Terpikat Batu Mulia
- VIVAnews/Mustakim
VIVAnews - Hari masih pagi. Jam di tangan masih menunjuk angka delapan. Daun pintu sejumlah rumah di perkampungan padat penduduk ini masih tertutup rapat.
Namun tidak di rumah Ade Hermansyah (26). Rumah mungil yang terletak di Kampung Areman, Tugu, Cimanggis, Depok, Jawa Barat ini sudah terlihat riuh. Sejumlah orang tampak hilir mudik, keluar masuk rumah yang dijepit gang sempit ini.
Raungan mesin gerinda terdengar dari ruangan kecil di samping rumah pemuda yang ramah ini. Tak hanya itu, dari ruangan ini juga terdengar suara benda keras yang dipotong dengan mesin.
Suara itu berasal dari dua mesin pengolah batu. “Mesin ini merupakan hasil modifikasi saya sendiri,” ujar pria yang biasa disapa Kolay ini kepada VIVAnews, Selasa, 25 November 2014.
Mesin pengolah batu akik.
Mesin pengolah batu ini tampak sederhana, hanya satu perangkat untuk memotong batu. Sementara mesin satunya berfungsi menggosok dan menghaluskan batu yang sudah dibentuk.
Dua mesin ini hanya ditopang meja kecil yang terbuat dari kayu setinggi setengah meter. Di atas mesin yang berfungsi menghaluskan, terpasang lampu bohlam yang terus menyala saat Kolay bekerja.
Dua selang berukuran kecil terus mengalirkan air ke nampan plastik yang ada di bawah dua mesin ini. Air itu berasal dari dua botol plastic bekas air mineral berukuran satu liter yang digantung dan menempel di dinding.
”Mesin pemotong ini saya rangkai dari mesin pompa air bekas,” ujar Kolay menjelaskan. Sementara, mesin gosok yang berfungsi menghaluskan berasal dari mesin gerinda.
Selain dua mesin pengolah batu, tampak etalase berukuran 2m x 30cm di ruang kerja Kolay. Sejumlah batu akik berjejer dalam etalase kaca. Selain itu tampak deretan emban (ring cincin) dan bongkahan batu.
Persis di depan etalase ada meja kecil dan bangku panjang yang berfungsi sebagai ruang tunggu pelanggan. “Saya sudah dua tahun menekuni profesi ini,” ujar Kolay.
Ia memutuskan menjadi perajin batu akik sejak batu mulia ini booming dan banyak diminati.
Kolay tertarik menekuni bisnis ini karena keuntungannya menggiurkan. Menurut dia, keuntungan menjadi perajin dan bisnis batu akik bisa mencapai 90 persen.
Kolay menangkap peluang booming batu akik dengan memberikan jasa pengolahan batu. Ia mengolah batu dari bongkahan hingga jadi batu akik siap pakai.
Jasa yang Kolay berikan mulai dari memotong, membentuk hingga memoles batu akik menjadi bagus dan menarik. Tarif yang ia patok pun tak terlalu besar.
Untuk mengerjakan satu batu hingga menjadi akik dia hanya menarik ongkos Rp25 ribu. Harga itu untuk konsumen biasa. Kalau untuk pedagang dia hanya memasang tarif Rp20 ribu.
Selain memberikan jasa mengolah batu, Kolay juga menjual batu akik yang sudah jadi. Tak hanya itu. Ia juga menyediakan emban dan batu yang masih dalam bentuk bongkahan.
Dari jasa mengolah batu itu, Kolay bisa mengantongi uang Rp400 ribu dalam sehari. Jika ditambah keuntungan dari menjual batu dan emban bisa meraup Rp1 juta lebih dalam sehari.
“Modal awal saya membuka jasa pengolahan batu akik ini hanya Rp50 ribu,” ujarnya mengenang. Menurut dia, uang itu ia gunakan untuk membeli mesin pompa air bekas yang ia modifikasi menjadi mesin pemotong batu.
Hanya dalam waktu sebulan, uang Rp50 ribu itu berkembang pesat dan beranak pinak. Salah satunya, ia bisa membeli mesin gerinda untuk membentuk dan memoles batu juga membeli etalase sekaligus isinya.
