Berkah Putaran Si Mungil
- VIVA.co.id/Purna Karyanto
VIVA.co.id – Sekumpulan orang mengelilingi meja berukuran 2 x 3 meter di pinggir Jalan Jenderal Basuki Rahmat, Cipinang Besar, Jakarta Timur, Kamis 13 Juli 2017. Di atas meja itu bertumpuk berbagai jenis mainan yang kini tengah digandrungi anak-anak, fidget spinner.
Siang itu cuaca sangat terik. Suara bising kendaraan bermotor tak menghalangi keinginan mereka berburu mainan yang dapat diputar dengan poros tepat di tengahnya itu.
Di Pasar Gembrong itu, salah satu lokasi penjualan mainan terbesar di Kota Jakarta, anak-anak hingga pria dewasa berdesakan untuk satu per satu mencoba memutar mainan tersebut. Dari model biasa hingga terbaru dengan cahaya yang bisa berganti-ganti mudah ditemukan di lapak pedagang mainan itu.
“Ini yang ada lampunya, ini yang model terbaru. Ini lampunya satu, tapi bisa ganti-ganti cahaya lampunya,” kata Misrina kepada seorang perempuan yang hendak membeli fidget spinner.
Salah satu toko yang menjual mainan anak-anak di Pasar Gembrong, Jakarta Timur. (VIVA.co.id/Fikri Halim)
Misrina adalah seorang gadis muda usia 18 tahun yang menjajakan fidget spinner di depan tokonya, Rizta Toys di Pasar Gembrong. Selain itu, ia menjual sejumlah mainan lainnya seperti drone di dalam tokonya.
“Iya, kan spinner ini memang lagi booming, lagi banyak yang nyari. Jadi sengaja taruh meja khusus untuk jual spinner ini di depan (bahu jalan),” kata Misrina kepada VIVA.co.id, Kamis 13 Juli 2017.
Ia menceritakan, telah berjualan di Pasar Gembrong ini jelak 16 tahun lalu. Dan baru tiga bulan ini mulai menjajakan fidget spinner karena mulai banyak dicari pembeli.
Menurut dia, mulainya musim fidget spinner telah membuat pendapatan tokonya meningkat. Terlebih booming mainan ini terjadi saat libur Lebaran, sehingga semakin meningkatkan pendapatan.
Untuk harga fidget spinner, Misrina menjualnya bermacam-macam, dari model plastik biasa dijual Rp30 ribu, dan yang ada lampunya dijual seharga Rp40 ribu hingga Rp50 ribu. Bahkan, di lapaknya juga tersedia yang berharga ratusan ribu rupiah.
"Ada fidget spinner yang harganya Rp400 ribu dengan bahan besi dan menyala," tuturnya.
Misrina mengungkapkan, dari semua model fidget spinner yang dijual hingga saat ini, model menyala dan terbuat dari besi paling laku dibeli. Tokonya pun dalam sehari bisa meraup omzet sebesar Rp8 juta hingga Rp10 juta.
"Kalau lagi ramai bisa lebih dari itu. Kalau sekarang ini saja ya, ini kan masih siang, sudah lumayan, mendekati angka Rp5 jutaan. Kalau sampai sore nanti, mudah-mudahan bisa lebih," ujarnya.
Pedagang mainan lainnya di Pasar Gembrong itu, Rasmi (52), mengungkapkan hal senada. Dia sudah menjual fidget spinner sejak empat bulan lalu, karena booming dan sedang dicari oleh anak-anak. Ia bahkan mengisi stok mainan yang bisa diputar itu lebih banyak dari lainnya.
"Sebelum Lebaran lah (sudah jual fidget spinner). Itu memang lagi ramai-ramainya mas, sampai Lebaran seminggu itu masih ramai banget. Kalau sekarang itu anak-anak sekolahan sudah mulai masuk kali ya, jadi enggak seramai kemarin," ujarnya.
Menurut Rasmi, selama berjualan fidget spinner, dia mampu meraup omzet Rp3 juta hingga Rp5 juta per hari atau sebanyak 300 set bisa dijualnya.
Selanjutnya, Menggurita Hingga Mal
Menggurita Hingga Mal
Fidget spinner nyatanya tak hanya dijual di pasar tradisional. Sejumlah pedagang grosir mainan pun mengakui barang dagangannya juga distok hingga pusat-pusat perbelanjaan besar atau mal di seluruh Indonesia.
Salah satunya adalah Toko Dunia Mainan di Pasar Asemka, Kota, Jakarta Barat. Toko ini mengakui dalam satu hari bisa menjual rata-rata sebanyak 200 hingga 300 lusin fidget spinner berbagai model.
Pemilik Toko Dunia Mainan, Ferdi (40), mengatakan, tokonya adalah toko grosir dan barang yang banyak didatangi berbagai pembeli. Dari pedagang pasar, berjualan di mal hingga pedagang eceran di daerah.
Dia mengakui, biasanya barang yang dibeli dari tokonya akan dijual kembali oleh pembelinya. Sangat jarang barang langsung digunakan oleh pembeli. Untuk harga yang dijual di tokonya tentunya lebih murah dari harga di mal atau pasar lainnya.
Sejumlah model fidget spinner yang dijual di Jakarta. (VIVA.co.id/Purna Karyanto)
Ferdi mengungkapkan, dalam satu hari toko mainan grosir miliknya memiliki omzet Rp30 juta hingga Rp50 juta. Terlebih saat ini, fidget spinner sedang booming, pendapatannya tentu bisa lebih besar.
