Pasar Santa, Pasar untuk Semua
- VIVA.co.id/Tasya Paramitha
VIVA.co.id - Asap masakan dengan aroma yang menggoda mengepul di sana-sini. Wangi bakmi, siomai, burrito, hot dog, pasta, daging panggang Korea, taco, atau burger, saling meningkahi. Harum kopi juga semerbak dari sejumlah kedai.
Canda-tawa pengunjung meningkahi suasana. Meski panas, tak ada pendingin udara, mereka menyesap kopi macchiato panas yang disajikan. Ada juga yang menjilati es krim ala Singapura; es krim yang dijepit sebilah roti tawar. Ada pula yang sekadar melirik-lirik ke kios-kios yang menjual pakaian bekas pakai hingga vinyl atau piringan hitam.
Inilah Pasar Santa di Jalan Cipaku, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sejak pertengahan 2014 lalu, lantai dua (atau resminya dinamakan Lantai 1) Pasar Santa ini menjadi pusat tongkrongan baru anak-anak muda. Pasar yang sebelumnya identik dikunjungi ibu-ibu yang berbelanja kebutuhan pokok dan sayur-mayur, kini ramai didatangi orang dari segala jenis kelamin dan usia, dari beragam kelas sosial bahkan kebangsaan.
Keramaian ini dimulai sejak Juni 2014, saat beberapa kios di lantai dua mulai disewa dan diisi komunitas pencinta kopi dan para pelaku usaha kreatif.
"Mulai ramai dari sebelum Lebaran (2014),” kata Hamzah, pemilik kios jus, ditemui awal Maret 2015 ini. Dari cuma 60 kios yang terisi di lantai 2 pasar di bilangan Jakarta Selatan itu, usai Lebaran sudah 300 kios yang terisi. Kini, tak satu pun kios di Lantai 2 yang tak tersewa.
Deretan kios di Pasar Santa, Kebayoran Baru, Jakarta. Foto: VIVA.co.id/Tasya Paramitha
Kios umumnya disewa anak-anak muda yang ingin memulai bisnis. Murah, hanya beberapa juta rupiah setahun. Menurut Hamzah, harga sewa kios berukuran 2 x 2 meter hanya berkisar antara Rp3-3,5 juta per tahun.
Hamzah antara sedih dan gembira dengan keadaan ini. Dia ikut mengalami mati suri Pasar Santa, delapan tahun membuka usaha dengan keramaian yang begitu-begitu saja. Menurut Hamzah, reputasi Pasar Santa kalah dengan mal-mal, hipermarket atau supermarket yang ada di kawasan Jakarta Selatan.
Kini pandangan itu berubah. Tanpa pendingin ruangan atau pun eskalator, pasar pun bisa ramai. "Yang ke sini adalah orang-orang yang sudah mulai bosan dengan mal. Mereka ingin merokok, susah di mal. Pakai pakaian sembarangan nggak bisa. Pakai sandal jepit nggak bisa. Di sini bebas. Tapi kalau ke sini siap-siap untuk kepanasan. Ya, namanya juga ke pasar," ujar Hamzah sambil tersenyum.
Sang Pelopor
Tren Kongko di Pasar Santa ini tak terlepas dari peran A Bunch of Caffeine Dealers (ABCD) School of Coffee. Kios ini salah satu yang pertama buka di area food court, lantai paling atas, Januari 2013.
Sang pemilik, Venerdi Handojo, mengatakan bahwa Januari 2013 itu, ia mencari tempat latihan para barista untuk belajar membuat kopi.
"Kita memang butuh tempat workshop, sehingga waktu menemukan tempat ini di pusat kota, sewanya murah terus sepi, jadi malah senang. Buat sekolah dan belajar jadi enak. Nyaman dan bersih," kata pria yang biasa disapa Ve itu saat ditemui akhir Februari lalu.
ABCD Coffee dijadikan school of coffee yang menjadi tempat hangout para barista atau tempat melatih barista. Selain meladeni yang belajar kopi, banyak pula konsumen yang lantas ingin belajar seluk beluk perihal kopi. Mereka lalu membuka kesempatan bagi para penikmat kopi untuk datang dan ikut berdialog dengan para barista.
