Gerilya Si Pembocor Rahasia Dunia
- AP Photo/Scanpix/Bertil Ericson
VIVAnews--Tubuh kurus itu bergeming. Berbalut pakaian dingin, ia duduk menempati meja kayu kecil di dalam sebuah rumah putih tua bergaya seabad silam.
Di depannya teronggok dua komputer – satu online, sedangkan satunya lagi tak terkoneksi internet. Sebab, di komputer itulah berbagai data militer rahasia berlabuh.
Wajahnya pucat, dengan kening berkerut. Lebih dari tiga jam ia terus berkutat di depan layar. Tatkala jarum jam menyentuh angka enam, petang itu, ia baru bangun dari kursinya. Tangannya menggenggam hard disk drive berisi file rekaman video yang sebelumnya dienkripsi secara digital.
Butuh tiga bulan hingga akhirnya sandi digital itu bisa diterobos juga. “Cukup sulit (ditembus-red),” kata mantan hacker itu dengan suara bariton.
Pria itu adalah Julian Assange. Dia pendiri WikiLeaks, sebuah situs internet yang baru berumur bayi, tapi membuat gerah berbagai negara dan para pemimpin dunia, termasuk Presiden SBY. Saat itu Assange bersama beberapa rekannya tengah berada di sebuah rumah sewaan, di Grettisgata Street, Reykjavik, Islandia.
Kepada pemilik rumah, Assange mengaku mereka adalah wartawan peliput Gunung Eyjafjallajökull yang saat itu baru mulai meletus. Padahal para awak Wikileaks itu tengah menggarap Project B – sebuah proyek penyuntingan rekaman video yang bakal menggegerkan dunia.
Video itu merekam gambar yang diambil helikopter Apache milik militer Amerika Serikat yang tengah mengemban misi di timur kota Baghdad Irak, pada 2007. Pada rekaman video hitam putih itu tergambar jelas kebrutalan perang yang dilancarkan pasukan Amerika Serikat.
Rekan-rekan Assange mengerubung di depan komputer. Heli milik resimen kavaleri ke delapan itu melayang di atas langit Baghdad, memperlihatkan kubah masjid dari kejauhan, gugusan bangunan, pohon-pohon palem, serta beberapa orang yang terlihat tengah berjalan santai.
Kemudian terdengar suara komunikasi radio yang terganggu, dan terputus-putus. “OK, saya mengerti,” ujar salah satu suara yang terekam. Tiba-tiba Assange menekan tombol Pause. “Di video ini kalian akan melihat beberapa orang terbunuh,” ujar Assange. Lanjut. Suara di radio melaporkan bahwa ada lima atau enam orang yang bersenjatakan senapan AK-47.
Sejurus kemudian, Apache bermanuver sambil melepaskan tembakan. Salah seorang wartawan Reuters terlihat berada di antara orang yang ditembaki. Kamera yang dipegang wartawan, disangka sebuah peluncur granat.
Selama 25 detik Apache melepaskan tembakan, saat itu pula semuanya tak tersisa. Setidaknya 18 orang, termasuk dua wartawan kantor berita Reuters juga tewas. “Video ini menunjukkan apa yang diakibatkan oleh perang modern,” kata Assange, kepada Raffi Khatchadourian, wartawan The New Yorker yang sempat selama berhari-hari meliput aktivitas Assange.
Adalah Prajurit Satu Bradley Manning, seorang analis intelijen 23 tahun yang ditempatkan di 2nd Brigade Combat Team, 10th Mountain Division Irak, yang membocorkan video itu kepada WikiLeaks. Sebelumnya, berbekal Undang-Undang kebebasan informasi, selama tiga tahun Reuters berjuang keras untuk mendapatkan rekaman video ini dari militer AS. Sayang gagal.
Selain video itu, Manning, yang punya akses ke jaringan informasi rahasia AS, SIPRNet (secret internet protocol router network distribution), juga membocorkan 251.287 dokumen kabel diplomatik kedutaan AS di seluruh dunia kepada WikiLeaks.
