Mengibarkan Perajin Wastra Wanita
- instagram.com/lennyagustin18
VIVA.co.id – Berwarna. Barangkali ini istilah yang paling tepat menggambarkan sosok Lenny Agustin. Ragam warna selalu membalut penampilan perancang busana kelahiran Surabaya tersebut. Gaya lincah, rambut pendek dengan gradasi pelangi dan busana funky membuatnya terlihat begitu eksentrik bila dibandingkan desainer Indonesia kebanyakan.
Bukan hanya wujudnya saja yang membetot perhatian. Prestasi wanita yang sudah menggeluti dunia fashion designer selama 16 tahun ini pun tak kalah mencolok. Lenny tercatat pernah mewakili Indonesia di ajang Japan Fashion Week 2008, masuk dalam daftar 25 Inspiring Women 2014, dan bahkan karyanya pernah ditulis dalam New York Times.
Menjadi seorang perancang busana sesungguhnya sudah terpatri di benak Lenny sejak masih kecil. Hanya saja, tak mudah bagi dia untuk meyakinkan kedua orangtua. Meski orangtua tak menentang, kata Lenny, mereka tak mengizinkannya untuk menempuh pendidikan di sebuah sekolah mode non-formal selepas SMA.
"Mereka enggak setuju bukan karena cita-citanya, tapi karena bentuk sekolah fashion yang tidak formal waktu di Surabaya. Setelah saya menemukan sekolah formal Seni Rupa dan Desain Mode ISWI, mereka mengizinkan," ujar Lenny.
Tak hanya ISWI, Lenny ‘tancap gas’ dengan menempuh pendidikan di dua sekolah mode lainnya, yakni Bunka dan Lasalle College Jakarta. Berbekal ilmu yang diperoleh, Lenny mantap mengukuhkan kariernya sebagai perancang busana dengan membuka usaha butik pada 2001.
Sebagai pendatang baru, ada berbagai tantangan yang dihadapi ibunda penyanyi Gavin MJ ini kala itu. Apalagi, ia tak punya pengalaman sama sekali dalam mengelola sebuah usaha.
"Sebagai perancang mode baru, saya harus berusaha masuk ke dunia mode dan menarik perhatian. Kemudian juga berusaha survive menjalani industrinya," ujar Lenny.
Dengan tetap berpijak pada hasratnya mengeksplorasi busana dan wastra nusatara atau kain tradisional Indonesia, Lenny berusaha menciptakan karya yang berbeda dari perancang busana lain. Ia lantas memadukan kebaya dengan busana yang tak biasa, seperti rok tutu, rok span, bahkan legging. Hasilnya, busana tradisional lebih terlihat muda, ringan, serta fun.
Inilah yang kemudian menjadi ciri khas sang desainer hingga saat ini. Dalam setiap karyanya, ia ingin mengajak remaja dan ibu-ibu muda tidak ragu mengenakan busana tradisional. "Saya ingin masyarakat kita tidak menganggap apa yang disebut tradisional itu tidak bisa diekspresikan lebih kekinian," kata salah seorang pengurus Indonesian Fashion Chamber (IFC) ini.
Bagi Lenny, kain tradisional adalah identitas Indonesia. Dengan kain tradisional pada setiap karyanya, ia berharap bisa membantu kelestarian budaya Indonesia sekaligus mendukung para perajin di daerah. Di sisi lain, ini juga jadi tantangan tersendiri baginya. Sebab, kain tradisional tidak diproduksi massal atau besar-besaran.
Belasan tahun wara-wiri di industri model Tanah Air tampaknya belum cukup mampu menggoda Lenny melebarkan sayapnya hingga ke luar negeri. Ada alasan khusus mengapa ia enggan go international.
"Saya melihat pasar di dalam negeri masih sangat luas dan perlu konsentrasi juga untuk meraihnya," ucap Lenny.
Selanjutnya, Berbagi Ilmu
Berbagi Ilmu
Di tengah-tengah upayanya memperluas pasar dalam negeri, Lenny ternyata memiliki aktivitas yang patut mendapat apresiasi tinggi. Pengalaman dan ilmu yang diperoleh Lenny selama bertahun-tahun di dunia model tak lantas disimpannya sendiri. Wanita yang juga berprofesi sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Jakarta ini membaginya kepada khalayak luas.
