adanya rimbunan tanaman liar dan rumah warga yang saling berdekatan di pinggir Kali Semarang. Kawasan sungai di belakang pasar bunga Kalisari itu sebelumnya terlihat kotor.
"Jadi, awalnya dari pembangunan pasar kembang yang dibangun terbuka. Karena, kampung Wonosari terlihat kumuh dengan aliran sungai dangkal dan kotor, akhirnya bapak wali kota berinisiatif mengecat warna-warni, " ujar Erwin.
Sejumlah wisatawan saat berwisata mengunjungi Kampung Pelangi Wonosari, Randusari, Semarang, Jawa Tengah. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)
Rumah-rumah di kampung tersebut, kata Erwin, bangunannya masih setengah permanen dan belum sempurna. Dan, warga setempat kecenderungannya tak mampu mengecat bangunan rumah mereka.
"Apalagi, warga ekonomi ke bawah. Total warga itu sekitar 3.200 orang. Warga dilibatkan, tetapi enggak tanggung jawab penuh. Warga dicatnya ditawari per rumah," katanya menjelaskan.
Pekerjaan pengecatan dan penataan kampung pelangi sendiri menelan anggaran sekitar Rp3 miliar. Namun, proyek ini tidak bisa didukung oleh anggaran pemerintah, melainkan dikumpulkan dari sumbangan, dana CSR (tanggung jawab sosial) perusahaan hingga uang pribadi.
Untuk proyek pelaksananya oleh Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) Kota Semarang, Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Semarang, dibantu warga sekitar.
Keberadaan bercat warna-warni di Semarang memang bukan pertama di Indonesia. Sejumlah daerah seperti Malang, Balikpapan, Yogyakarta, dan Lubuklinggau, juga memiliki konsep serupa. Tetapi, menurut Erwin, magnet Kampung Pelangi Semarang berbeda.
"Konstruksi rumah berbukit-bukit. Kalau kampung warna di tempat lain, posisinya datar. Jadi, Kampung Pelangi view-nya lebih bagus dan cukup luas," ujarnya.
Meski begitu, Erwin mengakui, jika proyek Kampung Pelangi belum sepenuhnya rampung. Masih banyak pekerjaan untuk menambah eksotisme wisata baru di wilayahnya bisa terus digandrungi pengunjung. Salah satunya, butuh peremajaan pengecatan secara rutin.
"Paling tidak, pengunjung datang tak hanya foto terus pulang. Tetapi, bisa singgah dalam waktu lama agar potensi lain bisa tergali di sini," katanya.
Dalam kesempatan itu, Erwin juga menjelaskan maksud dan tujuan dibangunnya Kampung Pelangi tersebut. Menurutnya, tujuannya itu secara tidak langsung untuk meningkatkan kualitas hidup warga.
"Sebelumnya relatif kebersihan rendah jadi tinggi. Tahu peluang bisnis dan menyadari kekurangan SDM (sumber daya manusia) di bidang pariwisata," ungkapnya.
Mulai dikenal dunia
Kampung Gunung Brintik sebelumnya kampung kumuh yang tidak tertata dengan baik. Kini, perubahan drastis melanda kampung tersebut. Daerah ini memiliki nilai jual. Kampung itu menyajikan daya tarik bagi wisatawan, berkat bangunan penuh warna tersebut.
Pemandangan warna-warni yang menghiasi rumah dan kebersihan yang terjaga, membuat pengunjung berbondong-bondong ke Kampung Pelangi ini.
Mereka datang untuk berwisata, foto-foto dan diunggah ke media sosial.
Ramainya wisata baru ini, kini juga banyak diserbu wisatawan luar negeri. Lewat unggahan foto-foto pengunjung di media sosial, Kampung Pelangi, kini mendunia setelah terbit di media asing. Sebutlah media Inggris, The Independet dan Mirror.
Media Mirror.co.uk dalam ulasannya menyoroti bahwa Kampung Pelangi Semarang, yang sebelumnya kampung kumuh menjadi destinasi wisata populer. Media ini juga menuliskan dana yang dihabiskan untuk mengubah kampung tersebut menjadi indah dipandang. Kampung Pelangi ini telah menarik perhatian wisatawan dan membuat lonjakan publisitas di media sosial.
Sementara itu, The Independent, mengangkat wisata baru ini dengan judul, Rainbow Village: Indonesian Hamlet Is Instagram Hit With Colourful Makeover. The Independent membahas asal usul terbangunnya kampung warna warni ini.
Media India, juga tak mau ketinggalan. Mereka turut membahas soal kehadiran Kampung Pelangi di Semarang, yang menjadi sorotan pada Mei 2017 lalu.
