Ekspor Asap ke Negeri Tetangga
- REUTERS
VIVAnews - Kabut asap tidak hanya jadi masalah nasional. Warga negara-negara tetangga pun mengeluh "kiriman" asap dari Indonesia, yang selalu datang terbawa angin setiap tahun. Bahkan muncul semakin lama dan makin berbahaya pula.
“Bila banyak kabut, warga di Kuala Lumpur susah bernafas, dan jadi sesak nafas," demikian keluh Ikhwan Nazri, warga Malaysia yang tinggal di Kuala Lumpur. "Kabut tebal membuat warga sulit berkendara karena jalanan kurang jelas terlihat,” lanjut pria 28 tahun itu.
Ikhwan, yang berprofesi sebagai pegiat media online, mengeluhkan kabut asap yang kembali datang. Tahun ini kabut asap menyambangi negaranya sejak Maret lalu.
Menurut dia, jika kabut asap datang, warga terpaksa harus mengenakan masker. Ikhwan mengeluh. Pasalnya, meski sudah mengenakan masker, tenggorokannya masih sakit.
Warga Malaysia sudah merasakan pekatnya kabut asap sejak 1996. Setelah cukup lama tak muncul, dua tahun terakhir kabut asap kembali datang.
Bahkan tahun lalu kabut asap nyaris melumpuhkan aktifitas warga. “Kami merasa rugi. Kalau saat kabut, kami harus pakai masker dan tak bisa keluar rumah. Tidak bisa belanja ke pasar, sehingga para pedagang kena dampaknya,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Selasa, 23 September 2014.
Rutinitas warga dan aktivitas ekonomi pun terganggu. “Kalau satu-dua hari masih aman. Namun kalau sudah satu minggu hingga dua minggu terjadi kabut, itu jadi masalah besar,” ujar Ikhwan menambahkan.
Di Singapura pun setali tiga uang. Remy Chao Zheng Yi juga mengaku sangat terganggu dengan "impor" asap dari Indonesia.
Warga Singapura itu enggan ke luar rumah karena kabut asap. Beruntung, profesinya sebagai pengacara memungkinkan ia bekerja dari rumah.
“Namun. Saya tetap akan merasakan dampaknya jika harus ke pengadilan. Sebab, ruang pengadilan akan terpapar kabut asap. Dan pekerjaan saya akan terganggu,” ujar pria 30 tahun itu saat ditemui di sela-sela acara konferensi internasional mengenai jurnalis dan sosial media di Jakarta, Rabu, 24 September 2014.
Remy mengatakan, ia sudah merasakan kiriman kabut asap sejak sepuluh tahun lalu. Menurut dia, jika kabut asap datang, ia dan warga harus diam di rumah, tak bisa kemana-mana.
Gedung-gedung dan fasilitas publik harus mengeluarkan uang lebih demi membeli sesuatu guna menutup ventilasi agar kabut asap tak masuk ke ruangan. Tak hanya itu, warga juga harus membeli mesin penghisap untuk menyedot asap dari ruangan. “Banyak aktifitas warga yang terganggu akibat adanya kabut asap.”
Masalah Berulang
Ikhwan dan Remy pantas mengeluh. Kabut asap kebakaran hutan dan lahan di Indonesia rutin menggerayangi langit negara tetangga, Malaysia dan Singapura.
Dua negara itu kembali diselimuti kabut asap kiriman dari Kalimantan dan Sumatera. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, kondisi udara di Malaysia dan Singapura memburuk. "Asap dari berbagai daerah di Riau mengarah ke dua negara," ujar Sutopo beberapa waktu lalu.
Badan Lingkungan Hidup Nasional (NEA) Singapura mencatat, tingkat polusi udara pada kategori tinggi. Gedung-gedung pencakar langit di negara berpenduduk sekitar 5,3 juta jiwa itu pun berselimut kabut.
NEA menyarankan, warga yang mengidap penyakit jantung atau gangguan pernafasan agar tidak melakukan aktivitas di luar ruangan. "Asap kabut yang ada di Singapura saat ini disebabkan oleh kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera Selatan selama tiga-empat hari terakhir," kata NEA, seperti dilansir My Sinchew, Senin, 15 September 2014.
Duta Besar Singapura untuk Indonesia, Anil Kumar Nayar, mengatakan kabut asap yang berasal dari kebakaran perkebunan dan kebakaran hutan di Indonesia telah menjadi masalah yang berulang selama beberapa tahun. Singapura kembali terpengaruh oleh asap pada beberapa pekan terakhir dengan PSI menunjukkan angka yang kadang mencapai tingkat yang tidak sehat.
Polusi kabut asap lintas batas yang disebabkan kebakaran di Indonesia telah menyebabkan kerugian paling besar kepada warga Indonesia. Namun, warga di negara tetangga seperti Singapura turut merasakan dampaknya. Menurut dia, tak sedikit warga negara Singapura yang kini tengah menjalani perawatan medis karena terpapar kabut asap.
Pemerintah Singapura telah menulis surat kepada Pemerintah Indonesia. Mereka menyampaikan keprihatinan yang mendalam terkait kabut asap dari itu. Surat ditulis oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air Singapura, Dr Vivian Balakrishnan, dan disampaikan kepada Menteri Lingkungan Hidup Indonesia, Balthasar Kambuaya. Selain itu, Pemerintah Singapura juga telah menyediakan 16 juta masker guna mengantisipasi jika kabut asap terus memburuk.