Estetik Hingga Mistik
Kolay mengatakan, dalam sehari ia bisa mengolah sekitar 20 batu. Meski ia membuka ‘bengkel’ nya di rumah, di antara gang sempit, ‘workshop’ nya tak pernah sepi. Setiap hari banyak pelanggan yang datang untuk mengolah batu atau sekadar diskusi soal batu.
Pasalnya, selain sebagai bengkel batu, rumahnya juga menjadi tempat berkumpulnya para penyuka dan penggila batu. Ahmad Kosasih (67) misalnya.
Pensiunan PT Pertamina ini sudah ‘nongkrong’ di rumah Ade sejak pagi. Kosasih mengaku sering datang ke rumah Ade untuk mengolah batu akik yang ia koleksi.
Seperti pagi itu. Ia datang dengan membawa bongkahan batu yang sengaja dibawa dari Kalimantan.
Kakek delapan cucu ini mengaku sudah lama senang dengan batu akik, jauh sebelum batu mulia ini booming dan menjadi tren. “Saya seneng batu sejak usia masih 20 tahun,” ujar Kosasih saat ditemui VIVAnews, Selasa, 25 November 2014.
Menurut dia, ada pesona tersendiri dalam batu akik. Daya tarik itu mulai dari warna hingga aura, sehingga batu akik memiliki nilai tersendiri. Meski hobi, Kosasih tak percaya dengan mitos seputar batu akik.
Ia mengaku jatuh cinta kepada batu karena enak dilihat dan indah. “Jadi lebih karena alasan estetik bukan karena adanya unsur mistik.” Kosasih juga tak percaya dengan adanya unsur medis sdalam batu akik.
Namun, kesan berbeda disampaikan Dono Parsetyo (48). Mantan komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) ini mengaku percaya dengan unsur mistis dalam batu akik.
Ia mengatakan pernah mendapatkan batu akik berawal dari mimpi. Awalnya, ia bermimpi diberi batu oleh seseorang. Tak berselang lama, ia bertemu orang tersebut di alam nyata.
Dan orang itu memberikan cincin miliknya secara cuma-cuma. Menurut Dono, batu pemberian itu mampu mengusir ‘penunggu’ rumahnya.
Meski demikian, Dono mengaku ‘gila’ batu akik karena unsur estetik. Ia mengaku hobi batu sejak tahun 1994 lalu, saat bekerja Pontianak, Kalimantan Barat. Ia kepincut batu karena daerah ini memiliki batu yang bagus.
Kesukaan Dono itu juga dirangsang oleh orang tuanya, yang juga hobi koleksi batu. “Saya senang dengan batu karena merasa nyaman dan tenang. Menurut saya ada energi positif yang dipancarkan dari batu akik.” ujarnya saat ditemui VIVAnews di Depok, Selasa, 25 November 2014.
Selain hobi, ia mengoleksi batu karena alasan ekonomi. Menurut dia, batu bisa menjadi investasi. “Buat saya batu ini bisa menjadi investasi. Karena untuk embannya saya menggunakan emas,” ujarnya menambahkan.
Dono mengaku, ia berburu batu hingga ke Kendari, Sulawesi Tenggara. Saat ini koleksi batu akiknya ada sekitar 60 an buah.
Lahan Pekerjaan
Sama seperti Kosasih, Dono juga tidak melakukan jual beli batu akik. Meski demikian, ia menilai boomingnya batu akik merupakan sesuatu yang positif.
Sebab menurut dia, tren itu merangsang pemberdayaan potensi lokal untuk kepentingan ekonomi. Ia mengatakan, fenomena batu akik akan membuka lowongan kerja baru.
Penggila batu akik tak hanya berasal dari kalangan orang yang sudah berusia tua, namun juga anak muda. Andika Rizki (31) misalnya.
Karyawan bank ini mengaku ‘gila’ batu beberapa tahun terakhir. Awalnya ia diberi batu oleh temannya. Namun, lama kelamaan ia jadi suka dan menggemari batu akik yang selama ini identik dengan orang tua. Ia mengatakan, ada seni tersendiri dalam merawat batu.
Menurut Andika, merawat batu menimbulkan kepuasan tersendiri. “Koleksi saya ada sekitar 80 an batu yang sudah dalam bentuk cincin,” ujar ayah satu anak ini kepada VIVAnews saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu, 26 November 2014.
