Mudik Asyik di Selatan Jawa

Pos penjagaan pertama di Masjid Tiban, Turen, Malang
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dyah Ayu Pitaloka

VIVA.co.id - Jarum jam menunjuk pukul 12.05 WIB. Cuaca cerah. Matahari bersinar terik. Cahayanya menembus di antara rimbun pepohonan Kawasan Pegunungan Menoreh, Kabupaten Kulonprogro. 

Ditempuh satu jam perjalanan dari Yogyakarta, kawasan pegunungan itu masih belum tersentuh. Cukup tradisional.

Tapi siapa menyangka, di kawasan yang terletak di Dusun Kembang, Desa Girimulyo, Kecamatan Jatimulyo, Kabupaten Kulonprogo itu, menyimpan objek wisata menakjubkan. Air terjun Kedung Pedut. Keunikannya, air terjun ini mempunyai dua warna. Tidak ditemui di daerah lain.

Ya, pesona air terjun yang masuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta itu seakan siap menyambut para pemudik. Terutama saat menyambut hari kemenangan, setelah sebulan umat Islam berpuasa.

Mudik sudah menjadi tradisi. Jutaan orang akan pulang ke kampung halaman untuk bersilaturahmi dengan orangtua dan kerabat.

Bicara mudik, terutama di Pulau Jawa, terdapat dua jalur yang lazim digunakan, jalur utara atau pantura dan jalur selatan.

Jalur selatan membentang sejauh 1.200 km dari pintu tol Cileunyi melintasi Bandung, Nagreg, Malangbong, Tasikmalaya, Yogyakarta hingga kemudian terpecah menuju Surabaya, dan berlanjut ke Banyuwangi.

Saat mudik, meningkatnya volume kendaraan yang tidak diimbangi dengan penambahan badan jalan, tentu menyebabkan kemacetan panjang. Imbasnya, perjalanan mudik bisa jadi memicu stres, tidak hanya bagi pengemudi, tapi juga penumpang.

Oleh karena itu, tidak ada salahnya melakukan perjalanan mudik sembari berwisata. Tidak perlu terburu waktu.

Karena, selain bisa lebih menikmati perjalanan, rasa penat akibat tumpukan aktivitas selama liburan pun bisa mereda. Bonusnya, hubungan keluarga bisa jadi lebih dekat.

Bingung menemukan tempat wisata maupun rekomendasi kuliner saat melakukan perjalanan mudik melalui jalur selatan Jawa? Tidak perlu repot, VIVA.co.id, sudah merangkumnya.

Bandung

Wisata Alam

Berkunjung ke Bandung, tidak lengkap rasanya jika tidak menjelajahi keindahan alamnya. Wilayah Bandung Utara bisa dikatakan jadi tujuan utama mayoritas pelancong yang ingin menghabiskan waktu liburannya, terutama di akhir pekan.

Kawasan Bandung Utara menawarkan dua paket wisata sekaligus. Wisata alam yang mengasyikkan dan menjamin relaksasi sekaligus wisata kuliner yang mampu memanjakan lidah.

Kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat bisa dikatakan jadi titik utama beragam wisata alam maupun kuliner di kawasan Bandung Utara. Terdapat sejumlah tempat wisata yang bisa jadi pilihan untuk memanjakan keluarga, terutama buah hati dalam menghabiskan waktu liburan.

Selain kawasan Bandung Utara, wilayah Bandung Selatan di Kabupaten Bandung seperti kawasan Ciwidey dan Pangalengan pun tak kalah eksotis, karena memiliki sejumlah tujuan wisata yang cukup menarik dan layak untuk dinikmati.

Berikut adalah sejumlah lokasi wisata di kawasan Bandung Utara dan Bandung Selatan yang bisa dijadikan referensi berlibur:

Tebing Keraton
Kawan Taman Hutan Raya Ir.H. Djuanda Dago

Pemandangan pagi hari di Tebing Karaton, Bandung. Foto: VIVA.co.id/Denny Rianto

Tebing Karaton merupakan sebuah tebing yang berada di kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda yang terletak di Dago atas, tepatnya di Kampung Ciharegem Puncak, Desa Ciburial. Di Tebing Keraton ini, pengunjung dapat menikmati pemandangan spektakuler. Tak hanya cakrawala pemandangan untuk melihat Kota Bandung dari ketinggian, dari atas Tebing Keraton ini juga bisa melihat dengan jelas rimbunnya hutan di sekitar lokasi tersebut.

Di lokasi ini, biasanya para pengunjung kerap mengabadikan keindahan panorama alam untuk berfoto selfie  dengan latar belakang kawasan hutan atau Bandung yang masih diselimuti awan pada pagi hari. Sensasi lainnya Anda juga bisa menikmati keindahan Matahari terbit.

Taman Begonia, Maribaya
Jalan Maribaya No.120A Lembang

Erna Saleh, pendiri dan pemilik Taman Begonia tak pernah menyangka jika lokasi wisata yang terletak di Jalan Maribaya, Lembang, ini bakal begitu dikenal masyarakat di Tanah Air. Meski arealnya tergolong kecil, Taman Begonia menjadi lokasi wisata yang sangat sarat akan sisi edukatif.

Selain itu, lokasi ini cocok untuk berfoto narsis alias selfie dengan latar belakang beragam koleksi bunga di dalamnya.

Untuk bisa menikmati dan mengenal beragam koleksi bunga maupun tanaman di Taman Begonia, pengunjung tak perlu merogeh kocek dalam-dalam. Cukup dengan membayar Rp10.000, sudah bisa menikmati wahana flora di Taman Begonia.

"Awalnya sekadar hobi menata taman dan tak terbersit rencana membukanya menjadi lokasi wisata. Sekitar tahun 2010, suami saya membuat taman ini dan hanya dinikmati bareng-bareng keluarga," kata Erna.

Kenapa namanya Taman Begonia? Sebab di sini pertama kalinya bunga begonia yang berasal dari Jerman ini dikembangbiakkan di Indonesia. "Saat ini kami memiliki sekitar 200 jenis bunga dan tanaman," tuturnya.

Perkebunan Teh Malabar
Pangalengan

Makam Boscha di Perkebunan Malabar, Pangalengan, Bandung. Foto: VIVA.co.id/Yadi

Gunung Malabar di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, yang memiliki pesona alam perkebunan teh dengan udara yang sejuk alami, sangat cocok untuk kegiatan olahraga jalan kaki atau tea walk sambil berekreasi.

Di tengah-tengah perkebunan terdapat beragam bangunan kuno yang masih terawat dengan baik, seperti guest house, perumahan administrator perkebunan pada masa penjajahan sampai dengan makam K.A.R. Bosscha.

