Jejak Humanoid Anak Bangsa

Robot pemadam api karya mahasiswa Unissula menang dalam kontes di AS.
Sumber :
  • ANTARA/R. Rekotomo

VIVA.co.id - Pekik "Hidup Indonesia, hidup Indonesia" berkumandang berkali-kali. Terdengar riuh rendah didengungkan sekelompok mahasiswa siang itu di awal April 2016.

Mereka berjajar dua baris membentuk pagar betis di depan pintu keluar Ruang VIP Bandara Ahmad Yani, Semarang. Bukan sedang berdemo atau menanti kedatangan pejabat negara.

Barisan mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang itu sedang menunggu tiga teman mereka yang tergabung dalam Tim Robotik Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Unissula. Tim tersebut sukses menyabet juara umum kontes robot pemadam api di Amerika Serikat, sepekan sebelumnya.

Begitu ketiga mahasiswa dalam tim robotik itu keluar dari ruang VIP, barisan mahasiswa menyambutnya dengan heroik. Tiga mahasiswa itu adalah Faizal Aminuddin Aziz (22), La Ode Muhamad Idris (21), dan Ahmad Zuhri (21).

Di tangan mereka, sejumlah piala tergenggam erat. Rangkaian bunga pun dikalungkan. Ketiganya lalu diarak bak pahlawan, dibopong menjauh dari ruang VIP.

"Hidup Unissula, hidup Unissula. Hidup Indonesia," teriak para mahasiswa yang bersuka cita menyambut kedatangan tim.

Prestasi membanggakan itu tergolong istimewa. Sebab, baru kali ini Indonesia menjadi juara umum lomba robot di Amerika.

Tim robotik Indonesia itu sanggup mengalahkan 80 peserta lain dari negara-negara dunia. Termasuk dari negara bagian di Amerika Serikat, Tiongkok, Israel, dan negara maju lainnya.

Pekik kemenangan itu menandai rasa syukur mahasiswa. Sebab, sebelum menyabet juara umum, tim robotik Unissula merasakan "panasnya" persaingan selama kontes.

Zuhri mengatakan, mewakili Indonesia di Negeri Paman Sam, mereka mengaku sempat minder dengan China. Sebab, tim robot China datang ke kontes dengan robot berteknologi pabrikan.

"Sedangkan kami hasil tangan sendiri," kata Zuhri.

Beruntung, pada saat kontes lomba di arena, sejumlah juri lebih melihat sisi keunikan robot asal Indonesia. Selain unik, robot karya putra Indonesia memiliki kecepatan dalam memadamkan api.

Selain China, Tim Indonesia juga sempat mendapatkan pesaing berat dari Israel. Indonesia bahkan nyaris tertinggal dengan tim Israel saat level 1. Akan tetapi, mereka mampu menyapu bersih dua level berikutnya dengan robot Khaum I dan Khaum II, hingga akhirnya menyabet juara umum.

Prestasi anak bangsa dalam kontes robot itu menunjukkan kemampuan sumber daya manusia dalam negeri tak kalah dengan luar negeri.

Jejak Humanoid di Tanah Air

Bicara jejak karya robotika, sejatinya Indonesia sudah memulainya sejak 30 tahun lalu, tepatnya era 80-an dan awal 90-an. Tapi, dalam tiga dekade tersebut, dunia robotika Indonesia masih berkutat dalam robot riset, robot konsep, atau pembuatan robot untuk kepentingan kompetisi.

Bila bicara robot yang lebih luas, maka yang dipakai di beberapa instansi dan perusahaan hanya lah robot yang mendukung proses industri. Sementara itu, di luar negeri, perkembangan robot kini sudah sampai pada robot yang mirip manusia atau disebut dengan istilah humanoid (human android).
 
Robot humanoid terbaru yang sedang hangat yaitu robot bernama Jia Jia. Robot ini terlihat sangat cantik. Saking miripnya dengan manusia, banyak orang yang melihat tidak bisa membedakan antara dia yang hanya sebuah robot dengan wanita yang ada di sampingnya.

