Pasar 45, Saksi Sejarah Manado
- VIVA.co.id/Agustinus Hari
VIVA.co.id - Bukan tanpa alasan jika China ingin menghidupkan kembali Jalur Sutra. Ini jaringan rute perdagangan di benua Asia yang dirintis Dinasti Han pada 206 Sebelum Masehi - 220 Masehi, menghubungkan para pedagang dari seluruh dunia.
Aktivitas perdagangan tercatat dalam sejarah, berperan penting dalam perkembangan kebudayaan manusia. Interaksi sosial menyertai perdagangan, menghasilkan pertukaran dan asimilasi budaya, juga berkembangnya pengetahuan.
Pertemuan antar manusia melalui perdagangan, dalam prosesnya mendorong munculnya pusat-pusat perdagangan, yang perlahan terbentuk menjadi kota. Proses itu juga yang melahirkan Manado, kota paling utara di Sulawesi.
Pasar 45 adalah titik nol kota Manado, merujuk pada sejarahnya sebagai pusat dari wilayah pertama hunian manusia. Ini terjadi pada 1600-an ketika masyarakat asli Minahasa mulai menempati daratan di teluk Manado.
Hingga sekitar 1830-an, wilayah yang dihuni hanya terpusat di sekitar pelabuhan dan Pasar 45. Dulu dikenal dengan sebutan 'bendar' atau 'bandar' yang merujuk pada pasar di pelabuhan.
Bendar tidak hanya menjadi tempat pertemuan pedagang dari wilayah sekitar Sulawesi, tapi juga pedagang dunia dari China, Arab dan Eropa. Seiring waktu, perubahan terjadi di lokasi yang menjadi saksi sejarah Kota Manado itu.
Suasana di salah satu sudut Pasar 45 di Manado. Foto: VIVA.co.id/Agustinus Hari
PKL Menjamur
Kamis pagi, 12 Maret 2015, Pasar 45 masih tampak lengang dengan hanya beberapa penyapu jalan, yang sudah terlihat sibuk membersihkan sampah. Baru pukul 08.00 biasanya para pemilik toko mulai bersiap diri.
"Saya rutin membeli pakaian di sini. Sudah 10 tahun langganan, karena harganya lebih murah daripada di mal," kata Selfi Makaminang, yang membeli pakaian untuk dijualnya kembali di Kabupaten Talaud.
Hingga akhir 80an, ketika mencapai puncak popularitasnya, Pasar 45 masih tampak seperti layaknya pasar tradisional. Lengkap dengan para pedagang hasil bumi dan laut yang berasal dari sekitar Manado.
Kini pasar tradisional sudah berganti dengan kios-kios pakaian serta berbagai produk lain. Sayangnya bukan hanya ada jejeran kios tertata rapih, sebaliknya kerumunan pedagang kaki lima (PKL), yang mulai menjamur sejak 90an.
Pada 2006 pernah dilakukan penertiban PKL oleh wali kota saat itu, Jimmy Rimba Rogi. Sayangnya, PKL memang dikenal punya determinasi tinggi, untuk terus kembali setiap kali mereka dibersihkan.
Jika terbiasa dengan kesemrawutan Pasar Tanah Abang di Jakarta, Anda mungkin akan jadi lebih mudah beradaptasi dengan situasi di Bendar. Selain kerumunan PKL, Bendar juga padat dengan angkutan umum.
Pengembangan Pasar
Hampir semua angkutan umum di kota Manado akan melewati Terminal Pasar 45, yang merupakan jalur utama bagi para pelancong untuk menuju Pulau Bunaken menggunakan transportasi umum.
Untuk menuju Taman Nasional Bunaken, salah satu yang membuat kota Manado masuk dalam 10 besar tujuan wisata terpopuler di Asia Tenggara, dapat menggunakan kapal dari pelabuhan yang berjarak hanya puluhan meter dari Pasar 45.
Sebelum ke Bunaken, para pelancong pun sudah bisa menikmati indahnya pantai Manado di sepanjang Jalan Piere Tendean, antara Pasar 45 ke pelabuhan. yang saat ini juga dikenal dengan sebutan Manado Boulevard.
Reklamasi pantai selama 10 tahun dan selesai pada 1993, dilanjutkan dengan proyek pembangunan pusat-pusat perbelanjaan modern serta hotel berbintang, membuat Pasar 45 dan sekitarnya menjadi pusat keramaian.
Ada beberapa jaringan hotel internasional di sekitar Pasar 45, yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki, memudahkan para pelancong yang ingin mengecap berbagai makanan khas Manado, yang bukan hanya lezat tapi juga unik.
Sesuai fungsinya, tentu saja Pasar 45 juga menjadi pusat jajanan yang wajib didatangi untuk wisata kuliner. Walau sejak hadirnya mal-mal modern, ketenaran Pasar 45 sudah tergerus, terutama di kalangan orang muda.
Kuliner Manado
Banyak makanan khas Manado dapat ditemui di Pasar 45. Tinutuan hanya salah satunya, makanan khas yang sangat populer dan oleh kebanyakan orang disebut sebagai bubur Manado.
Namun sebagai kota pantai, tentu saja Manado sangat kaya dengan makanan laut. Mau digoreng, bakar atau pakai kuah, semuanya punya rasa memikat. Satu yang harus dicoba adalah ikan Tude bakar, yang disajikan lengkap dengan dabu-dabu.
Cara masak yang khas di Manado adalah dengan dibakar, yang butuh kesabaran untuk menunggu hasilnya. Sebab tehnik membakarnya yang memang membutuhkan waktu.