Selain bisa menikmati panorama alam di sekitarnya, pengunjung juga bisa melihat seperti apa pengolahan teh di salah satu pabrik teh yang sudah cukup tua, karena masih bertahan sejak puluhan tahun lamanya. Di beberapa titik, terhampar juga permukiman penduduk yang mayoritas adalah buruh petik teh dan pabrik teh dengan gaya bangunan rumah yang sangat klasik serta menunjukkan identitas masyarakat Sunda tempo dulu.

***

Wisata Kuliner

Bicara wisata kuliner, Bandung bisa berada di urutan teratas karena memiliki banyak tempat persinggahan yang mampu memanjakan lidah dan perut. Ketika berkunjung ke Bandung, tak lengkap rasanya jika tak meluangkan waktu ke lokasi atau titik kuliner di Kota Kembang.

Membahas lokasi kuliner di Bandung, tentu tidak akan ada habisnya. Namun, ada beberapa lokasi kuliner yang selama ini mungkin belum terlalu dikenal dan patut dicoba ketika melintasi Kota Kembang saat mudik. Berikut adalah beberapa di antaranya:

d'Jengkol
Jalan K.H Ahmad Dahlan (Banteng) No.50

Suasana d Jengkol Cafe Resto di Bandung. Foto: VIVA.co.id/Yadi

Siapa yang tak mengenal salah satu dari jenis polong-polongan ini. Jengkol identik dengan aromanya yang tajam, seringkali jadi bahan guyonan. Namun, di balik semua itu bisa bikin ketagihan saat mencicipinya. Salah satu lokasi kuliner yang khusus menyajikan makanan berbahan jengkol ini adalah resto d'Jengkol milik Gurnawan di Jalan Banteng, Kota Bandung.

Di d'Jengkol ada sejumlah menu pilihan yang uniknya ditulis dengan "logat" Indonesia Sunda, seperti, nasi rendang jengkol amajing, nasi semur jengkol pantastik, jengkol balado masbulloh, nasi perepet jengkol, dan lainnya yang semuanya berbahan dasar jengkol yang rata-rata dibanderol dengan harga yang cukup ekonomis, sekitar Rp25-28 ribu/porsi.

Yoghurt Cisangkuy
Jalan Cisangkuy No.85

Yoghurt dengan berbagai rasa di Cisangkuy, Bandung. Foto: VIVA.co.id/Denny Rianto

Tempat makan paling enak di Bandung lainnya adalah Yoghurt Cisangkuy yang beralamatkan di Jalan Cisangkuy No 85. Tentunya akan sangat menarik jika bisa nongkrong bersama teman dengan sajian yang ditawarkan adalah menu-menu makanan sehat.

Pengunjung dapat memilih varian rasa yang bisa dinikmati, misalkan saja seperti rasa strawberry, cokelat, anggur, moka, dan lecci. Tentu saja tempat wisata kuliner Bandung Yoghurt Cisangkuy ini menawarkan menu sehat dengan harga yang terjangkau yakni mulai Rp9.500.


Garut

Wisata Alam

Pantai Santolo
Kecamatan Cikelet

Melintasi Kabupaten Garut, tak ada salahnya mampir ke Pantai Santolo, di Kecamatan Cikelet. Pantai ini memang banyak dikunjungi para wisatawan. Selain karena keindahan alamnya, yang merupakan perpaduan sempurna pasir putih serta birunya laut, juga berkat karakter gelombang dan pantai yang landai.

"Gelombangnya memang relatif kecil, dan kondisi pantai yang landai tidak securam pantai lainnya yang ada di Garut," ujar Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman, beberapa waktu lalu.

Suasana pagi hari di Pantai Santolo, Kecamatan Cikelet, Garut. Foto: VIVA.co.id/Diki Hidayat

Terdapat dua waktu yang paling cocok untuk menikmati indahnya Pantai Santolo dengan pemandangan air yang berwarna biru pekat pada sore dan pagi hari. Tak heran jika di sekitar Pantai Santolo terdapat penginapan-penginapan sederhana dengan tarif yang sangat murah.

Saat singgah, pengunjung juga bisa berkeliling pantai menggunakan perahu. Sementara itu, mereka yang ingin mengisi perut bisa mencicipi hidangan kuliner boga bahari.

Pantai ini berjarak sekitar 90 km dari kota Garut, atau sekitar 3 km dari ibu kota Kecamatan Pameungpeuk. Pengunjung juga bisa sekalian singgah ke Pantai Sayang Heulang, yang berjarak hanya beberapa kilometer.

Yogyakarta

Wisata alam dan museum

Museum Ullen Sentalu
Kaliurang, Sleman

Libur Lebaraan, Yogyakarta pasti dipadati dengan wisatawan yang akan berkunjung ke berbagai objek wisata yang sudah tak asing bagi wisatawan dari luar Yogya. Kawasan Malioboro, Keraton Yogyakarta, Candi Prambanan hingga Candi Borobudur bakal sesak dipenuhi pengunjung.

Namun, tak ada salahnya jika bersama keluarga, apalagi yang masih mempunyai anak yang sedang belajar di tingkat SD hingga SMA menyempatkan diri untuk mengunjungi Museum Ullen Sentalu yang berlokasi di kawasan Wisata Kaliurang, Kabupaten Sleman.

Di Museum Ullen Sentalu ini, anak-anak bisa belajar budaya Jawa untuk menambah ilmu pengetahuan sejarah sejak Kerajaan Mataram Islam hingga Kasunanan Surakarta, Keraton Yogyakarta serta Puro Pakualaman. Selain itu, banyak koleksi batik gaya Yogyakarta dan Surakarta yang dipajang di museum bergaya arsitektur gotik ini.

Ratna, staf Museum Ullen Sentalu, mengatakan, biaya masuk ke museum sebesar Rp30 ribu untuk dewasa, Rp15 ribu untuk anak-anak dan wisatawan asing Rp50 ribu.

Museum Ullen Sentalu di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Foto: VIVA.co.id/Daru Waskita

"Setiap rombongan maksimal 25 orang akan didampingi satu orang pemandu untuk berkeliling di 3 objek wisata yang ada di dalam museum Ullen Sentalu," kata Ratna kepada VIVA.co.id, belum lama ini.

Di dalam Museum Ullen Sentalu terdapat 3 area yang dapat dikunjungi oleh wisatawan dengan pemandu, yakni area Gua, Kampung Kambang, dan area Arca.

Namun, wisatawan dilarang mengambil gambar ataupun merekam video sembarangan. Tapi, pemandu akan memberi tahu area tertentu yang boleh diabadikan dengan kamera atau video.