Selain Jia Jia ada juga robot Mark 1, robot cantik yang wajahnya mirip dengan bintang Hollywood, Scarlett Johansson. Tak tanggung-tanggung, untuk merangkai Mark 1, penciptanya harus merogoh kocek lebih dari HK$400 ribu atau setara Rp670 juta.

Namun, bukan berarti anak bangsa tak bisa membuat robot humanoid. Pendiri Komunitas Kampung Robot (Kokaro) yang ada di Sidoarjo, Jawa Timur, Arief Andhi Yudanarko, mengatakan, bagi sebagian kalangan, khususnya mereka yang telah lama menggeluti dunia robotika, adanya robot humanoid bukanlah sesuatu yang baru di Tanah Air.

Yudanarko menambahkan, di Indonesia, penelitian untuk mengembangkan robot humanoid sudah banyak dilakukan. Di antaranya di sejumlah universitas ternama, seperti Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Oleh karena itu, dia percaya jika orang Indonesia sangat mampu untuk mengembangkan, bahkan membuat robot humanoid sekelas Jia Jia atau Mark 1.

Robot humanoid Mark 1 karya Ricky Ma, seorang desainer grafis asal Hong Kong. Foto: REUTERS/Bobby Yip
 

Berdasarkan bentuknya, kata Yudanarko, robot dibedakan menjadi dua jenis, yaitu robot yang menyerupai manusia atau humanoid, serta robot yang menyerupai bentuk binatang atau animal android (animaloid).

Klasifikasi robot juga bisa didasarkan dari cara berjalan, yaitu robot yang berjalan dengan menggunakan kaki, dan robot yang berjalan dengan  menggunakan roda. Sementara itu, jika dilihat dari fungsi atau kegunaannya, robot dibagi menjadi robot industri, robot militer, dan robot untuk pelayanan non industri.

“Robot semacam ini juga banyak digunakan di rumah sakit sebagai mitra dari dokter untuk melakukan perawatan pasien, dan lainnya,” ujar Yudanarko.

Robot juga bisa digunakan untuk keperluan hiburan. Misalnya, untuk memainkan musik, dirigen, serta robot yang bisa menari-nari. Menurut dia, salah satu robot yang memiliki fungsi hiburan adalah robot buatan pabrikan Honda, Aikimo.

Soal kemampuan anak negeri membuat robot humanoid anak bangsa bisa dilihat dari karya mahasiswa Bina Nusantara (Binus) University, yang berhasil menciptakan robot Bimax, yang merupakan akronim dari Binus dan Maximum.

Robot ini memiliki kaki dan bisa bersuara Bahasa Indonesia, namun tubuh dan wajahya masih berupa kerangka dan belum diberi wajah.

Robot Bimax dikembangkan oleh tiga mahasiswa School of Computer Science Binus University, yaitu Reinard Lazuardi Kuwandy (22), Oey Kevin Wijaya (22), dan Christian Tarunajaya (22). Inovasi kecerdasan robot humanoid ini mereka lahirkan saat membuat tugas akhir kuliah.

Bimax diklaim sebagai robot paling istimewa dan paling canggih hasil buatan Indonesia untuk saat ini. Sebab, Bimax mampu mengenal wajah seseorang, bahkan memahami Bahasa Indonesia dan meresponsnya dengan bahasa yang sama juga.

Selain dapat mengenal wajah seseorang dan merespons dalam Bahasa Indonesia, Bimax punya kelebihan lainnya, yaitu bercerita, memberikan salam, dan memainkan musik.

“Selain dapat mengenal ucapan manusia dalam Bahasa Indonesia dan merespons dalam Bahasa Indonesia, robot ini merupakan satu-satunya robot humanoid di Indonesia yang bisa melakukan hal secanggih ini,” ungkap Widodo Budiharto, dosen pembimbing ketiga mahasiswa tersebut.

Sementara itu, Reinhard menjelaskan, penemuan robot ini diharapkan dapat membantu pekerjaan manusia, khususnya di bidang pendidikan dan hiburan. Dia mengatakan, manusia mempunyai batasan tenaga dalam mengerjakan sesuatu dan Bimax dirancang untuk membantu pekerjaan manusia.

