Membangun Kota Pintar

Ilham Akbar Habibie.
Sumber :
  • Antara/ Jafkhairi

VIVAnews – Populasi yang meningkat, perubahan iklim, keterbatasan sumber daya, kota yang kelebihan penduduk, kejahatan, infrastruktur yang menua, krisis energi, bencana alam maupun yang buatan manusia. Itu gejolak mengerikan bagi sebuah kota. 

Menurut data yang dipaparkan Institut Teknologi Bandung, setidaknya ada 1,3 juta penduduk yang melakukan perpindahan ke desa. Di dunia, ada sekitar 21 kota besar (mega city) saat ini dengan populasi penduduk masing-masing sekitar 10 jutaan.

Angka ini meningkat cukup signifikan. Padahal di tahun 1975 angka mega city di dunia hanya 3, yaitu New York, Tokyo dan kota Meksiko. Saat ini Tokyo merupakan kota dengan penduduk paling padat, sekitar 36 juta.

Jika Tokyo adalah sebuah negara maka bisa menduduki posisi 35 negara dengan jumlah penduduk terbanyak. Pada 2025 nanti, jumlah mega city meningkat menjadi 29 dengan kontribusi  5 kota berasal dari Asia, yaitu Shenzhen, Chongqing, Guangzhou, Jakarta, dan Lahore.

Menurut Ir. Hayu Prasati, Direktur Perkotaan dan Pedesaan Kementerian PPN/Bappenas, jumlah penduduk perkotaan di Indonesia telah mencapai 50 persen dari total penduduk. Ini artinya, separuh dari total penduduk di Indonesia terkonsentrasi di perkotaan.

Angka ini, menurut dia, akan meningkat lagi menjadi 67,5 persen di tahun 2025. Bayangkan, betapa riuhnya kota Jakarta, Bandung, Makassar, Surabaya, dan beberapa kota lainnya di Indonesia. Bagaimana memenuhi kebutuhan dan melayani penduduk yang membludak?

Untuk menanggulangi hal itu, menjadikan sebuah wilayah sebagai kota pintar (smart city) dianggap sebagai satu-satunya jalan. Manajemen masyarakat bisa dilakukan dengan mengintegrasikan semua sektor yang ada untuk menanggulangi masalah kota seperti ketersediaan air bersih, krisis energi, transportasi, kesehatan dan lainnya. Semua bisa dilakukan dengan menggunakan infrastruktur TIK.

“Semua masalah kependudukan bisa diselesaikan melalui integrasi di segala sektor. Integrasi ini membutuhkan infrastruktur yang baik, khususnya di bidang TIK atau broadband IT.

Pemerintahan suatu kota bisa melayani warganya dengan baik dan cepat lewat konsep e-government, blusukan bisa menghemat waktu dan anggaran dengan konsep tatap muka melalui video conference oleh pemerintah dengan warga, kartu  kesehatan bisa dilakukan secara digital melalui konsep e-health sehingga jejak medis warga bisa terekam dengan baik.

Demikian juga konsep e-education, e-environment, semua bisa dilakukan. Jika diintegrasikan, bisa membuat sebuah kota masuk kategori Smart City,” kata inisiator Smart City, Suhono Harso Supangkat.

Intinya, kata Suhono, upaya yang smart harus dilakukan agar orang-orang di perkotaan bisa hidup nyaman dan aman, bisa produktif dan berinovasi lebih lagi, meningkatkan kualitas hidup mereka sehingga bisa bersaing dengan penduduk negara-negara lain.

Empat Kota

Semangat pengelolaan Smart City di Indonesia sejatinya juga dipicu oleh tantangan yang diberikan oleh pemerintah pusat, tepatnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pda 2005 lalu untuk mengelola ICT. Beberapa kota telah menunjukkan minatnya untuk menjadikan kota mereka sebagai kota pintar.

Menurut Suhono, setidaknya ada empat kota yang serius menyatakan minat, bahkan telah menjalankannya.

“Bogor, Bandung dan Makassar dijadikan proyek percontohan oleh pemerintah pusat. Jakarta akan membangun sendiri, bekerja sama dengan ITB. Sekarang masih dalam tahap grand design. Semua kota itu masih dalam tahap implementasi karena baru berjalan setahun belakangan,” katanya.