"Jadi, saat masuk museum, pemandu akan memberitahu area mana yang tidak boleh diambil fotonya dan area mana yang bisa diambil foto atau direkam menggunakan video," ucapnya.

Ullen Sentalu beroperasi mulai Selasa hingga Jumat dengan waktu terakhir pembelian tiket pada pukul 15.30 WIB setiap harinya. Seluruh tur berakhir pada pukul 16.00 WIB. Sementara itu, di akhir pekan, jam buka tiket terakhir pada pukul 16.30 WIB dan tur dilakukan hingga pukul 17.00 WIB.

"Jika ingin maksimal berkeliling di museum Ullen Sentalu, sebaiknya membeli tiket jauh-jauh sebelum jam tiket terakhir dibuka, sehingga bisa melakukan area tur hingga 50 menit dan semua area bisa dikunjungi," ucapnya.

Sayang, museum ini justru lebih banyak dikunjungi wisatawan asing, dibanding domestik. "Justru wisatawan asing banyak tertarik dan ingin mengetahui sejarah serta koleksi-koleksi benda-benda cagar budaya yang bernilai tak terhingga di museum Ullen Sentalu ini," kata Etri, yang juga staf museum Ullen Sentalu.


Air Terjun Kedung Pedut
Desa Girimulyo, Kulonprogo

Berkunjung ke Yogya saat libur Lebaran tak lengkap jika tidak mengunjungi objek wisata yang masih perawan dan sangat memanjakan mata untuk menikmatinya. Salah satunya adalah objek wisata air terjun Kedung Pedut yang berada di kawasan Pegunungan Menoreh, tepatnya di Dusun Kembang, Desa Girimulyo, Kecamatan Jatimulyo, Kabupaten Kulonprogo.

Kasi Objek dan Sarana Prasarana Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Kulonprogo, Kuat Tri Utomo, mengatakan, meski baru dirilis pada Januari 2015 lalu, namun jumlah pengunjung air terjun perawan ini semakin banyak. Hal ini tidak lepas dari air terjun yang punya dua warna yaitu air jernih dan air yang berwarna hijau toska.

"Banyak yang penasaran, karena di air terjun Kedung Pedut ada dua warna yang tak temui di daerah lain," kata Kuat, baru-baru ini.

Objek wisata Kedung Pedut tarif retribusi masuk relatif murah. Hanya dengan Rp5.000 sudah termasuk parkir sepeda motor.

"Dengan Rp5.000 sudah bisa menikmati keindahan air terjun dan pemandangan alam yang masih alami," ujarnya.

Subowo, pengelola air terjun Kedung Pedut, mengatakan, warna air terjun tersebut bisa berubah-ubah. Jika pagi hari berwarna bening hingga dasar sungai kelihatan, pada siang hari warnanya akan menjadi kebiruan dan sore hari akan cenderung hijau.

Untuk sampai ke objek wisata Kedung Pedut, wisatawan dimudahkan dengan dibangunnya jembatan yang terbuat dari bambu. Bangunan jembatan dari bambu juga memperhitungkan faktor estetika, sehingga punya ciri khas tersendiri.

"Dari tempat parkir menuju objek wisata, pengunjung harus berjalan sekitar 400 meter. Jalan setapak sudah dibuat cukup baik dan sepanjang perjalanan pengunjung akan menemukan beberapa air terjun seperti Kedung Merak, Kedung Merang, dan Kedung Lanang," ujar Subowo.

Untuk semakin memanjakan wisatawan, pengelola objek wisata juga menyiapkan bangunan gardu pandang untuk menyaksikan keindahan Kedung Pedut dari atas bukit.

***

Wisata Kuliner

Gudeg Yu Djum
Jalan Wijilan No.167, Kota Yogyakarta.

Yogyakarta merupakan tujuan wisata yang lengkap. Tidak hanya soal panorama, museum atau arsitektur sarat sejarah, Yogyakarta juga punya wisata kuliner yang tak kalah menggoyang lidah. Salah satu yang populer adalah gudeg.

Setiap malam menjelang pagi di berbagai ruas jalan utama di kota Yogyakarta dan sekitarnya banyak berdiri lapak-lapak penjual gudeg yang tentunya punya pelanggan tersendiri.

Salah satu kawasan atau jalan yang banyak penjual gedugnya adalah jalan Wijilan. Di deretan sisi timur jalan, berdiri rumah makan gudeg legendaris, yakni Gudeg Yu Djum.

Alasan rumah makan ini terus berdiri, tentu karena citarasanya yang khas, terutama karena sajian nangkanya yang benar-benar kering, berwarna kecokelatan, dan rasanya tidak terlalu manis di lidah. Gudeg Yu Djum Wijilan juga tahan lama walaupun dibawa ke luar kota, sebagai oleh-oleh. Saat akan dimakan, gudeg cukup dikukus. Dijamin, rasa gudegnya tetap enak dinikmati.

Gudeg Yu Djum di Yogyakarta. Foto: VIVA.co.id/Daru Waskita

Satu porsi Gudeg Yu Djum berisi nasi, gudeg, plus areh kental, sambal krecek dan lauk. Lauknya bervariasi tergantung keinginan, ada telur rebus yang sudah dibumbui sehingga rasanya manis, tahu, tempe, suwiran daging ayam, ampela ati, potongan bagian tubuh ayam seperti kepala, dada,  atau paha atas.

"Saya sering menyempatkan diri makan gudeg Yu Djum karena rasanya pas di lidah. Jika biasanya gudeg sangat manis, namun gudeg Yu Djum ini manisnya pas," ujar Bambang, warga Pingit Yogyakarta, yang sehari-hari sebagai guru di salah satu SMA di Tangerang, kepada VIVA.co.id, baru-baru ini.

Mengenai harga, Gudeg Yu Djum pun lebih terjangkau."Harga satu porsi gudeg dan lauknya berkisar dari Rp8-30 ribu. Harga relatif terjangkau," ucap Bambang.

Namun, jika ingin dijadikan buah tangan, harga paketnya lebih mahal. Satu paket gudeg besek, harganya mulai dari Rp35 ribu. Sementara itu, untuk satu paket gudeg kendil, harganya berkisar Rp90-180 ribu.


Jejamuran
Jalan Magelang KM. 11 RT. 01 RW. 20, Desa Niron, Pandowoharjo, Tridadi, Sleman.

Kuliner lain yang patut dikunjungi saat libur Lebaran di Yogyakarta adalah Jejamuran Resto yang berlokasi di Dusun Niron, Kabupaten Sleman, yang tak jauh dari Jalan Raya Yogya-Magelang.