Pembakaran menggunakan sabut kelapa, yang membuat ikan matang secara merata serta tidak hangus. Mau yang tidak biasa, maka coba Paniki atau kelelawar.
Di Pasar 45 hingga Boulevard yang merupakan kawasan wisata pantai, terdapat banyak penjual makanan, yang sayang rasanya jika tidak didatangi saat berada di Manado.
Bayangkan puncak kenikmatannya, menyantap masakan khas yang lezat sambil menatap Gunung Manado Tua, ditemani alunan suara ombak dan hembusan angin pantai.
Tapi kalau lidah Anda belum siap, tetap ada banyak pilihan makanan nusantara. Gado-gado, nasi goreng dan rendang, bisa di temui di Pasar 45. Selain makanan, juga terdapat kue dan minuman khas seperti gohu dan es kacang merah.
Untuk smokol, atau sarapan, nasi kuning khas Manado yang biasanya dibungkus dengan daun woka, adalah yang paling banyak dicari selain tinutuan. Tapi nasi kuning yang populer, lokasinya ada di luar Pasar 45.
Berbeda dengan di Jawa, nasi kuning Manado dimasak tidak dengan daun salam tapi daun pandan. Begitu juga lauk yang jadi pelengkapnya bukan irisan tempe, melainkan ikan cakalang dan daging sapi atau abon.
Salah satu rumah makan nasi kuning terkenal di Manado ada di Jalan Diponegoro, yaitu Nasi Kuning Saroja yang telah didirikan sejak 1970an oleh pasangan Abubakar dan Salma Simen.
Nama rumah makan itu sebenarnya merujuk pada nama anak-anak pasangan itu, yaitu Salma, Saidah, Rafiah dan Jafar, yang disingkat menjadi Saraja. Lalu dipadukan dengan lagu favorit Abubakar yang berjudul Seroja.
Tempat makan nasi kuning populer lainnya ada di Kampung Kodo atau Jalan Lawangirung. Uniknya, walau warung makan tertua di Manado yang buka sampai larut malam, namanya tetap Selamat Pagi.
Pada masa penjajahan Jepang, Selamat Pagi yang dirintis oleh Ahmad Sanusi ada di Pasar 45, kemudian dipindah ke Kampung Kodo pada 1974, saat usaha dilanjutkan oleh Jaber Hamadi, putra Sanusi.
Suasana di salah satu sudut Pasar 45 di Manado. Foto: VIVA.co.id/Agustinus Hari
Rumah Kopi
Soal kumpul-kumpul orang Manado ahlinya, dan tidak pas rasanya jika kumpul tidak di rumah kopi. Ada beberapa rumah kopi yang berada di dalam kompleks Pasar 45.
Rumah kopi Bintang Wajang ada dalam kawasan pecinan di Pasar 45, tidak jauh dari klenteng Ban Hing Kiong. Selain kopi, tersedia juga jenis minuman lain, juga kue dan jajanan seperti mie.
Sementara tempat yang paling banyak dikunjungi adalah Jalan Roda atau Jarod, di mana terdapat beberapa rumah kopi yang menjadi tempat kumpul warga Manado dari berbagai latar belakang.
Bukan hanya untuk berbincang dengan rekan, tapi kesepakatan bisnis pun kerap dicapai dalam rumah kopi yang ada di Jarod. Lebih dari bisnis, banyak keputusan politik dibuat di Jarod.
Maka jangan heran kalau Jarod punya julukan DPRD Tingkat III. Seorang pemilik rumah kopi di Jarod, Agus Ointoe, menyebut bukan hanya politisi lokal yang kumpul di situ, tapi juga politikus nasional.
Agus pun menyebut sejumlah nama seperti Wiranto, Yusril Ihza Mahendra, Hazim Muzadi, Yenny Wahid, hingga selebriti seperti Iwan Fals. Keunikan rumah kopi di Jarod adalah kopi setengah.
Maksudnya bukan setengah kopi setengah teh, tapi boleh pesan setengah. Jadi kalau segelas kopi harganya Rp 5.000, maka Anda bisa memesan dengan porsi setengah harga atau Rp 2.500.
Wisata Kota
Pasar 45 sebagai saksi sejarah tumbuh kembangnya kota Manado, juga merupakan tujuan wisata kota, dengan keberadaan beberapa bangunan tua yang menandai perkembangan dari masa ke masa.
Usia kota Manado yang sudah hampir 392 tahun, pada 14 Juli mendatang, sangat terasa saat berada di kawasan kota tua, yang menyimpan berbagai model arsitektur, baik dari Eropa maupun Asia.
Ada empat klenteng di Pasar 45, yaitu Ban Hing Kiong, Kwan Kong, Altar Agung dan Kwan Im Tong yang lokasinya berdekatan. Sehingga Pasar 45 akan tampil semarak setiap perayaan Tahun Baru Imlek.
Terdapat sejumlah ornamen khas di Pasar 45, yaitu Zero Point, Tugu Batalyon Worang, serta Tugu dan Patung Dotu Lolong Lasut sang pendiri kota Manado. Tidak tertinggal adalah Taman Kesatuan Bangsa (TKB).
Selain patung Dotuu Lolong Lasut, juga ada kolam besar berikut air mancur di tengah TKB, yang sejak awal 2015 telah kembali dioperasikan oleh pemerintah kota Manado.
Selain Bendar, Pasar 45 juga kerap disebut pagar besi, merujuk pagar yang mengelilingi TKB pada masa lalu. Sejak lama TKB dikenal sebagai pusat seni budaya, dengan menjadi lokasi berbagai kegiatan seni. (ren)