Setidaknya, menurut Suhono, ada beberapa tahapan yang harus mereka lakukan sebelum menuju Smart City. Dari empat kota yang ada di Indonesia, Jakarta, Bandung dan Makassar sudah masuk tahap Scattered, Bogor masih tahap Ad Hoc karena Walikotanya sudah berganti kepemimpinan. Surabaya sudah ke tahap Integrative.

“Kami harus melakukan kunjungan lagi untuk meneliti sejauh mana perkembangan mereka,” kata Suhono. Belum lagi konsep smart city di tiap kota yang berbeda-beda juga harus menjadi perhatian.

Jakarta Smart City

Di Jakarta, misalnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja ingin mentransformasikan Jakarta menjadi sebuah kota yang indah, nyaman, dan aman, dengan berbasis teknologi.

"Ada 3 aspek utama yang saya perhatikan dalam membangun Jakarta menjadi sebuah smart city, yaitu segi teknologi, transportasi, serta pembangunan manusia," ujar Ahok. Pada pelaksanaannya, Ahok mengatakan bahwa tujuan utama pembentukan kotanya menjadi sebuah smart city tak lain adalah untuk mensejahterakan warganya.

Ada beberapa program kerja utama Pemprov DKI untuk membentuk kota Jakarta menjadi sebuah Smart City. Pengembangan 'Jakarta Less Cash Society' adalah salah satunya.

Pemprov menargetkan setiap warga Jakarta memiliki rekening bank masing-masing agar 'Jakarta Less Cash Society' ini terwujud.

Pemprov sudah mulai mendorong semua warganya untuk mengurangi penggunaan uang tunai dan memakai uang elektronik untuk berbagai macam transaksi keuangan seperti pembayaran tiket bus TransJakarta, pembelanjaan kebutuhan hidup sehari-hari, hingga pembayaran zakat dan pemberian bantuan dari Pemerintah DKI. Bahkan di tahun 2015, Pemprov menargetkan setiap warga Jakarta memiliki rekening bank masing-masing agar 'Jakarta Less Cash Society' ini terwujud.

"Kita ini lagi buat sistem terintegrasi. Orang mau naik bus, naik kereta tinggal tap, mau beli buku di book fair, mau beli baju di Jakarta Great Sale juga tinggal kasih kartu. Jadi apa-apa nanti di Jakarta itu enggak usah pakai uang tunai. " ujar Ahok.

Bandung Smart City

Sedangkan Bandung, lebih memilih untuk memberikan kenyamanan pada warganya agar bisa produktif dan menjadikan wilayah ini sebagai Kota Pintar yang Kreatif.  Walikota Bandung, Ridwan Kamil bahkan sampai membentuk Dewan Pengembangan Bandung Kota Cerdas untuk membantu mengarahkan dan memantau mimpi besar Bandung Smart City.

Emil sendiri mengaku yakin, gebrakan yang dilakukan Bandung bisa diaplikasikan di seluruh daerah di Indonesia. "Kalau Bandung jadi percontohan, bukan tidak mungkin nanti ada 500 kota/kabupaten menggunakan metode yang sama," jelas Emil.

Dewan ini sendiri dipimpin putra seorang teknokrat legendaris Indonesia BJ Habibie, Ilham Akbar Habibie. Dengan modal yang dimiliki Bandung, mulai dari suasananya yang nyaman, banyaknya perguruan tinggi berkualitas, serta SDM yang kreatif, konsep smart city bakal dengan mulus diterapkan di Paris van Java.  Bandung kata dia, bakal menjadi smart city kelas dunia. Potensi industri kreatif yang digalang kaum muda kota ini diyakininya bakal banyak berbicara di level internasioal.

"Yang kita inginkan Bandung bisa jadi industri level nasional, bahkan Internasional," kata Emil.

Makassar Smart City

Pencanangan Makassar Smart City ini sudah dilakukan Walikota Makassar Mohammad Ramdhan 'Danny' Pomanto pada hari pertama ia dilantik sebagai kepala daerah.  Menurutnya, konsep kota berbasis ICT (Information & Communication Technology), akan ada model e-Blusukan, untuk menampung aspirasi warga secara online dengan menggunakan aplikasi Cloud. Selain itu pula, ia akan menerapkan e-governance untuk jajaran birokrasinya dari tingkat bawah.