Bimax baru "dipoles" tahap awal dan belum beroperasi sempurna. Untuk itu, robot humanoid ini akan terus dilanjutkan dan dikembangkan lagi oleh mahasiswa Binus lainnya. Tujuannya agar dapat menyempurnakan dan dikomersialkan dalam tiga tahun ke depan.

Bicara soal teknologi, robot Bimax terdiri atas dua sistem, yaitu robot system dan raspberry pi system. Robot system berguna untuk sistem pergerakan motor, sedangkan raspberry pi system bertujuan untuk sistem kendali robot.

Secara singkat, cara kerja robot ini adalah pertama-tama robot akan mendeteksi wajah user, kemudian terjadi proses training pengenalan wajah. Setelah itu, raspberry pi system mengirimkan sinyal ke pengendali robot untuk menggerakkan motor robot.

Pada proses ini lah, robot Bimax akan membaca sinyal yang masuk dan kemudian memberikan respons kepada user serta mengucapkan salam.,

Minim Dukungan

 

Jika mahasiswa sudah punya kemampuan membuat robot humanoid, sayangnya di bagian hulu, pemerintah mengakui tidak punya program dan fokus khusus untuk pengembangan robot mirip manusia tersebut.

 

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir mengatakan, secara prinsip, pemerintah mendukung pengembangan humanoid. Tapi, dukungan itu masih dalam tahap pembiayaan pembuatan robot agar menang dalam sebuah kompetisi.

Nasir bahkan mengatakan, kementeriannya sudah mengalokasikan dana khusus untuk pengembangan robot di perguruan tinggi.

"Anggaran dari perguruan tinggi itu sudah BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) sudah kami alokasikan. Jadi, tinggal kembangkan. Kalau bisa juara, butuh pembiayaan lain akan keluarkan pembiayaan (lagi)," kata dia ditemui VIVA.co.id usai Raker dengan Komisi X di DPR RI, Rabu malam 19 April 2016.
 
Salah satu wujud sokongan pemerintah dalam pengembangan, kata dia, adalah dalam pengembangan robot Bimax dan robot pemadam api karya Unissula.
 
Belum adanya program yang fokus untuk robot humanoid diakui oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Alasannya, pangsa robot mirip manusia ini terbilang kecil dan belum mendesak diperlukan. Selain itu, robot humanoid belum bisa berkontribusi dalam dunia industri.

"Humanoid itu banyaknya advance research. Kita, Indonesia, mungkin belum lah. Belum punya urgensi untuk mengembangkan robot humanoid ini," ujar Deputi Kepala Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material, BPPT, Hamman Riza.

Seorang wanita memasukkan pesanan ke robot pelayan di sebuah restoran di Xi'an, Provinsi Shaanxi, China. Foto: REUTERS/Stringer

Hammam mengatakan, untuk konteks Indonesia, pengembangan robot yang diperlukan adalah yang sifatnya automatisasi, sesuai dengan kebutuhan manufaktur dan industri dalam negeri. Malah, menurut dia, jika pemerintah mengembangkan robot humanoid jadi kurang bermanfaat bagi industri.

"Ngapain kita bikin sesuatu yang mungkin tidak begitu banyak memberikan manfaat. Kan humanoid ini lebih kepada riset sekarang kan. Riset kepada kecerdasan buatan, intelligent, automation, smart industry istilahnya, industri cerdas," kata dia.

Hammam mengatakan, melihat peta jalan yang ada di BPPT, yang bisa diupayakan Indonesia dalam satu dekade ke depan yaitu menguatkan basis pengetahuan tentang robot humanoid tersebut.

Dia mengatakan, fokus pemerintah dalam pengembangan robot sebaiknya yang bisa membantu industri dalam negeri dibanding robot humanoid. Misalnya, dalam industri tekstil, diharapkan agar Indonesia bisa menciptakan robot industri tekstil.

