Ribut-ribut di Kabinet
- ANTARA/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id - Rizal Ramli, pendatang baru hasil rombak kabinet (reshuffle) jilid I, belakangan ini sering membetot perhatian. Publik disuguhi berbagai ulah Rizal, yang cenderung lebih sibuk meng”kepret” kolega-koleganya di kabinet ketimbang memajukan program-program baru.
Kritik lantang sering diluncurkan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman itu, antara lain kepada Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Rini Soemarno, bahkan hingga ke Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Serangan kritik Rizal itu tentu saja menjadi sajian favorit para jurnalis, tapi tidak bagi para sesama menteri. Mereka yang dikritik jadi gerah.
Episode saling tantang antara Rizal dan JK sempat menghiasi pemberitaan media massa. Itu terjadi hanya beberapa saat setelah Rizal dilantik menjadi menteri menggantikan Indroyono Soesilo sebagai Menteri Kemaritiman saat reshuffle kabinet Jilid I lalu.
Berbagai reaksi bermunculan. Sejumlah menteri lain menilai bahwa aksi Rizal karena masih baru di kabinet sehingga perlu waktu untuk adaptasi. Maklum, kata menteri itu, Rizal dikenal sebagai tokoh yang cenderung oposan selama sepuluh tahun era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun demikian, anggapan itu sepertinya keliru. Rizal terus saja mengkepret menteri lain di kabinet. Yang terbaru, dia mengkritik keras Menteri ESDM Sudirman Said terkait rencana perpanjangan kontrak Freeport dan Pembangunan Blok Masela.
Tampaknya Sudirman Said tak kuasa lagi menahan diri mendapati berbagai “serangan” itu. Pada Kamis, 22 Oktober 2015, dia buka suara perihal kementeriannya dan dia sendiri, yang sering kena sorotan Rizal.
Mantan Dirut PT Pindad itu mengakui bahwa semenjak Rizal diangkat menjadi Menko Maritim, kinerja kementeriannya selalu dikritik oleh Rizal Ramli.
"Saya belakangan kok dikamplengin [dikepret/dipukul] orang kok enggak jawab-jawab. Tapi, saya percaya masyarakat sudah bisa membedakan antara kata-kata dan karya," ujar Sudirman dalam acara Penganugerahan Penghargaan Energi di Hotel Bidakara, Jakarta.
Fakta adanya friksi internal menteri kabinet tersebut membuat publik bertanya, bagaimana manajemen pemerintahan Jokowi. Isu keretakan dan ketidakharmonisan para pemain kunci di lingkar inti kekuasaan itu kerap disorot dalam berbagai kesempatan oleh pengamat atau pun politisi terutama dari Partai Politik di luar kabinet.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat yang kini menjabat Wakil Ketua DPR RI, Agus Hermanto misalnya. Menurut Agus, rakyat memang melihat adanya dinamika tertentu di internal pemerintah dan kekuasaan.
"Terlihat nyata adanya hubungan yang tidak mudah di antara key players dalam lingkar kekuasaan, yang bagaimanapun akan menghambat soliditas dan efektifitas pekerjaan pemerintah secara keseluruhan," kata Agus ketika ditemui di Gedung DPR, Kamis 22 Oktober 2015.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, menyoroti kemampuan Jokowi membangun tim yang baik. Dia ragu apakah Jokowi bisa menjadi pembangun tim yang baik ketika dihadapkan pada fakta-fakta friksi kabinet tersebut.
“Kurangnya kepemimpinan dan gagal membangun tim yang berkualitas dalam kabinet. Jadi lambatnya pemerintah karena hambatan internal,” kata Wakil Ketua DPR itu.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman, juga menyoroti sisi kepemimpinan Jokowi. Dia justru menyarankan Jokowi memperkokoh kepemimpinannya ketimbang melakukan reshuffle kabinet Jilid II atau Jilid berikutnya nanti.
Meskipun, memberi nilai merah untuk Presiden Jokowi selama setahun, namun dia masih melihat ada harapan untuk diperbaiki. "Kalau menurut saya bukan reshuffle, tapi bagaimana Jokowi menunjukkan leadershipnya yang lebih kokoh. Agar para menterinya bisa bekerja lebih baik lagi," katanya.
Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli bersiap mengikuti rapat kabinet terbatas bidang ekonomi di Kantor Kepresidenan, Senin (12/10/2015). Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf