Cara Dunia Surutkan 'Lautan Plastik'
- VIVA.co.id/Danar Dono
VIVA.co.id – Dunia makin penuh plastik. Buktinya, menurut laporan internasional terkini yang dikutip laman berita Christian Science Monitor, penggunaan plastik telah tumbuh 20 kali lipat dibanding 50 tahun lalu, dan diproyeksikan tumbuh dua kali lipat dalam dua dekade mendatang.
Plastik memang terbukti sebagai barang yang serbaguna dan murah. Plastik telah digunakan di seluruh sektor ekonomi dunia, mulai dari transportasi sampai elektronik. Penggunaan plastik makin meningkat dalam memenuhi kebutuhan pengemasan.
Meski sangat sergabuna dan murah, plastik memang punya sisi yang perlu diwaspadai. Plastik bisa membahayakan lingkungan. Lebih dari 90 persen plastik yang ada pada hari ini terbuat dari bahan baku bahan bakar fosil. Angka tersebut adalah 6 persen dari konsumsi minyak global atau sama dengan penggunaan minyak pada seluruh industri penerbangan. Parahnya, persentase plastik tersebut diperkirakan akan terus meningkat secara cepat.
Sejauh ini efek komponen kimia yang ada pada plastik masih perlu didalami dan dipahami lagi, sebab ada potensi bahan dalam plastik berdampak penyakit bagi manusia dan lingkungan. Soal bahan plastik tersebut, saat ini menurut laporan Christian Science Monitor, hanya 14 persen plastik yang dipakai bisa didaur ulang. Bandingkan dengan komposisi yang sama pada kertas yang sudah 58 persen dan 70 sampai 90 persen pada besi dan baja.
Menurut laporan terbaru yang disusun Ellen MacArthur Foundation, perusahaan konsultan McKinsey & Company dan World Economic Forum - yang berjudul “The New Plastics Economy: Rethinking the future of plastics” - disebutkan plastik makin mengancam ekosistem lingkungan. Diperkirakan, pada saat ini lautan dunia sudah berisi 150 juta ton plastik.
Laporan itu menyebutkan jika tak ada tindakan nyata, diperkirakan pada 2025, lautan dunia makin penuh plastik, lautan akan berisi 1 ton plastik untuk setiap 3 ton ikan. Volume plastik di lautan juga kian parah pada 2050, yang diperkirakan lautan nanti akan lebih banyak plastik dibandingkan dengan ikan.
Maka, laporan itu mendesak segera ada tindakan cepat untuk mengubah “kengerian” plastik tersebut. Laporan itu menegaskan perlunya digaungkan sudut pandang yang berbeda dalam melihat plastic, yaitu bukan sebagai sampah, tapi bagaimana agar plastik bisa sebagai bahan berharga yang bisa digunakan kembali berulang-ulang. Dengan bisa didaurulang, maka kata laporan tersebut, akan mengurangi kebutuhan bahan bakar fosil.