Sama seperti Dono, Andika juga percaya mitos yang terdapat dalam batu akik. Ia mengatakan, awalnya kasir bank ini tak percaya batu memiliki kekuatan magis.
Namun, belakangan ia percaya saat cincin pemberian kakeknya lenyap begitu saja. Padahal ia mengaku sudah menyimpannya dengan baik. “Menurut orang-orang, cincin itu pergi karena tak berjodoh dengan saya,” ujarnya.
Namun, berbeda dengan Kosasih dan Dono. Selain sebagai hobi, Andika juga memanfaatkan batu akik sebagai peluang bisnis. juga melakukan jual beli batu akik. “Menurut saya, selain sebagai hobi batu bisa jadi peluang bisnis dan investasi.”
Berawal dari Mitos
Demam batu akik terjadi dalam tiga tahun terakhir. Saat ini, batu akik tak hanya monopoli orang tua, namun juga digandrungi anak muda.
Orang ramai berburu dan menjajakan batu mulia ini. Batu akik dijajakan mulai dari ruang-ruang pameran dan etalase mewah hingga emperan di pinggir jalan.
Pengamat sosial Musni Umar mengatakan, tren batu akik ini merupakan fenomena musiman laiknya fenomena yang lain. Menurut dia, batu akik saat ini booming karena masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah masih percaya dengan mitos batu akik yang bisa membawa keberuntungan.
Mereka percaya, batu akik bisa membuat pemakainya kebal, bisa sebagai pengasihan dan sekian mitos yang lain. Ia mengatakan, batu akik menggila karena motif ekonomi.
Artinya, masyarakat banyak membeli dan menggunakan batu akik karena percaya benda tersebut akan membawa keberuntungan dan rejeki bagi yang menggunakan. Pengguna berharap mendapat pekerjaan, dibantu orang lain dan sejumlah harapan lain.
“Batu akik booming karena sebagian besar masyarakat yang menggunakan percaya mitos,” ujarnya kepada VIVAnews saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu, 26 November 2014.
Sosiolog ini menjelaskan, masyarakat menengah ke bawah yang tak memiliki pekerjaan tetap memiliki waktu lebih banyak untuk meriung dengan warga yang lain.
“Nah di situlah proses transfer informasi dan kepercayaan terhadap mitos batu akik terjadi,” ujarnya. Menurut dia, jika ada warga yang bercerita soal khasiat tertentu dari batu akik akan langsung didengar dan diterima oleh warga yang lain.
Proses itu terus terjadi dan melebar di masyarakat. Akibatnya, masyarakat banyak percaya dengan mitos batu akik dan mereka berlomba-lomba membeli dan memiliki batu akik.
Hal ini terjadi karena sebagian masyarakat menengah ke bawah dililit hidup yang semakin sulit. “Menurut saya, ini fenomena sosial dan motifnya murni karena alasan ekonomi,” ujarnya menambahkan.
Sementara, bagi masyarakat menengah ke atas, demam batu akik ini dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi. Bagi mereka, fenomena ini dianggap sebagai peluang ekonomi.
Jadi, fenomena boomingnya batu akik ada dua. Kalau masyarakat bawah melihatnya dari sisi mitos.
Sementara, masyarakat menengah ke atas melihatnya sebagai peluang ekonomi dan investasi. Selain itu, batu akik juga menjadi penanda status sosial.
Semakin mahal batu dan embannya, maka status sosial orang yang menggunakan akan semakin tinggi, laiknya perhiasan.
Namun, pendapat berbeda disampaikan Agustono Dwi Rahadi. Gemolog atau pakar penilai kualitas batu ini mengatakan, dulu memang banyak orang yang percaya dengan mitos batu akik.
Orang menggunakan batu akik dengan tujuan mendapatkan belas kasih orang lain atau untuk kesaktian. Namun, dalam tiga tahun terakhir ada pergeseran nilai.
Dari hal-hal yang berbau mistik sekarang mulai bergeser menjadi fashion. Karena saat ini baik orang tua maupun muda, laki-laki atau perempuan mengekspresikan dirinya dengan batu. “Ini yang belakangan membuat mengapa batu itu booming,” ujarnya kepada VIVAnews beberapa waktu lalu.
Kondisi ini dipercepat dengan perbincangan dan transaksi batu akik melalui online. Informasi seputar batu banyak diulas dengan baik di laman-laman perdagangan online atau blog.