Restoran yang menyajikan makanan dan minuman dengan bahan utama jamur ini dirintis pertama kali oleh Ratidjo bersama dengan beberapa warga setempat. Namun, berkat kerja keras Ratidjo lah, Jejamuran Resto menjadi salah satu referensi kuliner jamur di Yogyakarta.

Restoran jeJamuran di Yogyakarta. Foto: VIVA.co.id/Daru Waskita

"Di Jejamuran Resto ini menjual keripik, satai, rendang, sop, pepes, gudeg, dan minuman yang ditambah jamur seperti summer breeze," kata Lilik, supervisor Jejamuran.

Jejamuran Resto mulai melayani pembeli pukul 09.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB. Para pembeli sebelum menyantap makanan yang dipesan, juga bisa melihat budidaya jamur yang juga digunakan untuk bahan menu yang dijual di Jejamuran Resto.

"Tempat budidaya jamur berada di belakang restoran. Di lokasi tersebut pembeli bisa melihat bagaimana cara budidaya jamur dan bagaimana memperlakukan jamur agar dapat menghasilkan jamur yang baik dan layak konsumsi," ujarnya.

Harga pun masih sesuai kantong, yakni sekitar Rp8-15 ribu per porsi.


Solo

Wisata museum

Lokananta
Jalan A Yani 379, Solo, Jawa Tengah

Ingin menikmati wisata sejarah khusus tentang industri musik di Indonesia, maka Lonananta menjadi tempat yang tepat. Lokananta merupakan titik nol dari sejarah industri musik di Indonesia.

Lokananta dibangun oleh R Maladi dan diresmikan Presiden Soekarno pada 28 Oktober 1956. Titik Sugianti, Humas Lokananta menceritakan, Lokananta awalnya merupakan perusahaan negara yang menyebarkan transkrip dari RRI ke radio lain.

"Makanya di sini banyak transkrip atau dokumen rekaman dari lagu-lagu etnik," ujar Titik kepada VIVA.co.id, belum lama ini.

Beriringan dengan waktu, Lokananta berada di bawah Departemen Penerangan. Mulai saat itu, Lokananta memiliki hak untuk menggandakan piringan hitam. Selain itu, menyediakan studio rekaman.

Lokananta di Jalan A Yani 379, Solo, Jawa Tengah. Foto: VIVA.co.id/Fajar Sodiq

"Di sini studio rekaman pertama di Indonesia. Studio rekamannya termasuk untuk akustik recording, gamelan dan orkestra," ujarnya. Beberapa artis lawas pernah melakukan rekaman di sini. Mulai dari almarhum Gesang, Waldjinah, Titiek Puspa, Bob Tutopoly, dan Bing Slamet.

"Di sini terkumpul puluhan ribu transkrip lagu dari berbagai genre, mulai lagu pop, folk song, dan lagu religi," kata dia.

Merujuk pada sejarahnya, maka pengunjung Lokananta diajak untuk flash back perkembangan musik Indonesia. Pengunjung bisa menikmati studio rekaman, melihat alat perekam kuno, mendengarkan lagu-lagu lawas, melihat koleksi vinyl, dan ruang mastering lagu.

Menariknya alat perekam kuno ini, menggunakan mixer buatan London bermerek Trident. Dan juga speaker merk JBL, yang hanya ada dua di dunia, satu di Indonesia dan satu di Inggris.

"Selain itu, pengunjung bisa membeli CD dan kaset dari koleksi Lokananta. Satu CD untuk saat Lebaran harganya Rp30.000. Koleksi CD-nya mayoritas dari penyanyi lawas. Tapi, kami juga kerja sama dengan beberapa penyanyi muda untuk menjual albumnya di Lokananta," ujar Titik.

Saat Lebaran, toko kaset dan CD-nya tetap buka mulai pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB. Untuk datang ke Lokananta tidak membutuhkan tiket alias gratis.

Museum Radya Pustaka
Jalan Brigjen Slamet Riyadi No.275

Jika Anda ingin menikmati sejarah peradaban khususnya Jawa pada masa tempo dulu, Radya Pustaka adalah tempat yang pas. Radya Pustaka ini terletak di arus utama di Solo, tepatnya Jalan Slamet Riyadi 275. Radya Pustaka ini menyimpan koleksi pustaka maupun benda peninggalan sejarah Nusantara, khususnya di tanah Jawa.

Di sini, dapat melihat dari dekat berbagai arca, patung, artefak, senjata tradisional, wayang dan alat kesenian tradisional lainnya.

Ketua Komita Radya Pustaka Purnomo menjelaskan, awalnya museum ini bernama Paheman Radyapustaka. Paheman didirikan pada 28 Oktober 1890 oleh KRA Sosrodiningrat IV.

"Semula, museum ini menempati Panti Wibawa, Kompleks Kepatihan yang sekarang menjadi kantor Kejari Solo," kata dia.

Museum Radya Pustaka, Solo, Jawa Tengah. Foto: VIVA.co.id/Fajar Sodiq

Purnomo menjelaskan, Radyapustaka menyimpan ratusan buku klasik karya pujangga dan raja Keraton Solo. Seiring berjalannya waktu, museum ini juga menyimpan benda-benda bersejarah seperti arca, koleksi alat rumah tangga kuno, peralatan upacara hingga mata uang kuno.

"Museum ini menyimpan sekitar 10.000 jenis koleksi kuno, termasuk 173 arca batu dan perunggu. Ada juga alat rumah tangga kuno, gamelan, peralatan upacara tradisional, mata uang dan senjata, " ujar Purnomo.??Selain itu, Museum Radya Pustaka ini memiliki koleksi pustaka terlengkap.

"Koleksi yang paling kuno adalah Serat Joesoef buatan tahun 1729. Di sini ada juga kitab Alquran dengan huruf Jawa," ucapnya.

Jika ingin mengunjungi salah satu museum tertua di Indonesia ini, cukup mengeluarkan uang Rp5.000 untuk membeli tiket. Tentu saja tiket yang murah itu tak sebanding dengan manfaat yang diberikan. Pengunjung akan mendapatkan pengetahuan yang luas sejarah masa lampau. Museum buka dari pukul 08.00-16.00 WIB.

***

Wisata Kuliner

Gladag Langen Bogan (Galabo)
Jalan Mayor Sunaryo

Tak lengkap jika bertandang atau melewati Kota Solo tanpa menikmati kuliner khasnya. Maklum, Kota Solo ini memang terkenal dengan ragam kulinernya. Tak sedikit yang bilang bahwa kuliner kota Solo ini memang menggiurkan dan membuat ketagihan.