Belum Laku di Dalam Negeri

Direktur Pusat Teknologi Elektronika BPPT, Yudi Purwantoro, mengatakan, robot humanoid belum diminati secara pasar di Indonesia. Ia memandang robot tersebut hanya untuk mewujudkan kesenangan, bukan untuk kepentingan yang lebih luas di masyarakat.

"Humanoid itu, sebenarnya, pangsanya sangat-sangat kecil. Dia itu jadi kayak hobi lah, bukan untuk keperluan yang komersial. Kalau komersial pasti  industri, skalanya besar. Kalau dibandingkan, humanoid itu 0,1 persen adanya," tutur Yudi.

Mengingat pangsanya yang bisa dibilang secuil, maka Yudi yakin publik belum tertarik dengan robot jenis tersebut. Namun demikian, nantinya bisa jadi robot humanoid mulai menarik perhatian publik. Tapi, untuk saat ini, ia mengatakan, tak banyak orang di Indonesia yang akan membeli robot tersebut.
 
"Tantangannya yang beli siapa, saya yakin masyarakat normal, publik enggak akan beli, orang kaya sekali pun enggak akan beli, di Indonesia," katanya.

Robot EMIEW3 produksi Hitachi Ltd. berinteraksi dengan seorang turis saat peluncuran di Tokyo, Jepang. Foto: REUTERS/Issei Kato

Suara pesimisme tentang robot humanoid di Indonesia disampaikan oleh Ketua Asosiasi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Sangkot Marzuki.
 
Dia meyakini jika bicara soal kualitas sumber daya manusia dalam membuat robot tersebut, sebenarnya Indonesia tak kalah dengan luar negeri. Namun, kendalanya adalah lingkungan Tanah Air, yang menurut dia, justru tidak mendukung. Misalnya, problem banyaknya jumlah penduduk.

“Kalau butuh (robot humanoid) ke depan, ya jelas. Indonesia juga akan bergerak, kalau sekarang, ya jawabnya, mungkin jawaban dari banyak orang. Janganlah, banyak orang kehilangan kerja," dia menambahkan.

Sangkot menjelaskan, tidak bisa memastikan kapan Indonesia bisa siap untuk mengembangkan robot Humanoid. Namun demikian, ia tak menampik, Indonesia dalam hal ilmu pengetahuan juga terpengaruh oleh apa yang terjadi di luar negeri.

Belajar dari Jepang dan China

 

Soal potensi robot humanoid, Yudanarko senada dengan peneliti BPPT. Dia mengatakan, pengembangan robot humanoid layaknya hukum pasar, ditentukan oleh kebutuhan masyarakat.  

Yudanarko menilai, saat ini masyarakat Indonesia masih merasa belum membutuhkan keberadaan robot humanoid. Sebab, berbagai hal saat ini masih bisa dilakukan oleh masyarakat sendiri, tanpa bantuan robot.

Dia mengatakan, ada banyak faktor yang membuat robot humanoid di Tanah Air kalah populer dibanding di luar yang sudah cepat berkembang.

Ia mengatakan, kondisi ekonomi juga turut memengaruhi perkembangan robot humanoid di Indonesia. Masih rendahnya taraf hidup orang Indonesia, membuat mereka masih belum memikirkan untuk menggunakan jasa robot dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

“Sedangkan di China dan Jepang, robot biasa digunakan karena masyarakatnya sudah bisa memenuhi kebutuhan primer dan sekunder. Jadi, mereka kemudian merambah kebutuhan tersier,” tutur Yudanarko.

Kemudian, faktor kultur dan kemampuan juga turut memengaruhi, misalnya Jepang. Di antaranya faktor biaya, dan budaya. Yudanarko mengungkapkan, negara maju seperti Jepang sudah memiliki budaya membuat robot sejak abad ke-18. Saat itu, orang-orang Jepang sudah memiliki boneka bergerak yang dinamakan Kakuri.

Selanjutnya, negara lainnya seperti China memiliki kemampuan untuk meniru hasil karya orang lain. “Indonesia seharusnya memiliki karakter dari dua negara itu, meniru, lalu kita kembangkan sendiri risetnya agar hasilnya lebih maju dari buatan negara lain,” ujar Yudanarko.

