Universitas Islam Indonesia

Kampus Universitas Islam Indonesia (UII)
Sumber :
  • uii.ac.id
VIVAnews
– Universitas Islam Indonesia merupakan perguruan tinggi swasta tertua di Indonesia. Sejak didirikan pada 8 Juli 1945, UII telah menghasilkan ratusan ribu alumni, yang sebagian di antaranya malang-melintang sebagai tokoh nasional.


Perannya saat ini mungkin sesuai dengan cita-cita sejumlah tokoh nasional yang mendirikannya 40 hari sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia itu. Saat itu, Dr. Muhammad Hatta, Moh. Natsir, Prof. KH. Kahar Muzakir, Moh. Room, dan KH. Wachid Hasyim ingin memberi pendidikan tinggi bagi pribumi. Mereka lantas mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta.


“Saat itu, ada keresahan dari tokoh nasional yang melihat kenyataan, pendidikan tinggi adalah milik Belanda,” kata Rektor UII, Dr. Ir. Harsoyo, M.Sc kepada
VIVAnews
, Jumat, 11 Juli 2014.


Namun setelah Indonesia merdeka, rakyat kembali bergejolak. Jakarta tidak lagi aman. Ibu kota Republik Indonesia pun berpindah ke Yogyakarta pada 1946. STI ikut pindah lokasi.


Keberadaannya saat itu penting, lantaran STI merupakan satu-satunya perguruan tinggi Islam. Tahun 1947, namanya diubah menjadi Universitas Islam Indonesia. Kelas perdana dimulai tahun 1948, di Pendopo Dalem Purboyo, Ngasem, Yogyakarta.


“Secara resmi UII dibuka 4 Juli 1948 di Kepatihan. Saat itu baru ada empat fakultas, yaitu Ekonomi, Hukum, Pendidikan, dan Agama,” lanjut Harsoyo menerangkan.


Setelah itu, UII sempat punya cabang di sejumlah daerah seperti Jakarta, Klaten, Purwokerto, dan Gorontalo. Namun berdasarkan kebijakan pemerintah, semua cabang dialihkan ke Yogyakarta hingga saat ini.


Banyak Peminat

Sejak pertama didirikan, tujuan UII jelas: membentuk cendekiawan muslim dan pemimpin bangsa yang berkualitas, bermanfaat, menguasai ilmu agama, serta mampu menerapkan nilai-nilai Islami serta berdaya saing tinggi.


Kini, per Juli 2014, kampus itu punya hampir 20 ribu mahasiswa yang akan dicetak menjadi generasi unggul. Menurut Wakil Rektor I, Dr. Ing. Ir. Ilya Fadjar Maharika, M.A., IAI, mahasiswa tersebar rata di seluruh fakultas.


Setiap pendaftaran dibuka, kata Ilya, kuota seluruh fakultas terpenuhi. Yang mendominasi justru mahasiswa luar Yogyakarta. “Ada sekitar 60 persen mahasiswa dari luar DIY dan Jateng,” ungkap Fadjar.


Uniknya, UII pernah menolak calon mahasiswa karena kuota terlalu penuh. “Semua fakultas banyak peminatnya. Tapi yang unggulan Fakultas Hukum, Ekonomi, dan Kedokteran,” lanjut Fadjar.

Saat ini, UII memiliki delapan fakultas dan puluhan program studi. Fakultas tersebut adalah Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fakultas Ilmu Agama Islam, Fakultas Kedokteran, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, dan Fakultas Teknologi Industri. Kemudian terdapat satu unit yang disetarakan dengan fakultas yaitu Program Internasional yang membawahi departemen bisnis dan ekonomi, teknologi industri dan hukum.

UII memiliki belasan pusat studi dan belasan laboratorium yang menunjang kegiatan akademis, tersebar di tiga empat kampus di Yogyakarta dan sekitarnya. UII juga memiliki Jogja International Hospital yang terhubung dengan fakultas kedokteran. Selain itu juga ada sarana gedung olah raga, stasiun radio dan beragam kegiatan kampus lainnya.

Yang membuat Ilya bangga, UII kini sudah mendobrak batas agama yang dulu pernah dipatok. Meski masih bernapaskan Islam, peminat kampus itu sudah bukan lagi hanya mahasiswa muslim.


Mahasiswa nonmuslim pun ikut menimba ilmu di sana. Yang dicari, apa lagi kalau bukan kualitas pendidikan. Pluralisme pun akhirnya menjadi satu hal yang dikedepankan.


Dari mahasiswa-mahasiswanya itu, UII sudah punya sederet nama yang mengharumkan almamater. Setelah lulus, mereka sukses di bidangnya masing-masing. Sebutlah Hakim Agung Artidjo Alkostar, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busryo Muqodas, dan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki.


“Kami sangat bangga, karena banyak pejabat yang membawa nama baik UII,” kata Harsoyo lagi.


Pito Agustin Rudiana, alumnus yang kini menempuh S2 di Universitas Gadjah Mada, mengaku bangga pernah jadi bagian dari kampus perjuangan. Pada VIVAnews ia mengaku jadi mahasiswa tahun 1996.


“Saat itu kampung belum semegah saat ini. Tapi sistem pengajarannya sangat baik. Bahkan dosen saya adalah Pak Artidjo,” kata Pito dengan antusias.


Go International

Berbekal tempaan pengalamaan selama bertahun-tahun, UII pun kini siap go international. Sejumlah sertifikasi telah diperoleh, di antaranya ISO 9001:2008 untuk Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi dan ISO 17025 untuk Penjaminan Mutu Laboratorium.


Kampus itu juga memperbanyak kerja sama dengan perguruan tinggi di luar negeri. “Memberi kesempatan kepada dosen untuk menimba ilmu di luar negeri menjadi salah satu program kami,” ujar Harsoyo.


Laman 4ICU memeringkat UII sebagai universitas terbaik ke-20 di Indonesia, dari total 385 universitas. Itu merupakan situs yang sudah mempublikasikan peringkat kampus-kampus di 200 negara sejak 2005.


Situs itu mendapat data dari perhitungan algoritma dan mesin pencari, yakni Google Page Rank, Alexa Traffic Rank, Majestic Seo Referring Domains, Majestic Seo Citation Flow, dan Majestic Seo Trust Flow.


Selain berbagai peringkat dunia, UII juga sangat memperhatikan mahasiswanya. Bagi yang tidak mampu secara ekonomi namun jempolan dari sisi akademis, UII tak ragu memberi beasiswa. Ada sederet program beasiswa yang diberikan, baik untuk mahasiswa kurang mampu maupun berprestasi.


Mungkin itu sebabnya UII tak kurang prestasi. Misalnya, mahasiswa Fakultas Hukum UII yang meraih juara dua Lomba Karya Tulis Ilmiah Olimpiade Al-Quran Nasional, April 2014 lalu.


Program Studi Akuntansi UII bahkan memboyong juara pertama dalam ERP Simulation SAP Asia Pacific Japan Cup 2014 di Singapura, 9 Juni 2014. Itu membuat UII makin mantap melangkah maju. “Kami sudah sangat siap untuk menjadi world class university,” kata Harsoyo yakin. [aba]