Jika ingin menikmati wisata kuliner secara lengkap adalah dengan menyambangi Gladag Langen Bogan (Galabo) yang terletak di Jalan Mayor Sunaryo, Solo. Di area ini terdapat puluhan penjaja makanan khas di kota kelahiran Presiden Jokowi.

Kuliner itu di antaranya, thengkleng Pasar Klewer, bakmi Pak Dul yang menjadi langganan Presiden Joko Widodo, rawon Penjara, sate kere Yu Rebi dan gudeg Loji Wetan.

Untuk masalah harga, jangan khawatir. Selain tidak mahal, harga makanan itu bisa diketahui dengan mudah. Jadi pengunjung bebas menikmati makanan tanpa dipusingkan dengan "harga dipukul". Makanan di Galabo dijual mulai Rp8 - 20 ribu per porsi.

Gladag Langen Bogan (Galabo) di Jalan Mayor Sunaryo, Solo, Jawa Tengah. Foto: VIVA.co.id/Fajar Sodiq

Menariknya, Galabo ini bukan sekadar menjajakan makanan. Tetapi, Galabo menawarkan sensasi lain daripada yang lain. Lantaran Galabo berkonsepkan outdoor. Jadi, ketika makan pun hanya beratapkan langit. Selain itu, bisa menikmati makanan dengan lesehan. Tentu saja dengan cara ini maka suasana makanannya terasa asyik.

Nene Kreshanede Prakoso, kepala UPTD Kawasan Kuliner, Disperindag Kota Solo, menjelaskan, Galabo diprakarsai oleh Jokowi saat menjadi wali kota. Galabo diresmikan pada tahun 2008.

"Pak Jokowi membuat 54 shelter untuk para pedagang," ungkap dia kepada VIVA.co.id.

Galabo sengaja didesain untuk "menampung" para penjaja kuliner khas Solo. Harapannya para wisatawan akan dimanjakan untuk menikmati ragam kuliner khas Solo.

"Galabo memang didesain untuk penjual makanan khas Solo," kata dia.

Sate Kere Yu Rebi
Jalan Kebangkitan Nasional Penumping Solo merupakan "surga" bagi pencinta wisata kuliner. Salah satu kuliner yang selalu menjadi andalan kota kelahiran Jokowi adalah sate kere. Salah satu sate kere yang terkenal adalah sate Yu Rebi.

Satai unik ini bisa ditemukan di tiga tempat, yakni Jalan Kebangkitan Nasional Penumping, Jalan Kebangkitan Nasional belakang Stadion Sriwedari dan Galabo. Cita rasa khas dari satai milik Yu Rebi adalah bumbu kacangnya yang terasa mantap, berasa pedas manis yang cukup kuat.

Sate kere merujuk pada bahan utamanya, yakni tempe gembus. Tempe ini terbuat dari ampas tahu yang diberi ragi dan dibiarkan muncul jamur. Kemudian, tempe ini dimasak bacem dan langsung dibakar.

Sate kere Yu Rebi khas Solo, Jawa Tengah. Foto: VIVA.co.id/Fajar Sodiq

Tempe gembus yang dibakar ini kemudian disiram bumbu kacang pedas manis yang dicampur daun jeruk, sehingga menggugah selera. Secara rasa, sate kere ini memang mengundang lidah untuk menyantapnya. Tetapi secara tampilannya, tak membuat tergoda menyantapnya. Jadi jika benar-benar ingin menikmati sensasinya sebaiknya langsung melahapnya.

Guna menikmatinya, sate kere dibanderol dengan harga Rp15 ribu per porsi. Satu porsi ada 10 tusuk tempe gembus.

Yu Rebi menuturkan, awalnya ia berjualan sate kere secara keliling pada 1965. Kemudian, mulai tahun 1988, ia memilih membuka warung di Penumping. Jika dirunut, neneknya Yu Rebi juga menjual sate kere. Keterampilan membuat sate kere itu menurun ke ibunya dan kemudian Yu Rebi.

"Dulu simbah, ibu juga berjualan sate kere secara berkeliling. Ini resepnya lama, sejak dari simbah. Jadi sudah turun temurun," kata Yu Rebi.

Selain sate kere, Yu Rebi juga menawarkan sate jeroan, seperti usus, daging sapi, dan kikil. Tapi untuk sate jeroan, harganya Rp30 ribu.


Madiun

Wisata Alam

Telaga Sarangan
Jalan Yos Sudarso 80, Kecamatan Madiun

Telaga Sarangan, terletak sekitar 16 km dari Kota Magetan, Jawa Timur. Telaga ini menjadi magnet tersendiri bagi warga Magetan dan sekitarnya, maupun warga yang melintas dari Karanganyar, Jawa Tengah menuju Jawa Timur yang melewati Magetan.

Selain dekat, Telaga Sarangan menyajikan pemandangan yang elok, serta berbagai hal yang bisa dinikmati saat singgah di telaga yang berada di sebelah timur Gunung Lawu ini.
 
Telah banyak dipublikasi, legenda atau cerita rakyat tentang asal muasal terbentuknya Telaga Sarangan ini. Sebutan lain Telaga Sarangan adalah Telaga Pasir, ini berkaitan dengan legenda tersebut. Konon, telaga ini terbentuk berawal dari sepasang suami istri bernama Kyai dan Nyai Pasir yang mendiami lereng Gunung Lawu ini.


Pemandangan alam di Telaga Sarangan, Magetan, Jawa Timur. Foto: VIVA.co.id/Adib Ahsani

Pasangan suami istri ini, sehari-hari hanya bercocok tanam dan berburu di sekitar Gunung Lawu. Suatu hari, Kyai Pasir membuka ladang baru yang terletak di lereng sebelah timur Gunung Lawu.

Tiba-tiba, Kyai Pasir menemukan sebuah telur yang berukuran besar, tidak seperti telur ayam pada umumnya.
 
Telur ini lantas dibawa pulang. Kepada istrinya, Kyai Pasir menyuruh untuk memasak telur temuan ini, untuk santapan siang. Setelah masak, telur rebus ini dibelah menjadi dua, separuh untuk Nyai Pasir, dan separuhnya untuk Kyai Pasir.
 
Usai menyantap telur, Kyai Pasir merasakan keanehan pada tubuhnya, merasa gatal dan sakit. Begitu pun yang terjadi pada Nyai Pasir. Keduanya menggosok badannya ke tanah karena gatal. Namun, lama kelamaan wujud mereka berubah menjadi naga yang besar.
 
Rasa gatal itu masih tetap ada, meski wujud mereka menjadi dua ekor naga. Akibat gosokan tubuh mereka ke tanah, lambat laun tanah menjadi seperti tergali oleh tubuh mereka, dan menjadi seperti cekungan besar. Cekungan inilah yang sekarang dipercaya sebagai telaga Pasir, atau dikenal dengan telaga Sarangan.
 