Selain itu, hampir setiap bulan ada pameran tentang batu di seluruh Indonesia, terutama Jakarta. Menurut Agus, hal itu membuat orang hampir tiap bulan mendapatkan informasi dan edukasi mengenai batu akik.
Hal itu membuat masyarakat makin yakin, terutama dari sisi bisnis dan ekonomi, karena keuntungan bisnis batu ini sangat menggiurkan.
Ia mengatakan, batu akik mulai booming sejak tiga tahun terakhir. Namun, paling terasa trennya 1,5 tahun terakhir. Menurut Agus, salah satu pemicunya adalah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengenakan batu akik.
Namun, menurut dia SBY dan pejabat lain hanya menggunakan batu jenis tertentu. Menurutnya, yang paling berperan membuat batu menjadi booming adalah publikasi di dunia maya dan layar kaca.
Selain itu juga ada peran komunitas pecinta batu. “Faktor komunitas dan media. Selebritis, pejabat dan politikus hanya ikut mendongkrak,” ujarnya menambahkan.
Agus benar, komunitas penyuka batu akik memang menjamur bak cendawan di musim hujan. Di Depok, Jawa Barat, misalnya.
Di kota ini batu akik sudah merambah hingga remaja dan kalangan pelajar. Komunitas pecinta batu dan perajin batu mulia banyak dijumpai di tiap sudut kota hingga ke permukiman penduduk.
Pendiri Komunitas Depok Jaya Gems Lover's Martinus Cahyo mengatakan, anggota komunitasnya tak hanya kalangan pekerja, namun juga pelajar dan remaja.
"Komunitas ini baru dibentuk dua tahun lalu. Yang gabung cukup banyak, karena sama-sama menyukai hobi yang sama. Kalau kita sedang kumpul berbagi pengalaman, dari mulai tukar menukar batu atau disebut tos-tosan hingga jual beli," ujar polisi yang berdinas di Polresta Depok ini kepada VIVAnews, Rabu, 26 November 2014.
Menurut dia, komunitas yang ia bentuk merupakan wadah untuk mengetahui batu-batu yang lagi booming atau tren sekaligus tukar pandangan soal batu.
Meski sejumlah orang tak percaya, Agus mengatakan, batu memiliki fungsi medis. Ia mencontohkan batu giok.
Menurut dia, batu jenis itu sudah dipakai oleh keluarga dinasti Cina secara turun temurun untuk pengobatan penyakti dalam. Secara ilmiah, lanjut Agus, giok memiliki pori-pori yang sangat mudah menyerap unsur-unsur.
Selain itu, batu giok juga mempunyai pembawaan dingin sehingga bisa menyerap toksin, racun tubuh. Selain itu ada batu nephrite. “Itu artinya ginjal dalam bahasa Yunani. Orang dulu pakai untuk penyembuhan disfungsi ginjal,” ujarnya menjelaskan.
Seperti Dono, Agus juga menilai batu akik memiliki energi positif dan membuat orang lebih percaya diri. Sebab menurut dia, batu akik terbentuk dari alam dan terjadi selama jutaan tahun.
Untuk itu, batu pasti memiliki pengaruh pada pemakainya. Namun menurut dia, pengaruhnya lebih banyak ke psikis. “Jadi kalau saya pakai, percaya diri untuk ngomong untuk negosiasi, bukan karena kekuatan batu itu.”
Pembawa Berkah
Demam batu akik ini tak hanya dinikmati oleh perajin dan pedagang. Fenomena ini juga membawa berkah tersendiri bagi para penambang batu. Dani (34) misalnya. Warga Kampung Tanjakan Pasang, Desa Sukarame, Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut, Jawa Barat, ini mengaku banyak menerima pesanan batu dalam dua tahun terakhir.
Dengan tren batu akik yang naik dan harga batu yang selangit berpengaruh terhadap pendapatan para penambang, termasuk dia. Apalagi jika ada pesanan langsung dari pedagang.
"Dulu harga batu sangat murah. Kalau sekarang, harganya naik, apalagi kalau ada pesanan langsung, harganya lumayan,” ujarnya kepada VIVAnews, Rabu, 26 November 2014.
Menurut dia, untuk batu panca warna satu kwintal harganya sekitar Rp10 juta. Sementara, untuk batu topas mencapai Rp40 juta perkuintal. Hasil penjualan itu dibagi antara penambang dengan pemilik lahan.