Bagi warga Singapura, gangguan kabut asap sejatinya bukan sesuatu yang baru. Setiap tahun sejak 1998, asap kebakaran hutan Sumatera selalu menyelimuti Negeri Singa tersebut. Tepatnya, tiap musim panas, sekitar Juni-September. Pada Juni 2013, hubungan Indonesia dan Singapura sempat tegang akibat kabut asap. Kabut yang diklaim sebagai kabut terparah sepanjang masa itu mengganggu sejumlah aktivitas warga. Sekolah terpaksa diliburkan dan sistem transportasi pun terganggu.
Siapkan Hukuman
Singapura telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kabut Asap Lintas Batas (Transboundary Haze Pollution Bill) pada Agustus lalu. Regulasi ini sengaja dibuat guna menjerat perusahan yang menyumbang polusi di langit Singapura.
UU ini memberi kekuasaan kepada pemerintah untuk menjatuhkan denda terhadap perusahaan yang terbukti menebar asap. Berdasarkan beleid ini, apabila perusahaan terbukti melakukan pembakaran hutan dan menyebar asap hingga ke Singapura, akan dikenai denda hingga S$2 juta atau Rp18 miliar.
“Kami membidik para operator perusahaan terkait kehutanan dan perkebunan yang secara langsung atau tidak langsung menimbulkan dampak asap lintas negara,” ujar Menteri Lingkungan Hidup Singapura, Vivian Balakrishnan, seperti dilansir The Strait Times.
Dubes Anil mengatakan, akar permasalahan dari kabut asap lintas batas adalah adanya kepentingan komersil yang besar. UU Polusi Kabut Lintas Batas yang disahkan dimaksudkan untuk menyeret ke pengadilan "perusahaan nakal" (termasuk yang berada di Singapura dan luar Singapura) yang dianggap bertanggung jawab dan menjadi penyebab polusi kabut asap lintas negara.
“Melalui UU tersebut, kami ingin mengirimkan sebuah pesan yang jelas kepada semua perusahaan bahwa sikap mereka yang membakar lahan tidak dapat diterima dan pemerintah berkomitmen untuk terlibat untuk menahan mereka atas tindakan itu,” ujarnya kepada VIVA.co.id melalui surat elektronik.
Menteri Vivian menyatakan, berdasarkan hukum internasional, negara manapun harus bertanggung jawab dan tidak boleh merugikan negara tetangga ketika mengeksplorasi sumber daya dalam negerinya. Dan Singapura berhak menghukum perusahaan yang merugikan lingkungan dalam negeri dengan melakukan bisnis di luar negeri.
Tak hanya Singapura, Malaysia pun resah. Pasalnya, sebagian wilayah Malaysia kembali dilanda kabut asap kiriman dari kebakaran hutan di Riau. Pemerintah Malaysia mendesak Indonesia segera memadamkan dan mencegah kebakaran hutan di Riau.
Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Malaysia G. Palanivel mengatakan, pihak Malaysia telah menulis surat kepada Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia. “Surat tersebut menyatakan keprihatinan Malaysia atas peningkatan jumlah titik api yang menyebabkan kabut asap di semenanjung Malaysia sejak 22 Juni,” kata Palanivel seperti dikutip kantor berita Bernama.
Guna mengatasi kabut asap lintas negara, Malaysia dan Indonesia akan membuat nota kesepahaman (MoU). G. Palanivel mengatakan, Malaysia dan Indonesia sedang menyusun nota kesepahaman untuk mengatasi kabut asap lintas batas.
Dia mengatakan, MoU akan menfasilitasi kedua negara berbagi pengalaman, keahlian dan informasi tentang bagaimana menangani masalah ini. Palanivel mengatakan ia sedang menunggu penunjukan menteri baru Indonesia untuk lingkungan sebelum mengunjungi Jakarta pada bulan November atau Desember tahun ini guna membicarakan MoU tersebut.
“Kami sedang menuju ditandatanganinya perjanjian untuk mengatasi pembakaran secara terbuka, dan berbagi pengalaman dan keahlian dalam soal kabut asap dengan Indonesia,” kata Palanivel seperti dikutip The Star, Selasa, 23 September 2014.
Remy Chao Zheng Yi berharap pemerintah Indonesia dan Singapura duduk bersama untuk menyelesaikan masalah ini. Menurut dia, pemerintah Singapura dan Indonesia harus bahu membahu dan bekerjasama untuk menyelesaikan masalah kabut asap.
Bagi dia, penanganan kabut asap tidak bisa hanya diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Kedua negara harus memanfaatkan hubungan baik guna menyelesaikan masalah ini. “Karena banyak perusahaan kayu dari Singapura yang melakukan pembakaran.”
Bak gayung bersambut, harapan Remy direspon oleh pemerintah Singapura. Guna mengakhiri kabut asap, Singapura telah menawarkan bantuan kepada Indonesia. Bantuan itu termasuk pesawat untuk menyemai awan agar tercipta hujan buatan dan operasi pengeboman air hingga pencitraan gambar satelit untuk mendukung upaya awal titik api dan pemadaman.
Saat ini, Pemerintah Singapura dan Indonesia juga tengah bekerja sama melalui mekanisme Kesepakatan Bersama untuk melawan kebakaran hutan dan lahan di Jambi. Kesepakatan itu merupakan kelanjutan dari MoU sebelumnya yang diteken tahun 2007.
Singapura berharap bisa segera memfinalisasi kelanjutan MoU itu dengan Indonesia. Hal itu dilakukan guna mengatasi kabut asap dan akan memberi keuntungan kepada siapa pun di kawasan ASEAN, di mana warga Indonesia, Singapura dan Malaysia ada di dalamnya. (ren)