Ve yang berprofesi sebagai penulis itu juga mengungkapkan bahwa sejak awal melihat kios di sana, ia sudah meramalkan Pasar Santa akan menjadi ramai. "Bukan karena kitanya (ABCD Coffee), tapi nggak ada alasan Pasar Santa nggak ramai. Lokasi enak, biaya sewa affordable, bersih dan nggak ada preman. Kenapa nggak ramai? Kenapa sepi selama 7 tahun? Cuma satu permasalahannya, karena nggak ada yang mengasih tahu," ujar Ve.
Sejak Juni 2014 lalu, Ve mengatakan, ABCD Coffee memiliki program yang dinamakan #ngopidipasar. Ini merupakan acara ngopi yang diumumkan lewat akun media sosial Instagram mereka, @abcd_coffee. Di acara itulah Ve menawarkan orang-orang yang datang untuk melihat-lihat Pasar Santa.
Sejumlah pengunjung mengantre di sebuah kedai di Pasar Santa, Jakarta. Foto: VIVA.co.id/Tasya Paramitha
"Waktu itu sepi. Kita suruh orang keliling lihat-lihat," ucap salah satu penulis naskah film layar lebar Rectoverso itu.
Seperti efek domino, satu-satu kios yang kosong itu pun disewa. Jika Juni cuma ada tiga kios yang buka di lantai dua, di bulan Juli, semua kios sudah penuh disewa. Setelah Lebaran, mulai muncul penyewa-penyewa baru hingga ramai seperti saat ini.
"Jadi memang banyak orang yang datang tujuannya cuma ngopi, pas tahu kosong dan harganya murah mereka langsung ke kantor development untuk menyewa. Kalau ramai, pedagang yang di bawah kan juga pasti happy karena makin banyak traffic," ujar dia.
Selain tenant-tenant baru yang menawarkan berbagai dagangan unik kepada para pengunjung pasar, sejumlah acara juga selalu digelar tiap akhir pekan untuk menarik lebih banyak pengunjung. Acara musik, seni budaya hingga pertunjukan balet diselenggarakan di lantai dasar pasar yang kini telah menjadi semacam ruang kreatif bagi berbagai komunitas seni di Jakarta.
Petualangan Kuliner
Kini Pasar Santa selalu ramai dikunjungi orang. Sabtu atau Minggu, pengunjung bisa membeludak seperti laiknya Pasar Tanah Abang di kala menjelang Lebaran.
Jika sudah sore, tempat parkir di pelataran pasar pun selalu dipenuhi kendaraan pribadi. Lantai dua atau food court pasar menjadi tempat yang paling ramai. Di sanalah kios-kios khas anak muda berdiri, mulai dari kedai kopi, kios makanan, kios yang menjual pakaian distro, barber shop hingga kios yang menjual vinyl atau piringan hitam.
Semakin malam, pengunjung tampak enggan untuk meninggalkan tempat ini. Justru semakin banyak yang berdatangan. Ada karyawan yang baru pulang kerja dengan pakaian rapi, ada pula anak-anak muda yang bergaya santai hanya dengan celana pendek dan sandal jepit.
Petualangan kulinerlah yang menjadi daya tarik Pasar Modern Santa ini. Gaungnya makin kuat karena dipromosikan dengan kekuatan media sosial seperti Twitter, Facebook, dan Instagram.
Salah satu yang patut dicicipi ialah kebab daging di kios Kebab & Co. Kebab homemade ini seluruh bahannya dibuat sendiri oleh sang pemilik. Cita rasanya tak kalah dengan kebab-kebab lain, dilengkapi daun ketumbar yang memberikan sensasi unik.
Tepat di depan tangga utama ketika baru menapak di lantai dua ini, ada kios bernama DOG. Perlu antre untuk bisa menikmati sajian hot dog yaitu roti isi sosis dengan siraman berbagai saus lezat ini. Uniknya adalah hot dog yang ditawarkan dibuat menggunakan roti berwarna hitam pekat. Warna tersebut diperoleh dari wijen hitam yang digunakan sebagai bahan pembuat rotinya.
Ada pula kios bernama Papricano, kantin ala Meksiko yang menawarkan sederet kuliner khas negeri topi sombrero seperti burrito, taco, quesadilla, taquito, dan nacho. Kios yang didesain menarik dengan gambar motif warna-warni dan ornamen khas Meksiko ini terletak agak tersembunyi di samping pasar.