Kini, Telaga Sarangan telah berubah. Banyak hotel dan penginapan tersedia di sekitar telaga ini. Keindahan alam dan suhunya yang sejuk, menjadi magnet tersendiri untuik menikmatinya.
 
Guna mengelilingi telaga yang luasnya sekitar 30 hektare ini, tersedia kuda yang siap mengantar berkeliling. Ini akan menjadi pengalaman tersendiri, apalagi jika sudah terbiasa berkuda sendirian. Namun, jika belum terbiasa, para pemilik kuda akan rela mengantar berkeliling Telaga Sarangan.

Untuk menyewa kuda satu kali keliling telaga, biasanya seharga Rp60 ribu, namun masih bisa ditawar.

Cara lain berkeliling telaga adalah dengan menggunakan speedboat. Namun, jangan lupa memakai jaket pelampung, selain untuk keselamatan, jaket ini juga bisa menahan dari rasa dingin. Telaga Sarangan berada pada ketinggian 1.287 meter dpl bersuhu sejuk antara 18°C-25°C.

Sama seperti kuda, harga sewa speedboat adalah Rp60 ribu untuk satu kali putaran mengelilingi telaga. Speedboat bisa menampung 4 penumpang.

Lelah berkeliling dengan kuda dan speedboat? Kini saatnya mencoba makanan khas di lereng Gunung Lawu, yakni satai kelinci yang disajikan dengan bumbu kacang. Namun, bagi yang tidak suka daging kelinci, para penjual juga menyediakan satai ayam.

***

Wisata Kuliner

Depot Nasi Pecel 99
Jalan Cokroaminoto

Mengunjungi Madiun, tidaklah lengkap tanpa menikmati masakan khas Madiun, yaitu nasi pecel. Dan Depot Nasi Pecel 99 yang terletak di Jalan Cokroaminoto Madiun, adalah warung yang sering menjadi tempat singgah para tokoh di republik ini.

Mengunjungi Depot Nasi Pecel 99, tampak tidak begitu istimewa. Sama seperti dengan warung lainnya di Jalan Cokroaminoto, yang menjadi sentra warung nasi pecel di Kota Madiun. Namun, warung ini paling sering dikunjungi para pesohor, dari selebriti hingga petinggi.

“Rahasianya, kami selalu menjaga kualitas. Kami mulai membuka warung ini sejak 30 tahun lalu hingga sekarang,” ujar Ibu Atik, pengelola Warung Pecel 99 saat dikunjungi VIVA.co.id.

Lebih detail Atik mengatakan, jika mengunjungi Pecel 99, hal yang pasti ditemui adalah kembang turi, sebagai sayuran nasi pecel.

Hidangan di Depot Nasi Pecel 99, Madiun, Jawa Timur. Foto: VIVA.co.id/Adib Ahsani

“Kembang turi selalu kami masak untuk pecel. Dan itu tidak mungkin kami tinggalkan karena kembang turi adalah ciri khas kami,” ucapnya.

Selain itu, ada beberapa hal lain yang selalu dijaga kualitasnya, seperti saat membuat sambel pecel. Kacang tanah yang didatangkan dari Tuban, selalu dibuang mata kacang tanahnya setelah digoreng sangrai.

“Mata kacang itu yang membuat sambal berbau apek dan cepat berubah rasanya saat sudah menjadi sambal pecel,” kata dia.

Selain kacang dari Tuban, dalam memilih gula pun tidak sembarangan. Selalu digunakan gula aren dari Pacitan.

Satu porsi nasi pecel di Warung Pecel 99 hanya Rp7 ribu, tapi itu belum dengan harga lauknya.

Warung yang sudah berjalan tiga generasi ini memang tersohor. Beberapa tokoh yang sudah mengunjungi Depot Nasi Pecel 99 adalah mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono. Begitu juga dengan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan, mantan Menteri Pendidikan M Nuh, mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, dan mantan Panglima TNI Joko Suyanto.

“Sebenarnya, masih banyak lagi, tetapi saya tidak hafal menyebutkan. Banyak juga artis yang datang. Yang terakhir adalah Asmirandah, pada Februari 2015 lalu,” kata Atik.

Bahkan, hingga sekarang, Ibu Ani Yudhoyono masih selalu meminta dikirim sambal pecel buatan Depot Nasi Pecel 99.

“Kalau mengirim sekitar 5 kg. Pokoknya kalau habis, Ibu Ani selalu menghubungi untuk meminta dikirim sambal pecel,” ujar Atik.

Saat mendekati Lebaran, Warung Pecel 99 yang menjual sambal pecel dengan merek 99, selalu menyediakan untuk oleh-oleh.

“Tahun lalu, sambal pecel yang terjual sebanyak 3 ton. Untuk tahun ini, kami mulai membuat stok lebih banyak,” tutur Atik.

Sambal pecel seberat 250 gr, dijual seharga Rp13 ribu, bisa didapat dalam dua varian rasa, yaitu pedas dan sedang.

***

Malang

Wisata religi, museum, dan kebun binatang

Malang sebagai kota kecil di Jawa Timur, jadi salah satu destinasi utama mudik saat Lebaran. Sejumlah sarana transportasi, seperti enam Kereta api kelas ekonomi dan bisnis, dari arah Jakarta tujuan Malang telah penuh terpesan sepekan menjelang 17 Juli 2015, Hari Raya Idul Fitri.

Saat mudik, ada sejumlah wahana wisata alternatif yang bisa dijadikan jujukan, untuk piknik sekaligus menambah wawasan. Berikut beberapa tujuan wisata alternatif di Malang:
 
Museum Malang Tempo Doeloe
Jalan Gajah Mada, Malang.

Jika memasuki Malang via jalan darat, pintu utama dari arah Surabaya adalah melalui Singosari, Lawang, dan Kota Malang. Mengunjungi Museum Malang Tempo Doeloe tak akan menyulitkan pengunjung yang ingin menghabiskan waktu di jantung Kota Malang.

Museum yang baru berusia tiga tahun itu ada di Jalan Gadjah Mada, tepat di belakang gedung DPRD dan Balaikota Malang. Di dalamnya, pengunjung bisa mendapatkan informasi lengkap sejarah kota Malang dimulai dari era prasejarah di sekitar 1.500 juta tahun silam.

Kemudian, beranjak ke masa Kerajaan Mataram, Singosari, Kanjuruhan hingga ke masa kolonial Belanda sekitar tahun 1700, masa perjuangan, tahun 1940an, dan berakhir di masa Malang Tempo Doeloe usai kemerdekaan.
 
