Gurihnya Trending Topics
- REUTERS/Lucas Jackson
VIVAnews – Hari itu bisa jadi momen tak terlupakan bagi Nabila. Usianya telah menginjak 17 tahun. Di kalangan remaja, masa itu adalah saat yang indah. Mereka biasa menyebutnya era sweet seventeen.
Tak hanya beranjak remaja, nama Nabila pun ikut “ngetop” di dunia maya. Betapa ia tak bangga, ketika tiba-tiba namanya muncul di deretan trending topics (TT) di Twitter.
#SelamatUlangTahunNabila17, begitu hashtag yang nangkring di TT regional Indonesia. Bahkan, beberapa menit kemudian sempat masuk ke TT Worldwide.
Di Amerika, seorang pengguna Twitter yang tak mengenal Nabila sempat tertuju pada hashtag tersebut dan mencari detailnya. Sayang, tak satu pun petunjuk. Semua akun yang me-retweet hashtag itu tidak menyertakan status atau komentar yang berkaitan.
TT Twitter biasanya selalu identik dengan peristiwa heboh yang terjadi di suatu wilayah. Kebanyakan warna TT Twitter dihiasi dengan peristiwa terkait politik, bencana, hingga rumor atau isu selebriti.
Yang terbaru adalah terkait dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat menjadi UU.
Belakangan, jika diamati, daftar TT, khususnya di regional Indonesia, tidak melulu berisi mengenai situasi atau tren yang terjadi saat itu. Daftar TT sering disusupi dengan topik yang kadang tidak penting. Salah satunya seperti isu di atas.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, mengapa isu tidak penting bisa menjadi trending? Ternyata tidak sulit menemukan jawabannya.
Kini ada layanan baru di dunia maya, yaitu “joki” untuk menaikkan topik menjadi trending di Twitter tanpa harus bersusah payah mengerahkan pasukan siber.
Salah satu joki TT Indonesia yang diwawancara VIVAnews, Dhani, mengaku mendapatkan banyak uang dari jasa seperti ini. Sebagai joki trending topics, ia menawarkan jasa dengan harga cukup murah, sekitar Rp100 ribu untuk menempatkan sebuah topik di deretan TT Indonesia. Murah bukan?
Jika 2 jam bisa meraup Rp100.000, bayangkan uang yang terkumpul selama sehari dan sebulan? Rp1,2 juta per hari dan Rp36 juta sebulan.
Sayangnya, pria yang mengaku masih bersekolah ini membatasi pelayanannya dengan menerima order di malam hari. Entah benar atau tidak, dia masih bersekolah, yang jelas saat VIVAnews mengorder jasanya di malam hari, dia menyanggupi penempatan topik yang dipesan pada pukul 11.00 siang.
Hebatnya, saat sms berisi topik yang harus masuk TT Indonesia dikirimkan, tidak butuh waktu lama bagi Dhani untuk memprosesnya, hanya sekitar 15 menit. Topik yang dipesan pun bertengger di TT Indonesia selama dua jam.
Sasaran pelanggannya adalah remaja tanggung yang ingin eksis di Twitter dan juga para pemilik online shop. Bisa juga pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) atau perusahaan baru yang ingin brand-nya sekadar dikenal.
“Keuntungannya, TT itu akan menjadi bahan pembicaraan pengguna Twitter. Ratusan ribu pengguna Twitter akan melihat hashtag tersebut, sehingga bukan saja meningkatkan kepopuleran, tapi juga branding bahkan mendatangkan penjualan atau apa pun yang menjadi tujuan hashtag tersebut,” ujar Dhani.
Sayangnya, dia enggan memberitahukan teknologi yang digunakan untuk mendukung pekerjaannya itu. Yang jelas, banyak peminat jasa yang ia hadirkan.
Menurut pengamat IT, Nathan Gusti Ryan, rata-rata joki TT juga berprofesi sebagai penyedia akun bot Twitter. Akun bot atau akun palsu di Twitter itu menjadi investasi mereka untuk menjadi joki TT.
“Teknis trending topics ini bukan dengan metode hacking, tapi lebih ke metode quantity target penyebaran topik. Jasa trending topics ini berkaitan erat dengan jasa Add Follower hingga ratusan ribu bahkan jutaan teman pengikut Twitter,” katanya.
Secara teknis, pengamat telematika Abimanyu Wacjoewidajat mengatakan jika Twitter secara otomatis menggunakan metode hitung yang rumit, tidak mendeteksi satu per satu. Oleh karena itu, penggunaan bot sangat berpengaruh dalam penentuan sebuah topik menjadi tren.
“Hitungnya bukan dilihat satu per satu. Tinggal text parsing lalu total count. Yang pasti bot itu hanya aplikasi, sedangkan akunnya harus ada, walaupun palsu,” kata pria yang akrab disapa Abah ini.
Lalu, bot ini akan menggunakan akun-akun tersebut untuk melakukan posting dengan hashtag tertentu, sehingga mendongkrak trending topics. “Kata-katanya bisa bervariasi, yang penting hashtag-nya baku,” tuturnya.
Jika menilik layanan yang disediakan Dhani, ternyata ungkapan kedua pengamat itu benar adanya. Dalam lama layanan yang ditulis Dhani juga tertera jika dia menyediakan jasa Add Follower, Auto Follow, Auto Retweet, bahkan dia juga mengaku bisa mencarikan ratusan follower dengan akun asli, bukan bot.
“Sekarang zamannya pakai Auto Tweet dan Auto Followers. Biar dikira artis, padahal kenyataannya...,” tulis Dhani dalam promosinya.
Untuk membuat aplikasi otomatis seperti itu, berikut juga pembuatan bot-nya, kata Nathan, dibutuhkan kode skrip khusus yang harus dipelajari. Masing-masing aplikasi memiliki skrip yang berbeda.