Beralih ke Asia, kuliner negeri yang terkenal dengan industri K-Pop pun tersedia di sini. Ialah Bbo Bbo Kogi, kios yang menjual sejumlah hidangan daging barbekyu khas Korea yaitu striploin, bulgogi, chadol baki, dan lidah sapi. Tak kalah dengan restoran mewah Korea, di sini pengunjung juga dapat memasak daging sendiri menggunakan panggangan khusus dan menikmatinya bersama kimchi.
Ada beberapa kios yang menawarkan hidangan berbahan dasar tepung dan daging gurita asal Jepang. Harganya pun sangat terjangkau yaitu Rp15 ribu untuk takoyaki dan Rp30 ribu untuk okonomiyaki. Walaupun terbilang murah, namun topping yang digunakan begitu banyak mulai dari mayones hingga katsuboshi atau daging ikan cakalang kering.
Suasana salah salah satu kedai makanan di Pasar Santa, Jakarta. Foto: VIVA.co.id/Tasya Paramitha
Tapi jangan salah, kios yang menjajakan kuliner lokal pun menjamur seperti lauk pauk khas warung nasi, jajanan pasar, mi ayam hingga nasi khas Bali. Kuliner lokal yang cukup populer di sini ialah kreasi ketan yang disajikan dengan serundeng manis, kuah duren, atau kelapa susu wijen yang dijual dengan harga mulai dari Rp5.000.
Penggemar hidangan penutup juga dijamin akan meneteskan air liur ketika berkunjung ke sini. Mulai dari waffle, crème brûlée, es krim hingga es cendol durian akan memuaskan selera makan Anda.
"Sejak pertama kali ke sini sudah jatuh hati. Di sini mau mencari apapun pasti ada," ujar Ardi, pegunjung Pasar Santa.
Ia mengaku telah beberapa kali berkunjung ke daerah Santa bersama teman-temannya. Meski begitu, ia baru berkunjung sejak Pasar Santa sejak ramai diberitakan di media.
"Ke sini pasti untuk makan, ngopi dan nongkrong bareng teman. Sudah bosan juga ke mal soalnya," kata Ardi.
Kios-kios makanan umumnya tutup pada hari Senin dan Selasa karena akhir pekan selalu ramai pengunjung. Untuk jam bukanya berbeda tiap kios.
Dilema
Hukum besi kapitalisme pun bekerja. Keramaian Pasar Santa mengundang sejumlah pemain kuat datang untuk menyewa kios di pasar yang cuma tiga lantai ini.
Zonasi lantai mulai terganggu. Zonasi resmi adalah lantai bawah tanah untuk pedagang kebutuhan pokok, daging dan sayur. Lantai dasar atau tengah, untuk pedagang kelontong. Di atasnya, lantai 1 atau kadang disebut lantai 2, untuk pusat makanan.
Namun, sejak awal 2015, sejumlah kios makanan baru muncul di lantai bawah tanah dan dasar. Maklum, lantai yang untuk food court sudah penuh. Kios-kios pedagang sayur pun beralih fungsi menjadi kios makanan. Harga sewa pun membubung naik, lebih dari 100 persen. Para pedagang sayur dan kebutuhan pokok kesulitan membayar nilai sewa yang melonjak tinggi.
“Sewa saya akan dinaikkan dari Rp10 juta menjadi Rp25 juta. Bayangkan, naiknya 100 persen lebih. Saya ini pedagang kecil, kenaikan segitu saya tak sanggup,” kata salah seorang pedagang sayur, Jumat 18 Februari 2015.
17 Februari lalu, sebuah petisi pun dilancarkan di situs Change.org, mendesak pemerintah melindungi para pedagang lama. Petisi “Lindungi Pasar Santa” ini mendesak PD Pasar Jaya untuk mengambil alih kios dan menyewakannya secara wajar kepada pedagang lama.
Dan gerakan ini bukan dimotori para pedagang lama. Anak-anak muda di lantai dua ini juga yang menggalang gerakan bertanda pagar #SustainableSanta, sebuah gerakan untuk tidak takluk pada hukum besi kapitalisme. Sebuah gerakan Pasar Santa untuk semua, tanpa mengalahkan pedagang lama yang tak kuasa bersaing dengan pedagang baru yang bisa membayar lebih besar. Semoga. [aba]