Reid Hoffman sesungguhnya bukan nama baru dalam dunia dot-com. Walau tak setenar para selebriti entrepreneur internet macam Larry Page, Sergey Brin, Jerry Yang, Mark Zuckerberg, Biz Stone, atau Jack Dorsey, Hoffman sudah lama bergelut di industri dunia maya itu.
Bertahun-tahun bergelut di situ, ia lebih banyak di belakang layar. Pria berusia 43 tahun ini dijuluki sebagai ‘Orang Bijak Silicon Valley’. Modalnya tersebar di 80 perusahaan teknologi seperti Facebook, Groupon, Flickr, LastFM, dan Zynga.
Adalah Hoffman yang menjembatani pertemuan antara Mark Zuckerberg dengan Peter Thiel, orang yang kemudian menjadi investor luar pertama pada jejaring sosial Facebook.
Dan ia bukan sekedar investor. Jebolan Universitas Stanford dan Oxford itu menjadi guru bagi sejumlah pebisnis muda. Hoffman, misalnya, menjadi mentor bisnis Mark Zuckerberg, sang pendiri Facebook itu.
Sejumlah pebisnis di Silicon Valley menyebutnya sebagai visioner sejati. Bertangan dingin. Hasilnya jelas. “Ia telah memperoleh pengakuan yang memang pantas, sebagai model entrepreneur sekaligus investor. " ujar Ron Conway, sesepuh investor Silicon Valley, dikutip dari sebuah kolom SiliconValley.com.
Reid Hoffman sudah lama membenam diri di dunia teknologi. Semenjak 19 tahun silam. Semula bekerja untuk Apple, kemudian pindah ke Fujitsu Software. Dari dua perusahaan itu ia mengaku mempelajari tiga hal penting. Merencanakan sebuah produk, membangun, lalu meraih konsumen.
Matang untuk urusan tiga hal itu, Hoffman lalu mendirikan perusahaan sendiri. Bersama sejumlah kawannya, tahun 1997, mendirikan jejaring sosial kencan pertama Socialnet.com. Sayang usaha ini kurang bergigi. Meski tak mati, sukses juga tidak.
Hidup tak menentu, Reid bertahan dua tahun di situ. Kemudian bergabung dengan layanan pembayaran online PayPal.
Di sini ia bertanggungjawab atas sejumlah hal. Mengurusi hubungan eksternal, infrastruktur pembayaran, pengembangan bisnis, urusan hukum dan pemerintahan.
Karirnya terus menanjak. Sebagai Executive Vice President, Reid adalah juru kunci proses akusisi Paypal oleh eBay pada 2002. Atas peran besarnya itu, ia mengantungi US$10 juta. Duit itulah yang kemudian yang dibenamkan dalam bisnis online.
Meski tahun-tahun itu adalah masa di mana investor trauma dengan internet bubble, Hoffman justru membenam uangnya di industri online. Ia menaruh dana di jejaring sosial Friendster, Facebook, Six Apart, dan memulai usaha yang kini melambungkan namanya, LinkedIn.
Bagi Hoffman, krisis ekonomi yang menghempas dot-com, justru saat yang tepat memulai usaha. “Membentuk kemitraan lebih mudah, merekrut orang lebih mudah, dan kompetisi baru datang belakangan,” kata Hoffman pada sebuah wawancara dengan Wall Street Journal.
Sesudah merekrut sejumlah professional, Linkedln diluncurkan pada tahun 2003. Dia mengundang 350 kenalan bergabung ke LinkedIn. Profil mereka dimuat di situs itu.
Di akhir bulan, LinkedIn berhasil menjaring 4500 anggota. Jejaring sosial itu adalah terminal orang-orang professional. Bertemu satu sama lain. Mempermudah pengguna mencari tempat kerja di perusahaan baru. Juga sebaliknya, memudahkan perusahaan menemukan professional yang dibutuhkan.
Dan inilah rahasia kesuksesan Linkedln. Kebanyakan orang tidak mau mencampurkan kehidupan pribadi dengan kehidupan karir mereka. Mungkin mereka akan senang mengunggah berbagai foto pribadi pada suatu acara pesta ke akun Facebook. Tapi mereka tidak sudi foto-foto itu dilihat perusahaan yang mungkin merekrut.
Darimana Linkedln mendapat uang? Banyak cara yang ditempuh. Dari anggota yang terdaftar, penjualan iklan dan lowongan kerja.
Berbeda dengan jejaring sosial lain macam Facebook dan Twitter yang bergantung pada iklan, porsi pendapatan LinkedIn yang signifikan – hingga dua pertiganya - berasal dari fee yang dikutip dari jasa pencarian kerja. Dengan cara itu sumber keuangan rutin dan pasti.
Kini perusahaan yang bermarkas di Mountain View California itu memiliki 1300 karyawan. Setiap detik, anggota baru bergabung ke LinkedIn. Saat melantai di bursa dua pekan lalu itu, perusahaan ini memiliki lebih dari 100 juta anggota dari 200 negara.
Bukan cuma Hoffman yang sumringah pada acara peluncuran saham perdana itu. Jefrrey Weiner, Chief Executive LinkedIn yang sebelumnya sempat menjadi eksekutif di Yahoo, juga girang bukan kepalang. Dia memiliki 2 persen saham di situ. Total nilai U$ 230 juta.
Rejeki nomplok itu juga dinikmati beberapa perusahaan modal ventura yang sepanjang masa-masa sulit setia menyokong perusahaan itu. Sequoia Capital, misalnya, menanam uang US$ 4,7 juta pada 2003 dan memiliki 17,8 persen saham. Kini nilai sahamnya melonjak ke bilangan US$1,6 miliar.
Greylock Partners, yang pada 2004 menanam modal US$ 10 juta, sekarang total nilai sahamnya berkisar US$ 1,3 miliar. Bessemer Venture Partners, pemilik 4,8 persen saham yang pada 2007 menyuntik US$ 12,8 juta, kini memanen sekitar US$ 430 juta.
**