"Hasil tambang rata-rata dapat dua kuintal atau satu kuintal batu topas. Dibagi bisa sampai Rp2 juta," ujarnya menambahkan.
Dani mengaku sudah menekuni profesi penambang batu sejak dua puluh tahun lalu. Menurut dia, sejak batu akik booming hampir semua warga desa berbondong-bondong menjadi penambang.
Bahkan, sejumlah warga yang sebelumnya bekerja di Bandung dan Jakarta memilih pulang dan menjadi penambang. Pasalnya, tak perlu modal besar untuk mengais rezeki dari pekerjaan ini.
“Modalnya mau bekerja, bawa kapak, palu, pahat dan cangkul, terus karung dan tali pengikat,” ujarnya menjelaskan.
Menurut Dani, tak ada alat dan teknik khusus untuk mendeteksi letak batu akik yang berkualitas baik. Para penambang secara sembarangan menggali dengan cara membuat goa selebar 1 meter dan tinggi 1,5 meter.
Mereka kemudian menggali. Jika sudah menemukan batu, maka para penggali akan menghubungi pemilik lahan. “Umumnya keberadaan batu akik yang diincar penambang berada di kedalaman 30 hingga 40 meter.”
Dani dan para penambang lain mengatakan, menjadi penambang batu cukup menggiurkan. Pasalnya, pesanan semakin banyak. Bahkan, para bandar berdatangan sebelum mereka berhasil membawa bongkahan batu.
Para penambang di Kampung Tanjakan Pasang ini juga yakin, kandungan batu akik yang berkualitas di Garut masih banyak.
Peran Pemerintah
Tingginya animo masyarakat serta adanya unsur ekonomi dalam batu akik ini membuat sejumlah kalangan meminta pemerintah turun tangan. Agustono Dwi Rahadi misalnya.
Gemolog ini berharap, pemerintah mengambil peran untuk memasarkan potensi lokal ini. Publikasi bisa dilakukan melalui pameran, baik di dalam maupun di luar negeri.
Ia mengatakan, sejumlah kementerian dan lembaga terkait harus mengemas kekayaan alam ini dengan apik, misalnya memasukkanya ke dalam program Discovery Channel. “Kalau ingin memajukan ya pemerintah ngomong di luar, di negeri kami ini kaya dengan batu,” ujarnya.
Agus percaya, fenomena batu akik ini akan berusia panjang. Menurut dia, booming batu akik berbeda dengan daun gelombang cinta yang pernah tren beberapa tahun lalu.
Menurut dia, dedaunan itu bisa diproduksi dengan mudah. Sementara, bisnis batu mulia adalah bisnis kelangkaan. “Wong terbentuknya saja jutaan tahun kok. Nggak bisa seratus saja nggak bisa,” ujarnya menjelaskan.
Menurut dia, suplai batu juga akan semakin menipis. Kondisi itu secara otomastis akan membuat harga batu akan menanjak naik. Untuk itu, ia yakin bisnis batu akik akan terus naik. Karena ini sumber yang sulit diperbaharui, sama dengan minyak. Jadi bukan musiman.
Harapan senada juga disampaikan Dono dan Kosasih. Mereka berharap, pemerintah khususnya kementerian terkait memfaslitasi masyarakat mengembangkan peluang ekonomi dari fenonema boomingnya batu cincin ini.
Pemerintah bisa membantu memasarkan dalam bentuk penyelenggaraan pameran. “Menurut saya ini tren yang positif dari perspektif ekonomi. Karena batu akik sudah menjadi komoditas ekonomi. Karena ini akan mengurangi jumlah pengangguran dan menambah pemasukan bagi masyarakat,” ujar Dono menjelaskan.
Hari beranjak siang. Para penyuka dan pedagang batu akik terus berdatangan ke rumah Kolay. Ada yang hanya meminta tolong agar batunya dipotong.
Ada yang membentuk dan memoles. Juga ada yang sekadar nongkrong, membincangkan batu sambil menikmati kopi di bengkel batu milik Kolay yang tak seberapa luas ini.
Sementara sebagian yang lain memilih duduk di luar sambil menimang batu miliknya. Sementara, Kolay terus bekerja, sibuk dengan batu dan dua mesin uangnya. (ren)