"Dalam konsep smart city nanti akan dikembangkan antara lain smart transportation, smart health, smart communications, smart educations dan lain-lain. Smart  city ini mengimplementasikan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan kota, taraf hidup warga kota, dan keberlangsungan hidup kota. Salah satu pilarnya ditujukan untuk fasilitas pendidikan masyarakat," urai Danny.

Infrastruktur Broadband

Namun begitu, tidak mudah untuk bisa mengaplikasikan konsep smart city di Indonesia. Pasalnya, dibutuhkan dukungan semua pihak terkait.

Tidak hanya pemerintah tapi juga pemilik infrastruktur. Menurut buku bertajuk ‘Smart Cities in Europe’, Caragliu A dari University  Amsterdam mengatakan, sebuah kota dikategorikan ‘Smart’ ketika investasi dalam sumber daya manusia, kehidupan sosial, tradisional dan insfrastruktur moderen (ICT) bisa meningkatkan perkembangan ekonomi yang berkelanjutan seiring dengan kualitas hidup masyarakatnya dengan cara manajemen sumber daya alam yang bijak melalui partisipasi semua pihak.

Sedangkan ekonom Spanyol, Gildo Seisdedos menyebut konsep dan esensi dari smart city adalah efisiensi. Efisiensi yang berdasarkan kepintaran manajemen dan ICT yang terintegrasi, ditambah partisipasi aktif dari warga. Efisiensi ini akan berpengaruh pada pola pemerintahan baru karena secara tidak langsung melibatkan warga dalam kebijakan publik.

Menanggapi hal ini, Telkom dan Telkomsel menyatakan berkomitmen untuk membantu menerapkan Smart City. Menurut Telkomsel, pembangunan sistem dan sensor smart city, masalah sosial bisa ditekan dan pengambilan keputusan dapat dilakukan lebih cepat serta efisien. Telkomsel sendiri telah bekerja sama dengan Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk konsep kota pintar ini.

"Diharapkan Smart City Platform dapat diimplementasikan melalui pengembangan bisnis digital, penerapan teknologi machine to machine dan supporting system untuk big data solution," ujar Direktur Network Telkomsel, Abdus Somad Arief.

Nantinya, lanjut Abdus, Smart City Platform yang dibangun akan membentuk suatu sistem terintegrasi yang dapat menciptakan interaksi yang cepat dan tepat sasaran. Interaksi itu melibatkan pemerintahan sebagai penentu kebijakan, masyarakat sebagai komunitas yang perlu mendapatkan pelayanan dan kualitas hidup yang baik, serta Telkomsel yang membangun konektivitas sebagai medium komunikasi dan informasi dalam sistem tersebut.

Di sisi lain, induk Telkomsel, Telkom, telah mencanangkan untuk membantu kota-kota di Indonesia menerapkan Smart City. Setidaknya ada 20 kota yang menjadi targetnya hingga akhir tahun 2014 nanti.

"Proyek pertama telah mulai beroperasi di kota Makassar. Mereka mulai mengoptimalisasikan pengguna sistem teknologi informasi pada berbagai lini, seperti pemerintahan, sehingga tercipta lingkungan kerja yang efektif, efisien dan transparan," ujar EGM Telkom Divisi Solution Convergence Achmad Sugiarto.

Menurut Anto, saat ini sudah ada 5 layanan aplikasi Smart City yang bisa dimanfaatkan oleh pegawai pemerintah kota maupun oleh masyarakat Makassar. Antara lain, e-office yang memudahkan tatakelola korespondensi pemerintahan secara digital, e-kelurahan yang mempermudah pengelolaan administrasi data kependudukan, e- health untuk memudahkan memonitor data kesehatan masyarakat. 

Ada juga E-Government dimana masyarakat bisa menyampaikan keluhan melalui situs atau aplikasi mobile dan Kuciniki sebuah aplikasi berbasis lokasi untuk memonitor kinerja staf pemerintahan.

Implementasi Smart City diperkirakan juga bisa menjadikan Indonesia sebagai negara yang diperhitungkan dunia. Dari smart Society, menjadi smart City, lalu meningkat menjadi Smart Country sehingga tercapailah Smart Planet. (ren)