“Semacam Script Engine yang running sebagai bot untuk proses otomatis guna membangun TT. Soal Bot Account, bisa pakai Script Auto Add dan Auto Approve atau Auto Follow,” kata Nathan. “Jadi tidak semua akun adalah palsu, tapi pasti ada akun yang abal-abal”.
Sayangnya, meski dalam promosinya Dhani mengaku bisa menempatkan sebuah topik di trending Worldwide, dia ternyata tidak bisa memenuhi janjinya itu. Menurut dia, penempatan TT Worldwide hanyalah bonus semata.
“Kalau TT WW untung-untungan saja. Kalau tidak banyak yang order di jam tersebut, biasanya bisa masuk ke TT WW. Tapi, biasanya kalau sudah masuk di TT WW, pasti ada di TTI,” ujar dia.
Twitter Belum Peduli
Menyikapi maraknya jasa trending topics itu, Head of Corporate Communication Twitter Asia Pacific, Dickson Seow, menjelaskan jika TT dihasilkan bukan berdasar pada banyaknya tweet yang masuk, melainkan pada kecepatan.
“Jika tweet atau hashtag itu muncul dengan cepat atau bertubi-tubi, topik atau hashtag itu akan tampil di salah satu posisi TT Twitter. Namun, ketika Twitter mendeteksi kemunculannya mulai melambat, topik itu akan turun dari daftar dengan sendirinya,” ujar Seow.
Dia menegaskan, daftar trending yang terdapat di Twitter dibuat berdasarkan algoritma unik yang mereka miliki dan tidak ada campur tangan manusia.
Namun, Twitter tidak terlalu peduli dengan adanya bisnis joki TT ini. Mereka tidak menyadari jika algoritma TT otomatis yang mereka gunakan telah dipermainkan segelintir oknum. Bagi para pengguna Twitter yang ingin ngetop sejam dua jam, mungkin ini efektif, atau bagi pemilik toko online kecil-kecilan.
Tapi, tidak adanya aturan yang jelas dalam penentuan topik, serta murahnya jasa seperti ini, berpotensi menjadikan TT sebagai media kejahatan baru, khususnya berkaitan dengan pencemaran nama baik. Namun, mereka menegaskan jika tidak ada penyusupan atau peretasan yang dilancarkan oknum luar hanya untuk melancarkan bisnis seperti joki trending topics ini.
“TT Twitter tidak di-hack. Silakan lapor ke kami jika memang ada organisasi atau siapa pun yang mengklaim bisa mempengaruhi TT, karena hal ini tidak dibenarkan,” ujar Seow.
Data Twitter April lalu menunjukkan jika saat ini pengguna aktif mereka mencapai 255 juta di seluruh dunia. Dari angka tersebut, lebih dari 20 jutanya adalah pengguna dari Indonesia. Sayangnya, Agustus 2014, laman Quartz memberitakan bahwa Twitter mengakui banyaknya akun palsu atau bot yang menyebar di Twitter.
Twitter mengaku terdapat 23 juta pengguna, atau sekitar 8,5 persen dari jumlah total 271 juta pengguna aktif bulanan Twitter, merupakan akun Twitter Bot, alias akun palsu.
Menurut Twitter, akun ini memperbaharui konten secara otomatis tanpa memperlihatkan pembaharuan status seperti akun lain pada umumnya. Jumlah 23 juta akun Twitter Bot itu merupakan data per akhir Juni.
“Akun palsu yang dideteksi ada di jejaring sosial kami kurang dari 5 persen. Kami sedang berupaya untuk membersihkan platform kami dari spam, bot dan akun palsu,” kata dia.
“Harus diketahui, menggunakan akun spam atau bot untuk mempengaruhi hasil trending Twitter merupakan hal yang melanggar peraturan kami. Sudah pasti kami akan men-suspend akun-akun tersebut,” papar Seow.
Seow menambahkan, mereka memang belum akan melakukan tuntutan hukum terhadap akun atau penyedia jasa seperti ini. Meski begitu, Seow memastikan jika teknologi yang mereka miliki sudah cukup canggih untuk mengidentifikasi dan menghapus praktik seperti itu dari platform Twitter.
Berbeda dengan Twitter, jejaring sosial milik Mark Zuckerberg, Facebook telah menyadari adanya praktik penambah jumlah teman, auto-comment, atau auto-like yang ada di platformnya. Baru-baru ini mereka mengatakan akan mengajukan tuntutan hukum senilai US$2 milair untuk menuntut para penyedia jasa spam dan “like” palsu.
"Untuk menciptakan Like palsu itu, para penipu menciptakan akun-akun palsu. Atau dalam kasus yang lain, mereka kadang meretas akun asli milik orang lain. Aksi peretasan akun itu dilakukan dengan menyusupi bot yang bisa mengirim spam untuk me-like page tertentu di Facebook," jelas Matt Jones, Site Integrity Engineer Facebook.
Dhani tidak mengetahui berapa total pebisnis joki TT yang ada di Indonesia. Namun, jika dilihat dari TT yang muncul (joki TT kerap berpromosi mengenai layanan ini di TT Twitter) jumlahnya cukup banyak.
Di TT Indonesia saja, dalam sehari bisa 3 sampai 4 TT terkait promosi jasa ini. Di TT WW jumlahnya masih sedikit, kadang satu atau tidak ada sama sekali.
Meski di satu sisi TT ini membantu promosi usaha kecil, jika tidak diatur, bisa berpotensi menjadi media bully atau penyebaran fitnah. Seperti hashtag yang pernah ditemui VIVAnews, yang terkait dengan pencemaran nama baik seseorang. (art)