“Ada sekitar 7.000 koleksi di dalamnya, semuanya mengisahkan sejarah terbentuknya Malang, dulu hingga sekarang,” kata Dwi Cahyono, pemilik Museum Malang Tempo Doeloe.

Aneka sampul majalah Djawa Baroe di Museum Malang Tempo Doeloe. Foto: VIVA.co.id/Dyah Ayu Pitaloka

Setiap masa, dibuktikan dengan penemuan artefak, fosil dan dokumen penguat sejarah. Pengunjung bisa mengetahui silsilah raja-raja Majapahit, Bupati Malang pertama sejak tahun 1820an ketika masih dijabat Belanda, lengkap dengan foto dan nama, hingga perubahan lambang Kota Malang, dari lambang awal berupa Singa bermahkota dengan semboyan Malang Nominor Sursum Moveor (Malang Namaku, Maju Tujuanku), hingga beralih dengan lambang tugu dan semboyan Malangkucecwara, berarti Tuhan Menghancurkan yang Bathil, tahun 1960an.
 
Terbagi dalam sekitar 20 ruangan berbeda, di dalamnya juga memamerkan sejumlah temuan di masa penjajahan Jepang. Di Malang, Jepang yang hanya masuk sekitar 6 bulan, tapi menyisakan banyak kekejaman dibandingkan Belanda.

“Ada koleksi majalah Djawa Baroe, alat propaganda Jepang di Malang. Banyak warga pribumi dan juga Belanda yang ditahan jika menentang Jepang,” kata Dwi.
 
Di akhir perjalanan, ada sejumlah lapak milik penjual tradisional Malang Tempo Doeloe. Mereka berjualan aneka makanan dan mainan lawas, seperti umbul, aneka mainan dari bambu, batik lawas Malangan hingga jajanan pasar khas Malang, yang bisa dibeli pengunjung. Kondisi itu menggambarkan pasar lawas Malang di tahun 1970an.

Untuk masuk ke museum ini, pengunjung dikenakan tiket antara Rp10-20 ribu, dari pagi hingga petang. Museum libur pada 17 Juli dan 18 Juli 2015.

Batu Secret Zoo
Jalan Oro-Oro Ombo 9, Kota Batu, Jawa Timur

Jika hendak ke luar Malang ke arah utara, ada baiknya menyempatkan diri mampir ke Kota Batu. Kota dingin yang dahulu populer dengan sentra apel dan aneka produk sayur mayur itu, kini mulai berubah menjadi kota wisata, dengan berbagai lokasi wisata edukasi buatan manusia.

Salah satunya adalah Jatim Park 2, yang di dalamnya menyediakan Batu Secret Zoo serta Museum Satwa.

“Batu Secret Zoo ini kebun binatang dengan sekitar 130 jenis satwa, jumlah total ada 1.000 ekor satwa,” kata Mas Agung Sartiko, Guest Relation Officer Jatim Park II.

Badak putih di Jatim Park II, Batu Secret Zoo. Foto: VIVA.co.id/Dyah Ayu Pitaloka

Lebaran tahun ini, ada dua koleksi baru yang ada di dalam kandang kebun binatang Batu Secret Zoo, yakni badak putih asal Afrika (Seratotherium simum), pindahan dari kebun binatang Singapura serta Tapir, satwa endemik Jawa dan Sumatera.

“Pengunjung sekarang bisa ikut memberi makan badak putih langsung, atau menunggang gajah,” kata dia.
 
Selain melihat aneka satwa, di dalam Batu Secret Zoo terdapat pula sekitar 43 wahana permainan. Dua di antaranya wahana yang memicu adrenalin, yaitu Tsunami dan Octopus. Ada pula pertunjukan singa laut, yang bisa dinikmati terjadwal setiap pukul 12:00, 14:00, dan 16:00 WIB.

Semua wahana dan pertunjukan itu bisa dinikmati dengan tiket yang dibanderol seharga Rp105 ribu per orang, sejak loket buka pukul 10:00 pagi hingga tutup, pukul 17:00 petang.

“Harga tiket 13 Juli sampai 26 Juli ikut harga high season. Setelah itu tiket berlaku normal, Rp75 ribu untuk Senin sampai Kamis, dan Rp105 ribu di akhir pekan,” ucap Mas Agung.
 

Masjid Tiban Turen
Jalan Wahid Hasyim, Gang Anggur, Desa Sananrejo, Kecamatan Turen

Jika mengarah ke Malang Selatan, tak ada salahnya mengintip Masjid Tiban di Turen. Masjid dan pondok pesantren Salafiyah dengan nama Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah (Biba’a Fadlrah) itu banyak dikenal sebagai masjid tiban.

Konon, masjid itu berdiri hanya dalam satu malam. Proses pembangunan pun tak pernah berhenti di masjid yang menjulang dengan jumlah lantai sebanyak 10 lantai, dan berdiri di atas lahan seluas 2,5 hekatre itu.
 
Meskipun anggapan itu dibantah oleh juru bicara masjid, masjid berwarna biru itu tetap unik. Di sana, pengunjung tidak hanya salat, tetapi juga bisa menikmati aneka wahana seperti kebun binatang mini, swalayan aneka barang, foodcourt, bahkan menginap di kamar khusus yang disediakan bagi pasangan pengantin yang ingin memiliki momongan baru atau sedang berbulan madu.

Pos penjagaan pertama di Masjid Tiban, Turen, Malang. Foto: VIVA.co.id/Dyah Ayu Pitaloka

“Lebaran ini ada yang baru, kubah raksasa kami sudah terpasang, jembatan penghubung lantai 5 ke 7 juga sudah jadi dan ada tambahan dua ruangan baru di lantai 7,” kata Iphoeng HD Purwanto, Humas Masjid Biba’a Fadlrah, kepada VIVA.co.id, belum lama ini.
 
Selama 10 hari menjelang Idul Fitri, Masjid akan kebanjiran sekitar 3.000 pengunjung yang ingin mencari Lailatul Qadar. Sekitar 1.000 diantaranya menginap di dalam masjid.

“Untuk buka dan sahur, pengurus masjid memasak dan Alhamdulilah bisa mencukupi pengunjung dan santri yang mondok," kata Iphoeng.

Namun, usai Lebaran, pengunjung bisa membeludak hingga 12 ribu per hari. Ketenaran masjid itu, menurut dia, sudah memancing banyak wisatawan asal negara tetangga seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura untuk datang.

Selain karena bentuknya yang unik, masjid tersebut dibangun tanpa menggunakan alat berat, dan dilakukan oleh santri pondok sendiri.