Salah satunya, pelatihan kepada 40 perajin asal Kalimantan. Pelatihan yang diberikan selama satu tahun itu mengajarkan perajin membuat konsep tema motif, warna yang terinspirasi dari budaya setempat.
Seorang model memperagakan pakaian rancangan desainer Lenny Agustin dalam panggung Jakarta Fashion Week 2013 di Jakarta, Kamis, 8 November 2012. (VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar)
Lenny juga mengajarkan para perajin bagaimana caranya membuat produk berkualitas yang bisa dipakai masyarakat dan turis. Dalam kaitannya dengan bisnis, Lenny mengajarkan mereka bagaimana mengatur waktu, menghitung tenaga kerja, modal, dan harga jual.
"Bagaimana cara menjual online maupun offline serta bagaimana bekerja dalam kelompok," tuturnya.
Dengan adanya pelatihan ini, Lenny berharap para perajin wanita di Kalimantan lebih memiliki keterampilan yang mumpuni dan kreatif. Selain itu agar mereka bisa mengatur waktu di sela-sela kesibukan sebagai ibu rumah tangga.
"Bisa berbisnis secara mandiri maupun kolektif, serta membuka pasar mereka di tingkat internasional," ujar Lenny yang juga pernah memberikan pelatihan di Padang, Kediri, dan Lasem.
Dari pelatihan itu, kata Lenny, sudah banyak perajin yang akhirnya mampu mandiri dan sukses berbisnis. Ia pun bangga dan bahagia karena bisa membantu para perajin wanita tersebut.
"Saya dan industri mode juga memerlukan mereka untuk kelangsungan produksi karya-karya para desainer," ungkapnya sambil mengatakan bahwa ia siap memberikan pelatihan dimanapun jika dibutuhkan.
Selanjutnya, Kekuatan Wanita
Kekuatan Wanita
Tak bisa dimungkiri peran wanita dalam industri mode Tanah Air sangat besar. Diakui Lenny, selain perajin kain tradisional, wanita terlibat dalam rantai ekosistem mode. Mulai dari guru sekolah mode, pekerja butik, SPG di pusat perbelanjaan, desainer, hingga pemakai busana yang fashionable.
Khusus untuk desainer wanita, keberadaannya sendiri saat ini semakin meningkat. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul wajah-wajah baru perancang busana wanita yang memberikan angin segar bagi industri mode di Indonesia.
Alih-alih merasa tersaingi, Lenny justru sangat senang dengan kehadiran wanita-wanita muda ini. Ia bahkan tak sungkan membagi pengalamannya.
"Saya sangat mendukung mereka. Dengan mudahnya saya didekati untuk berbagi pengalaman dengan mereka, baik untuk masalah bisnis, desain, maupun masalah rumah tangga," kata wanita kelahiran 1 Agustus 1973 ini.
Desainer wanita diyakininya memiliki kelebihan yang tidak dipunyai perancang busana pria. Kelebihan itu adalah membuat baju yang lebih nyaman. "Karena barometernya adalah mereka sendiri," ucapnya.
Ia berharap para perancang busana wanita ini tetap fokus berkarya. Namun di sisi lain, tetap menjadi ibu dan istri yang baik bagi keluarga. Lenny sendiri mengaku berusaha membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga dengan seimbang.
"Saat berada di keluarga, konsentrasi penuh dengan keluarga. Saat bekerja, konsentrasi dengan pekerjaan," tuturnya.
Dengan demikian, katanya, waktu yang sudah dialokasi untuk pekerjaan dan keluarga masing-masing dapat maksimal. Sebagai wanita, Lenny juga adalah salah seorang yang termasuk kagum dengan sosok Raden Adjeng Kartini. Menurutnya, Kartini adalah wanita yang aktif, lincah, memiliki jiwa bebas, pandangan yang luas, dan ide-ide kemanusiaan.
"Namun tetap anggun dengan caranya," kata Lenny yang terinspirasi oleh pola pikir dan penampilan Kartini.
Meski mengidolakan Kartini, Lenny mengatakan tidak ada patokan seperti apa seharusnya wanita Indonesia. Ia hanya memberi pesan kepada wanita untuk tetap menjadi diri sendiri dalam berpikir dan berkarya, namun peduli dan menyayangi orang-orang di sekitar.
"Sehingga kita tidak melupakan tugas-tugas lain dalam keluarga, masyarakat, dan kemajuan mode di Indonesia." (umi)