Renyahnya Bisnis dari Sepotong Ayam
- VIVAnews/Rimba Laut
VIVAnews - Hari menjelang malam. Namun, jalan kecil itu masih ramai orang lalu lalang. Sejumlah pengendara motor juga hilir mudik.
Di salah satu ruas jalan, sebagian orang berhenti. Persis di depan gerobak berukuran sekitar 120 cm x 50 cm. Warnanya tampak mencolok, dengan kombinasi merah, kuning, dan hijau.
Pada sisi dalam gerobak berkaca itu, beberapa potong ayam goreng tepung tersaji. Seorang pedagang yang berpakaian mirip koki, tampak sibuk melayani pembeli.
Ya, gerobak itu adalah bagian dari outlet Sabana Fried Chicken yang Berlokasi di Kelurahan Jatimakmur, Pondok Gede, Bekasi.
Munculnya usaha ayam goreng tepung itu berawal dari keprihatinan menyaksikan maraknya makanan "ayam tiren" (ayam mati kemaren). Upaya untuk membuka bisnis makanan dengan tingkat kehalalan yang jelas pun dijalani. Dari sebuah niat baik tersebut, mulai Agustus 2006, M. Syamsalis merintis usahanya dengan nama Sabana Fried Chicken tersebut.
Ketertarikan memilih usaha ini pun semakin bertambah, ketika melihat para ibu rumah tangga yang tidak memiliki pilihan dalam membeli ayam, baik di pasar atau tukang sayur keliling. Biasanya, mereka mengeluhkan tidak mendapatkan kepastian akan kebersihan, kesehatan dan kehalalannya.
Dari situ muncul ide untuk menyediakan ayam yang memenuhi syarat bersih, sehat, dan melalui proses yang halal. Namun, seiring berjalannya waktu, usahanya terus berkembang.
Tidak lagi hanya menyediakan ayam, tetapi juga dalam bentuk ayam olahan. Yaitu, ayam yang sudah dilengkapi dengan tepung terigu berbumbu dan tinggal menggoreng.
Sabana pun mengklaim bahwa ayam yang dijual merupakan khas Indonesia. Rasanya juga diklaim dapat meresap ke dalam daging ayamnya.
Hingga saat ini, jumlah outlet dari Sabana Fried Chicken sudah mencapai 1.500 di Jabodetabek. Ditambah dengan lima outlet yang ada di Bali. Kota lainnya, antara lain di Bandung, Solo, dan Surabaya, sedangkan di Sumatera, ada di Lampung dan Jambi.
Kondisi ini diamini Nova Asrianti, asisten M Syamsalis saat ditemui VIVAnews di kantor Sabana Fried Chicken, Jatimakmur, Pondok Gede, Bekasi, Kamis 8 Januari 2015.
Menurut Nova, ayam merupakan salah satu kebutuhan utama yang digemari banyak orang, mulai anak-anak, remaja, dewasa, bahkan hingga orang tua.
"Tadinya bukan untuk dibisniskan, tetapi berjalannya waktu akhirnya terus dikembangkan menjadi lahan bisnis yang bisa menjadi tempat berkumpulnya orang sambil makan," ujar Nova.
Dia menjelaskan, seiring dengan banyaknya peminat, mendorong pertambahan jumlah pelanggan. Sabana, kata dia, selalu fokus pada konsistensi dalam menjaga kualitas dan harga ayam.
Modal Minim
Nova menjelaskan, saat pertama kali membuka usaha pada 2006, modal tidak terlalu banyak, sekitar Rp9 juta untuk satu outlet.
Saat ini, Nova menjelaskan bahwa untuk per outlet akan menghabiskan sekitar 10 hingga 60 ekor ayam dalam satu bulan. Dengan pendapatan bersih yang didapatkan sebesar Rp3 juta.
"Usaha ini dimitrakan, beda dengan franchise. Kalau kami biasa sebutnya sebagai business opportunity (BO). Artinya lebih kepada keterikatan kepada mitra," ujarnya.
Dia menyebutkan, usaha mitra ini sengaja dibuat supaya semua yang menjadi mitra punya rasa memiliki. Keuntungan yang didapatkan bertujuan untuk memberdayakan perekonomian masyarakat yang akan menjadikan masyarakat itu sebagai pengusahanya atau entrepreneur.
"Dengan demikian, setiap mitra bisa mengatur sistem manajemennya dari awal," jelasnya.