"Iya, sekarang memang sedang ramai-ramainya spinner. Penjualan di sini bisa dikatakan lumayan lah. Dan mainan itu sangat tergantung minat dari masyarakat, dan mainan itu biasanya mengikuti musim," ujar Ferdi.
Ia mengatakan, keuntungan yang bisa didapat dari berjualan fidget spinner ini hampir sama dengan booming mainan sebelumnya. Seperti, waktu musim yoyo, di mana semua orang mencari mainan tersebut.
"Artinya, dengan musim mainan seperti ini, pendapatan toko tentunya semakin bertambah mengikuti musim. Dan kalau lagi musim yoyo, ya sama, akan bertambah karena semua mencari yoyo," ujarnya.
Selanjutnya, Barang Impor dari China
Barang Impor dari China
Meski fidget spinner marak di Indonesia, nyatanya mainan tersebut tak sedikit pun dibuat di dalam negeri. Hal itu bisa diketahui dari sejumlah pedagang yang mengakui tak satu pun dari mereka memproduksi barang tersebut di dalam negeri.
Seperti Misrina, pedagang di Pasar Gembrong. Dia mengakui barang yang mereka ambil justru berasal dari grosir di Pasar Senen, Jakarta Pusat dan Kota, Jakarta Barat.
Ia mengakui, selama ini barang yang mereka beli adalah mainan impor. Dan negara yang sering ditemui mengirimkan mainan ke Indonesia adalah China. Mainan seperti fidget spinner ini tak ada yang palsu, sehingga mudah dijual.
Senada dengan Misrina, pemilik toko grosir di Pasar Esemka, Ferdi, mengakui barang mainan fidget spinner yang ia dapatkan selama ini tidak berasal dari dalam negeri. "Ini kayanya impor deh, dari China," tuturnya.
Pembeli melihat koleksi fidget spinner yang dijual di Jakarta. (VIVA.co.id/Purna Karyanto)
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati, mengatakkan, booming permainan fidget spinner tentunya baik dari sisi permintaan, karena menciptakan lapangan kerja dan mendorong perekonomian.
Namun, besarnya permintaan tersebut bisa menjadi kurang berkualitas, karena barang tersebut berasal dari impor dan tidak diproduksi di dalam negeri. Kondisi itu bisa mengurangi nilai tambah di rantai pasoknya.
Enny menilai, kondisi yang terjadi saat ini merupakan problem lama republik ini. Saat permintaan mainan anak-anak tinggi, tapi importasinya luar biasa besar. Dan bila dilihat dari neraca perdagangan tentu importasi mainan ini sangat besar.
"Di sisi lain, mainan anak ini tidak membutuhkan suatu teknologi yang complicated, ya kita sampai tidak bisa membikinnya itu kan enggak mungkin. Enggak sampai segitunya," tutur Enny, kepada VIVA.co.id.
Untuk itu, ia meminta pemerintah sebaiknya memiliki instrumen pengendalian. Dan jangan hanya melihat saja bahwa Indonesia hanya bisa menjadi pasar atau objek perdagangan. Melainkan memiliki nilai tambah untuk mendorong perekonomian.
Selanjutnya, Hanya Musiman
Hanya Musiman
Fidget spinner, saat ini memang menjadi mainan anak-anak populer yang dikembangkan dari teknologi mainan sebelumnya. Sejumlah pihak bahkan memperkirakan mainan ini bisa bertahan dengan sejumlah pengembangan.
Namun, berbeda dengan Ketua Umum Asosiasi Penggiat Mainan Anak Edukatif dan Tradisional Indonesia, Danang Sasongko. Dia berpandangan bahwa mainan ini tidak bisa dieksplorasi terlalu jauh.
Menurut dia, hadirnya permainan fidget spinner di Indonesia karena kurangnya ide mainan baru. Mainan yang bisa dibuat di dalam negeri untuk anak riang gembira, sehingga mereka mengikuti tren media sosial yang berkembang saat ini.
"Anak-anak mengamati permainan ini di media sosial dan fidget spinner kebetulan diproduksi massal, dan menjadi tren. Tetapi tetap, saya belum melihat esensi dari fidget spinner sebagai mainan mengasyikkan," ujar Danang kepada VIVA.co.id.
Ia mengatakan, dengan tak banyaknya eksplorasi dari mainan tersebut, fidget spinner diperkirakan hanya bisa bertahan tiga hingga empat bulan ke depan. Terlebih pada saat itu sudah memasuki titik jenuh.
Untuk ke depannya, dia sangat berharap permainan tradisional bisa dapat menggantikannya. Dan pemerintah bisa menjembatani hal tersebut dengan membuat teknologi industri rekayasa mesin untuk mainan kayu.
Salah satu model fidget spinner yang dijual di Jakarta. (VIVA.co.id/Purna Karyanto)
Danang mengakui, sulit berkembangnya permainan anak tradisional lebih disebabkan oleh bahan baku yang sulit. Seperti halnya memotong bambu terlebih dahulu untuk egrang ataupun gobak sodor.
"Dengan teknologi industri rekayasa mesin untuk mainan kayu, tentu akan menambah nilai jual. Sebab, sejak 30 tahun terakhir, mainan buatan anak bangsa kalah dengan mainan impor dari China," tuturnya.
Selain itu, agar lebih kompetitif, mainan tradisional, lanjut Danang, harus memiliki strategi dalam kapasitas produksi. Terlebih bahan baku mainan tradisional berbeda dengan mainan impor.
Kemudian, selain kapasitas produksi, tentunya adalah peningkatan permodalan, sebab masalah ini menjadi hal klasik dalam pengembangan industri di Indonesia. "Minimal tidak perlu uang, tapi bantu bahan baku saja," ujarnya. (art)