BPJS Kesehatan dan Sederet Kartu Sakti
Jumat, 26 Desember 2014 - 21:07 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVAnews
- Angin segar di dunia kesehatan datang pada awal 2014. Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono menerapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang merupakan tahap awal dari implementasi UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
"Jaminan sosial nasional ini semuanya ditujukan untuk rakyat Indonesia, tidak terkecuali yang kita istimewakan, mereka yang sangat miskin, miskin dan rentan, yang jumlahnya 84,6 juta jiwa,” kata Yudhoyono saat itu.
Dengan sistem ini, peserta BPJS berhak mendapat pelayanan kesehatan dan pengobatan apa pun penyakit yang diderita. SBY mengklaim, hingga awalAgustus 2014, BPJS telah memberi jaminan kesehatan kepada lebih dari 126,4 juta penduduk.
Untuk program ini, pemerintah telah mengalokasikan Rp19,93 triliun di APBN 2014. Dana itu digunakan untuk membayar premi 86,4juta warga miskin dan kurang mampu.
Kartu Indonesia Sehat
Empat belas hari setelah duduk di Jalan Medan Merdeka Utara, Presiden Joko Widodo langsung mengeluarkan Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera. KIS berbeda dengan BPJS meski sama-sama memproteksi masyarakat saat sakit.
Kartu ini diperuntukkan bagi kalangan masyarakat yang tidak mampu. Berbeda dengan BPJS yang bersifat wajib bagi seluruh warga Indonesia dan warga asing yang tinggal di Indonesia.
Pendanaan KIS bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam bentuk subsidi, sedangkan dana BPJS bersumber dari iuran para peserta yang kemuadian dananya dikelola oleh lembaga atau badan bernama BPJS Kesehatan (dulunya PT Askes). Bagi warga miskin, iuran premi ditanggung pemerintah.
Baca Juga :
Sebagai pembeda yang lebih mudah, KIS dapat digunakan di mana saja, klinik, Puskesmas, dan rumah sakit di seluruh Indonesia. Sedangkan BPJS hanya di klinik, Puskesmas, dan Puskesmas yang ditunjuk pemerintah.
Karena bersifat subsidi, KIS tak hanya bisa digunakan sebagai pengobatan saja, tapi juga sebagai pencegahan. Tentu jika di BPJS, pencegahan penyakit tak bakal ditanggung.
Kartu Indonesia Pintar
Kartu Indonesia Pintar (KIP) juga diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan rentan miskin dengan menggratiskan biaya sekolah. KIP akan menyasar 24 juta siswa SD, SMP, SMA/SMK.
Jumlahnya ini jauh lebih banyak data Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang hanya 18 juta.
Berbeda dengan program BSM, cakupan KIP jauh lebih luas. Pendistribusian KIP tak hanya ditujukan bagi siswa yang masih mengenyam pendidikan dasar, tapi juga anak-anak yang putus sekolah. “Kartu ini juga menjangkau anak-anak yang berada di luar sekolah, seperti anak jalanan, dan anak putus sekolah, yatim piatu, dan difabel,” kata Menteri Pendidikan Dasar Menengah Anies Baswedan.
Yang menjadi pembeda KIP dengan BSM selanjutnya, adalah pengelolaannya. Meski sama-sama bersumber APBN, BSM berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan KIP di bawah Kementerian Sosial. Dana KIP diambil dari pos BSM dan besarannya bervariasi.
Untuk SD, dananya Rp450 ribu, SMP Rp750 ribu, dan SMA dan sederajat Rp1 juta. Pembagiannya pun dilakukan per tiga bulan sekali.
Kartu Keluarga Sejahtera
Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) tak lain adalah Kartu Perlindungan Sosial (KPS) pada era Susilo Bambang Yudhoyono. Pemegang KKS berhak menerima program perlindungan sosial sebesar Rp200 ribu per bulan tiap keluarga. Di program ini pemerintah menganggarkan Rp6,2 triliun.
Para KPS bisa menukarkan kartunya dengan KKS, KIP, KIS, serta kartu hand phone (sim card) yang berisi uang elektronik. Jika KPS hilang atau rusak, peserta bisa membawa identitas lain dan surat keterangan dari kepala desa/ lurah.
Sim card diaktifkan pada HP yang mereka miliki. Nomor telepon ini akan berfungsi sebagai nomor rekening penyaluran KKS. Warga bisa melihat penyaluran dana tersebut melalui aplikasi *141*6# dari ponsel mereka.
Secara bertahap, penerima KKS akan diperluas ke Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial(PMKS), warga yang tidak teregister, seperti anak jalanan, gelandangan, dan pengemis, serta para penghuni panti. (aba)