“Almarhum Kyai Romo (KH. Ahmad, pendiri pondok pesantren) berpesan, siapa pun boleh ikut beramal, walaupun hanya dengan tenaga mereka, ikut membangun masjid,” ucap Iphoeng.
 
Pengunjung pun tak akan bosan, sebab masjid tak kunjung berhenti membangun. Semua bagian masjid dibangun berdasarkan berbagai petunjuk yang dipercaya datang lewat mimpi pimpinan pondok pesantren semasa hidup.

“Pengunjung menyampaikan masalah ke almarhum Kyai Romo, beliau salat istikharoh, dan biasanya petunjuknya dengan membangun bagian masjid itu. Alhamdulilah, setelah membangun, masalah terselesaikan,” katanya. Tradisi yang sama saat ini dilanjutkan oleh istri almarhum Kyai Romo.
 
Untuk berkunjung ke masjid itu, pengunjung bisa datang kapan pun, dari pagi hingga malam. Tak ada retribusi khusus dalam bentuk tiket untuk masuk. Sebagai gantinya, pengunjung bisa membayar shodaqoh di loket administrasi dalam masjid.

Ada banyak tempat parkir yang lapang di sekitar masjid, dan penduduk setempat yang banyak berjualan aneka makanan khas Malang untuk oleh-oleh.

***

Wisata Kuliner

Jika sedang mudik di Malang, sasaran lain selain objek wisata, adalah berburu aneka kuliner yang memanjakan lidah dan perut. Malang punya segudang kuliner dengan cita rasa yang pantas untuk dijajal. Sebagian besar kuliner, disajikan dengan harga yang terjangkau, jika dibandingkan harga makanan di kota besar di Indonesia.

Berikut beberapa tempat kuliner baru yang bisa jadi referensi saat berlibur di Malang:

Inggil Museum Resto
Jalan Gajah Mada No.4

Dari namanya, selain menyajikan aneka masakan rumahan Malang, Inggil juga menyuguhkan koleksi dokumen, foto, dan data sejarah Malang. Pengunjung seolah diajak masuk ke gedung pertunjukan lawas Malang di era 1920an, di restoran Inggil.

“Itu gedung pertunjukan Tobong, terbuat dari bambu dan lazimnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Sekarang Tobong sudah tergantikan dengan gedung permanen dengan aneka material pabrik yang membanjiri pasar,” kata Dwi Cahyono, pemilik Inggil Museum Resto.

Dwi mengaku mendapatkan Tobong dari pemilik lamanya, pemain ludruk keliling Siswo Budoyo. Tobong itu lantas didirikan di Inggil, lengkap dengan tali simpul yang mengikat pertemuan antara bambu satu dengan yang lain untuk membentuk atap dan dindingnya.

Di ujung Tobong, ada pentas yang setiap malam menyuguhkan aneka pertunjukan, mulai dari aneka tari tradisional Malangan, live music keroncong dan karawitan, sejak pukul 19:00 WIB hingga pukul 22:00 WIB.

Hidangan pecel terong di Inggil Museum Resto. Foto: VIVA.co.id/Dyah Ayu Pitaloka

Soal menu makanannya, Inggil punya menu andalan, yaitu pecel terong. Makanan itu, menurut sejarahnya, banyak dimakan pejuang Malang saat berperang melawan Belanda.

Terong yang mudah didapat dengan gratis lantaran tumbuh di pekarangan rumah, sempat dikabarkan sebagai makanan tak bergizi oleh Belanda, untuk melemahkan kondisi tubuh pejuang. Di tangan ibu rumah tangga Malang, terong disulap menjadi pecel yang lezat dan penuh gizi,

“Ini resep warisan dari ibu saya. Pecel terong tidak menyebabkan kolesterol karena tidak pakai kacang,” katanya.

Pecel terong menggunakan kemiri, yang dimatangkan dengan asap. Proses membuat bumbu pecel ini, menurut Dwi, harus diolah hingga dua hari lamanya. Proses yang rumit bisa jadi terbayar dengan cita rasa pecel terong yang gurih sekaligus pedas. Pecel terong Inggil disajikan langsung diatas cobek dari kayu, dengan terong, kemangi, ayam atau telur.

Selain pecel terong, aneka masakan rumahan lain juga bisa dipilih di Inggil. Ada aneka botok, pepes, nasi jagung, mendol, dan aneka minuman jamu tradisional seperti beras kencur, kunir dan asem yang menyegarkan dan sehat.

Inggil Museum Resto tutup pada saat Lebaran dan hari pertama setelah Lebaran. Setalah itu, restoran yang menempati rumah lawas buatan tahun 1928 itu buka setiap hari dari pukul 10 pagi hingga pukul 22:00 malam.

Malang Strudel
Jalan Raya Ardi Mulyo No. 14, Singosari

Selain makanan berat, Malang juga menyuguhkan aneka kudapan untuk buah tangan. Ada banyak pusat oleh baru bermunculan setiap tahun. Salah satunya adalah Malang Strudel, toko oleh-oleh milik artis ibu kota, Teuku Wisnu.

Di Malang, ada dua outlet Malang Strudel, yaitu di Jalan Soekarno Hatta 2 di Kecamatan Blimbing, Kota Malang dan di Jalan Ardimulyo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang.

“Strudel ini, kue khas Austria dengan isian apel. Karena Malang punya stok buah apel yang melimpah, jadi kami bikin Malang Strudel ini," kata Farisal Dony, Marketing Malang Strudel.

Strudel kurma dan stroberi di Malang Strudel. Foto: VIVA.co.id/Dyah Ayu Pitaloka

Strudel sepintas menyerupai pia, namun dengan bentuk yang panjang dan isian aneka buah segar yang dihaluskan. Saat ini, ada aneka macam rasa, mulai dari apel, pisang cokelat, keju, jeruk, dan ada juga strudel kurma untuk edisi Ramadhan. Semua harga strudel dipatok sama, sebesar Rp45 ribu.

Jika dinilai dari lamanya masa kedaluwarsa, kue ini cocok untuk buah tangan, sebab di luar lemari es, strudel bisa bertahan hingga empat hari. Namun, bila disimpan di dalam kulkas, strudel bisa tahan hingga satu minggu lamanya.

Kotak pembungkus strudel juga cukup menarik dan apik untuk buah tangan. Selama Lebaran, dua cabang Malang Strudel tetap beroperasi sejak pukul 07:00 pagi hingga pukul 22:00 malam. Ada jasa hantaran dengan tarif mulai dari Rp10 ribu tergantung dari jarak pemesan dengan outlet.

“Jika tak lebih 3 km dari outlet, hantaran bisa dilakukan gratis,” kata Farisal. (art)