Peserta Kontes Robot Cerdas Tingkat Nasional 2012 memperlihatkan robotnya saat Konferensi Pers di ITB Bandung. Foto: ANTARA/Agus Bebeng

Kunci Humanoid
Yudanarko mengatakan, pada dasarnya, untuk membuat sebuah robot humanoid diperlukan adanya pengatur keseimbangan. Alasannya, keseimbangan penting bagi robot humanoid, karena robot itu berdiri dengan dua kaki.

Program keseimbangan itu nantinya akan disambungkan ke komputer dengan menggunakan kecerdasan buatan. Tepatnya, dengan menggunakan micro controller sebagai alat pengendalinya.

Mengatur keseimbangan ini lah, kata Yudanarko, merupakan bagian tersulit untuk membuat sebuah robot humanoid. Sebab, keseimbangan itu pula yang membuat robot tersebut menjadi luwes dalam menirukan gerakan manusia.

“Kalau masalah keseimbangan dan keluwesan gerakan sudah bisa teratasi, maka masalah berikutnya adalah membuat muka yang seekspresif mungkin, dan semirip mungkin dengan manusia,” tutur Yudanarko.

Selain itu, robot humanoid memerlukan tiga komponen penting lainnya yang juga wajib ada pada robot jenis lainnya. Ketiga komponen itu adalah input, process, dan output. Bagian utama dari robot tersebut adalah proses. Jika diibaratkan dalam tubuh manusia, proses itu adalah otak.

Namun, Yudanarko berpendapat, otak itu tidak akan bisa bergerak jika tidak ada komponen lainnya yang berupa perangkat mekanik. Hal itu bertujuan untuk menggerakkan kaki, dan tangan dari robot itu.
 
Meski secara konsep terbilang sederhana, pada kenyataannya pengembangan robot humanoid akan selalu terbentur pada biaya yang besar. Dikatakan, untuk membuat sebuah robot dengan model seperti mainan dibutuhkan biaya sebesar Rp100 juta.

“Kalau humanoid, ya bisa di atas itu. Apalagi kalau kita tambahi ekspresi mukanya, mulutnya yang bisa bergerak-gerak, dan berkomat-kamit,” tutur pria alumnus PENS Surabaya ini.

Sementara itu, mengenai waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkannya tergantung dari tingkat kerumitan. Tidak hanya itu, faktor tersedianya komponen juga sangat memengaruhi lama proses pembuatan robot itu.

Untuk pengembangan robot humanoid, Adiatmo Rahardi dari Komunitas Robot Indonesia berpandangan, paling tidak harus memiliki 16 servo motor sebagai penggeraknya.

Servo motor adalah motor yang dibuat dengan sistem kendali umpan balik tertutup (servo), yang dapat diatur untuk menentukan posisi sudut dari poros output motor.

Peserta Kontes Robot Cerdas Tingkat Nasional 2012 memperlihatkan robotnya saat Konferensi Pers di ITB Bandung. Foto: ANTARA/Agus Bebeng


Motor servo merupakan perangkat yang terdiri atas gear, rangkaian kendali, dan potensiometer, serta motor DC. Motor servo sudah umum digunakan di industri dan bukan itu saja, motor servo juga dipakai pada mobil mainan, mainan robot, pesawat mini, dan lainnya.

Ardiatmo mengatakan, hal yang paling susah dalam membuat robot humanoid adalah servo. Sebab, komponen ini adalah bagian yang paling mahal dari robot humanoid.

Untuk satu servo motor kecil saja harganya kisaran Rp500 ribu hingga Rp2 juta. Sementara itu, untuk ukuran sedang harganya mencapai Rp5 jutaan per servo.

Terlepas dari peluang dan tantangan pengembangan robot humanoid di Tanah Air, dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, mau tidak mau pada akhirnya nanti masyarakat bakal dipaksa untuk menerima keberadaan robot mirip manusia tersebut. (art)