Sementara, WikiLeaks sendiri hingga kini tak bersedia mengakui secara resmi bahwa penyuplai data video itu adalah Manning. Ini merupakan prosedur standar WikiLeaks untuk melindungi sumber mereka tetap anonim. “Benar atau tidak tuntutan yang dihadapinya, Manning adalah tahanan politik paling penting Amerika. Dan bila, tuduhan itu benar, dia adalah pahlawan," ujar Assange kepada News.com.au.
WikiLeaks tak begitu saja percaya dengan data yang diposting ke situsnya. Untuk kasus video ini WikiLeaks melakukan verifikasi dengan menurunkan sekelompok jurnalis ke Irak, mewawancarai korban, dan para pengamat yang mengetahui serangan helikopter ini. WikiLeaks juga menyimpan kopian catatan kesehatan dan surat keterangan kematian dari rumah sakit.
Sejak awal pendirian WikiLeaks Assange memang banyak melibatkan jurnalis. Assange membentuk dewan penasihat WikiLeaks yang beranggotakan banyak jurnalis terkenal, aktivis politik serta spesialis di bidang komputer.
Di antaranya adalah wartawan Australia Phillip Adams, CJ Hinke, dan pakar keamanan komputer Ben Laurie. Namun, mereka sendiri mengaku tak begitu banyak terlibat di WikiLeaks. Assange sepertinya hanya ingin ‘meminjam’ nama mereka untuk meningkatkan kredibilitas Wikileaks sekaligus memperbesar ekspos kelahiran situs yang didirikan pada 2007 itu.
Sementara itu, WikiLeaks sendiri bukan seperti sebuah organisasi kebanyakan. WikiLeaks terkesan cair. Ia tak memiliki karyawan yang digaji, tak memiliki mesin foto kopi, tak ada meja kerja, bahkan tak punya kantor. Assange pun bahkan tak punya rumah. Ia berpindah-pindah dari negara satu ke negara lain, menumpang di tempat teman-teman dan para pendukungnya.
Biasanya, Assange membawa tim kecil terpercaya, yang terdiri dari 3-4 orang untuk menggarap suatu proyek tertentu. Salah satu tokoh kunci kepercayaannya biasa dipanggil dengan inisial: M. Biasanya Assange berkomunikasi dengan M melalui layanan chat terenkripsi.
Di lingkaran kedua, WikiLeaks memiliki lingkaran pendukung sukarela yang lebih besar, dan di ring ketiga, ada ratusan anggota tak tetap yang bersedia memberikan bantuan. Para sukarelawan yang tersebar di seluruh dunia itu yang membantu WikiLeaks dengan menyediakan lebih dari 300 server mirror yang terdistribusi di berbagai tempat.
Selain itu WikiLeaks sendiri juga telah mencadangkan beberapa server backup yang siap diaktifkan sewaktu-waktu bila server utama mereka ditutup. Server utama WikiLeaks sendiri tertanam 30 meter di bawah tanah, di sebuah bunker antinuklir milik penyedia layanan internet Bahnhof, yang dibangun pada zaman perang dingin, di daerah bukit berbatu di Stockholm.
Tetap, Assange merupakan tokoh sentral yang memainkan peran paling penting di WikiLeaks. Saat ia ditahan oleh pemerintah Inggris, WikiLeaks bak anak ayam kehilangan induk. Saat itu, Assange memang menitipkan komando di tangan jurnalis TV asal Islandia Kristinn Hrafnsson.
Namun, menurut seorang aktivis WikiLeaks yang tak mau disebutkan namanya, unit-unit organisasi yang rahasia dan terpisah-pisah seperti sulit untuk meneruskan aktivitasnya.
Staf WikiLeaks tingkat menengah hampir semuanya tak bisa saling berkomunikasi dengan ratusan sukarelawan karena informasi kontak mereka tersimpan rapat di akun pesan instan milik Assange dan tak pernah dibagi ke orang lain.