Untuk seseorang yang berlokasi di wilayah Jabodetabek dan ingin bermitra dengan Sabana Fried Chicken, Nova mengungkapkan, hanya membayar sebesar Rp16,5 juta. "Biaya itu, sudah bisa langsung dapat semua peralatannya, termasuk bahan baku awal. Calon mitra tinggal menyediakan karyawan dan lokasinya," tuturnya.
Calon mitra akan mengisi formulir terlebih dahulu. Kemudian, ada tim yang akan melakukan survei ke lokasi. Selain itu, kata dia, kalau memang sesuai akan disetujui menjadi mitra dan baru proses pembayaran.
Bagi usaha mitra, seperti Sabana Fried Chicken, penentuan lokasi memang sangat penting. Prinsipnya, pihak Sabana tidak ingin merugikan mitra yang sudah ada di lokasi tersebut.
Selain itu, Nova menegaskan, setiap karyawan di outlet-otletnya selalu mendapatkan pelatihan terlebih dahulu. Sumber daya manusia (SDM) yang ada dilatih tentang bagaimana supaya ayamnya crispy dan matang. Apabila ada mitra yang ingin pindah lokasi, harus lapor supaya menghindari penempatan yang sembarangan agar tidak menimbulkan masalah.
"Jangan sampai nanti sesama mitra Sabana bersaingan karena lokasinya yang terlalu berdekatan," tambahnya.
Pelanggan Bertambah
Sri Ambarwati, salah seorang mitra Sabana Fried Chicken kepada VIVAnews mengatakan, dia senang berjualan ayam ini karena selalu saja ada yang membeli. Bahkan, sejak 2006 hingga sekarang, pelanggannya terus bertambah dan jarang yang memberikan komplain.
"Beberapa hanya katakan, kenapa ayamnya agak pedas. Tetapi, ada juga yang minta supaya rasa ayamnya ditambah lebih pedas. Semuanya kami dengarkan karena masukan untuk lebih baik," tuturnya.
Namun, kebanyakan yang merasakan ayam Sabana, beda dengan lainnya karena lebih gurih dan renyah. Selain itu, pedagang tinggal menggoreng karena semua bahan sudah disediakan pihak Sabana sebagai induk mitra usaha ini.
"Alhamdulillah, penjualan saya terus meningkat. Rata-rata dalam sebulan bisa saya terima sekitar Rp4-5 juta. Kebetulan memang, lokasi dagangan saya di lingkungan perumahan dan pinggir jalan," terang Sri.
Daud Zairi, seorang konsumen mengutarakan alasannya membeli ayam Sabana."Biasanya, anak saya yang paling suka. Tapi, saya juga sering makan, rasanya enak, gurih pas digigit. Yah, pokoknya renyahlah ayamnya," ungkap dia saat membeli dua potong ayam.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Franchise Indonesia, Anang Sukandar kepada VIVAnews melalui sambungan telepon, Jumat 9 Januari 2015, mengungkapkan bahwa saat ini usaha business opportunity, seperti Sabana Fried Chicken memang lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan jenis waralaba atau franchise.
"Saya mau cari 75 bisnis waralaba saja susahnya setengah mati. Untuk lokal, harus diakui lebih banyak BO, karena memang untuk menjadikan suatu bisnis sebagai waralaba itu harus melalui delapan kriteria. Jadi, tidak mudah untuk menjadi waralaba," tuturnya.
Adapun kedelapan kriteria itu adalah usahanya harus terbukti sudah sukses. Selain itu, mempunyai keunikan, ada contohnya atau prototipe, dan sudah distandardisasi dan bisa distandardisasi.
Selain itu, kriteria lain adalah harus menguntungkan, mudah dipindahkan ke orang lain yang belum mengenal usaha tersebut, mempunyai basis konsumen, serta jasanya harus berada di tingkat kedua atau ketiga, yakni pertumbuhan atau pemapanan.
Terkait dengan usaha Sabana Fried Chicken, dia menyarankan, sebaiknya ada variasi terhadap menu yang disajikan. "Sabana sudah cukup lama, kalau bisa diarahkan menjadi waralaba. Tak menutup kemungkinan bisa menjadi besar, seperti KFC (Kentucky Fried Chicken)," ujar dia.
Tetapi, ke depannya, perlu ada variasi di bumbu, kemudian ada tambahan lalapan. "Bahkan, jangan ayam goreng tepung saja, tapi ada juga bentuk ayam kremes atau ayam bakarnya, sehingga bisa bertahan makin lama," tambahnya. (art)