Bangunan di Kampung Wonosari bercat warna-warni di Randusari, Semarang, Jawa Tengah. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)
India Times memberi judul artikel Kampung Pelangi Semarang, Indonesia's 'Rainbow Village' May Cost Its Govt $150,000 But It Looks Worth Every Penny Spent. Media ini membahas soal perubahan drastis kampung yang dulunya kumuh tersebut. Dari yang tidak terurus menjadi cerah dengan warna-warni yang menghiasi rumah penduduk dan lingkungan di sekitarnya.
Times of India juga tak mau kalah. Bahkan, media ini juga membuat video saat membahas kampung tersebut. Media ini memberi judul, Indonesian 'rainbow village' is internet sensation.
Media ternama Vogue ikut mengangkat soal Kampung Pelangi ini. Dengan judul, The Tiny Rainbow Village That’s Sparking an Instagram Craze, Vogue mengangkat soal Kampung Pelangi yang cepat membetot perhatian publik dunia. Vogue membahas soal sekitar 200 rumah di kampung tersebut, yang mendadak berubah, setelah mendapat sentuhan berbagai macam warna.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Kampung Pelangi, Erwin Sumarah menambahkan bahwa Kampung Pelangi ini juga mampu membuat kagum awak media dari Jepang, yang langsung datang untuk meliputnya. Bentuk Kampung Pelangi yang berbukit-bukit, menjadi daya tarik tersendiri di mata pengunjung.
"Media Jepang yang wawancara ke sini mengaku kagum dengan view kampung pelangi yang berbukit-bukit. Katanya lebih bagus untuk difoto, karena menjulang ke atas, " kata Erwin.
Meski begitu, Erwin mengaku jika proyek Kampung Pelangi belum sepenuhnya rampung. Masih banyak pekerjaan untuk menambah eksotisme wisata baru di wilayahnya bisa terus digandrungi pengunjung. Salah satunya butuh peremajaan pengecatan secara rutin.
"Paling tidak pengunjung datang tak hanya foto terus pulang. Tetapi, bisa singgah dalam waktu lama agar potensi lain bisa tergali di sini, " katanya.
Pengentasan kemiskinan
Wali kota Semarang sekaligus inisiator Kampung Pelangi, Hendrar Prihadi menyebutkan, langkahnya menyulap kampung kumuh menjadi kampung warna-warni, tak hanya mengubah kondisi kampung di wilayahnya. Ia berharap, kondisi sosial dan ekonomi warga juga terbantu dengan wisata baru tersebut.
"Tentunya, warga yang sebelumnya berada di garis kemiskinan bisa terbantu. Mereka bisa jualan seperti suvenir, makanan, dan tentu menjadi pelaku wisata," katanya.
Untuk mempercantik pemandangan Kampung Pelangi, Pemkot Semarang, kini hampir merampungkan pembangunan Taman Kasmaran yang menjadi ikon baru dan ruang terbuka hijau. Kawasan ini juga dibangun lahan parkir dan pusat kuliner (foodcourt).
Pihaknya meyakini, keberhasilan Kampung Pelangi akan mampu menjadi role model pengentasan kampung miskin lain di wilayahnya. Apalagi, Pemkot Semarang sendiri kini tengah menggenjot program kampung tematik di 32 kampung di 16 kecamatan di Semarang.
Kampung Pelangi di Semarang. (VIVA/Dwi Royanto)
Ke-32 kampung itu memiliki tema yang berbeda-beda, seperti kampung wayang, kampung ramah anak, kampung bandeng, kampung susu perah, hidroponik, organik, batik, hingga kampung penghijauan. Penataan infrastruktur kampung pun juga disulap serupa dengan warna-warni cat yang instagenik ala generasi kids zaman now. Tak hanya indah, namun juga bersih.
"Targetnya pada 2018 sudah 177 kelurahan yang telah memiliki kampung tematik. Harapannya, kampung tematik ini juga menjadi destinasi wisata baru di Semarang, " ujar Hendrar.
Titut (62 tahun), salah satu warga Randusari, mengaku telah merasakan akses manfaat keberadaan Kampung Pelangi. Selama 30 tahun berjualan nasi di daerahnya, omzetnya mendadak laris dengan banyaknya pengunjung yang datang.
"Ya, jadi laris jualan nasinya. Apalagi, saat akhir pekan. Yang jelas Kampung Pelangi ini mampu membuat ekonomi keluarga warga di sini bisa bangkit. Selain jualan juga parkir, " ujarnya. (asp)