Memang ada rencana yang dijalankan, namun hanya diketahui oleh staf yang terbatas. "Saat ini kami mengalami kekacauan,” ujar anggota WikiLeaks itu kepada Wired, saat Assange ditahan. Tak heran bila Assange sempat berujar, “Saya adalah jantung dan nyawa dari organisasi ini (WikiLeaks). Pendiri, pemikir, juru bicara, pengkode orisinil, pengorganisasi, pembiaya dan seterusnya.”
Tentu saja, kharisma dan kepemimpinan Assange yang cenderung otokratik dan megalomaniak, juga mengundang friksi internal. Setidaknya 12 karyawan awal WikiLeaks, melakukan perlawanan dan hengkang dari WikiLeaks. Mereka juga sempat menyabot akun WikiLeaks dari tangan Assange.
Tak hanya itu, Daniel juga menulis buku tentang pengalamannya mendampingi Assange, bertajuk Inside WikiLeaks: My Time with Julian Assange at the World's Most Dangerous Website. “Julian sering berpikir tentangg hirarki, di mana dia selalu berada di atas, karena merasa paling pintar dan paling berpengalaman. Sementara yang lain berada di bawahnya dan tak boleh mengkritiknya,” kata Daniel kepada ABC.
Suka atau tidak, Assange telah berhasil membuat WikiLeaks menjadi sebuah entitas yang sangat diperhitungkan. Bocoran informasinya telah membuat gusar banyak pihak, mulai dari bocoran penanganan tahanan di Camp Delta Guantánamo, kasus email “Climategate” dari University of East Anglia Inggris, penggunaan akun email pribadi Sarah Palin, hingga kabel diplomatik yang membuat murka pihak Istana.
WikiLeaks juga telah menjadi fenomena yang tak kalah besar dari jejaring sosial Facebook. Bila Facebook memiliki peran atas gerakan politik di Mesir dan Tunisia, WikiLeaks pun berperan besar dalam pergolakan di Timur Tengah. Protes oposisi di Tunisia dan Mesir, turut dipicu oleh laporan kabel WikiLeaks tentang para diktator di negeri itu.
“WikiLeaks yang mempublikasikan informasi yang ditulis oleh para duta besar pembohong, bermaksud menciptakan kekacauan,” kata Kolonel Khadafi seperti dikutip New York Times. Untuk mempelajari dampak bocoran WikiLeaks, badan intelijen Amerika CIA membentuk satuan khusus yang diberi nama WikiLeaks Task Force atau disingkat dengan WTF.
Seperti halnya Facebook dengan tokoh pendiri Mark Zuckerberg yang kemudian diabadikan ke layar lebar, WikiLeaks dan Assange pun dalam waktu dekat bakal difilmkan. Studio DreamWorks milik Steven Spielberg telah memesan hak pemfilman dua buku seputar WikiLeaks dan Assange: WikiLeaks: Inside Julian Assange's War on Secrecy, karya David Leigh dan Luke Harding, serta Inside WikiLeaks: Time with Julian Assange at the World's Most Dangerous Website besutan Daniel.
WikiLeaks pun memicu semangat kemunculan berbagai situs sejenis di berbagai negara, mulai dari OpenLeaks, Brussels Leaks, TradeLeaks, BalkanLeaks, IndoLeaks, dan RuLeaks.
Di Russia Today, bekas pejabat di masa Presiden Ronald Reagen, Paul Craig Roberts, mengungkapkan adanya upaya-upaya ‘pembungkaman’ terhadap Assange. “Bila upaya hukum gagal, dia akan dibunuh oleh tim pembunuh CIA. Itu adalah praktik lazim yang selama ini dilakukan oleh CIA,” ujarnya.
Namun, seperti apa yang disuarakan oleh para pendukung Assange sesaat ia ditangkap oleh otoritas Inggris, “You can cage the singer, not the song.” Siapapun bisa saja memenjarakan, atau bahkan mengenyahkan Assange untuk selamanya. Tapi, tampaknya sulit bagi WikiLeaks. (np)