Century, Survei Membuktikan....

Sumber :

VIVAnews Mereka berjumlah delapan orang. Dipimpin seorang pejabat dari Istana Presiden. Anggotanya datang dari rupa-rupa profesi. Ada wartawan, aktivis, hingga investigator profesional. Dibentuk akhir tahun lalu, tim ini bekerja laiknya para telik sandi.

Saban hari mereka tenggelam di dunia maya. Memelototi situs mesin pencari Google. Merakit berkeping-keping informasi di online media dan surat kabar. Memetakan masalah. Dan memburu aneka dokumen lewat jaringan bawah tanah.  

Tim ini tidak memiliki kantor. Anggota bertukar informasi, data dan dokumen lewat inbox di facebook. Sesekali kopi darat. Tempat rapat selalu berpindah. Mereka bekerja hingga larut malam, bahkan baru pulang ke rumah setelah hari terang tanah.

Target dari semua kerja keras itu cuma satu: membongkar kebobrokan kebobrokan anggota Panitia Khusus Hak Angket Bank Century.  

“Dengan internet, semua bisa ditelusuri,” ujar Andi Arief, kepada VIVAnews di Jakarta, Jumat, 5 Maret 2010. Andi adalah Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang menjadi pemimpin 'tim siluman' itu.

Panitia Khusus Century dibentuk oleh Dewan Pewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk meneliti ada tidaknya kesalahan pada kebijakan dan pelaksanaan bail Bank Century yang nilainya Rp 6,7 triliun. Anggota panitia khusus itu kerap bersengketa dengan orang-orang Presiden di media masa.

Andi mengaku mulai bergerak tak lama setelah ditunjuk sebagai Staf Khusus Presiden pada 19 November 2009. Tiga bulan penuh menikam kepala. Bahkan, seringkali bekerja 24 jam penuh. “Kami sempat tak kenal waktu tidur,” ujar mantan aktivis yang pernah diculik penguasa Orde Baru itu.

Hasil penelusuran tim ini membuat sejumlah anggota Pansus kelimpungan. Misalnya, soal anggota Pansus penerima gratifikasi dari BI periode 2004-2009, persetujuan PKS saat krisis 2008 hingga soal L/C bodong Century milik Misbakhun, anggota Pansus dari PKS.

“Saya bersyukur mendapat berkah dokumen L/C bodong Misbakhun sepekan menjelang rapat paripurna Century pada 3 Maret 2010,” ujar Andi. Padahal, kata dia, gerilya ini dilakukan atas inisiatif sendiri dan diam-diam. “Badan Intelejen Negara (BIN) tak tahu, presiden juga tak tahu.”  

Meski tugasnya menangani bencana, Andi mengaku tergerak mengungkap kebobrokan Pansus lantaran trenyuh dan geram dengan tudingan fitnah yang berkembang luar biasa. Padahal, dia mendengar langsung dari Presiden bahwa SBY dan keluarga sama sekali tidak menerima aliran dana Century seperti dituduhkan.



Tak bisa dipungkiri, bola panas Century memang menggelinding liar sejak hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diserahkan ke DPR pada 23 November 2009. Hasil audit itu secara telanjang membuka peran Menkeu Sri Mulyani dan Mantan Gubernur BI Boediono. Mereka ditaruh sebagai tokoh sentral dibalik putusan bail-out yang kontroversial.

Yang lebih menggemparkan adalah soal kabar aliran dana bail-out Century untuk kampanye calon presiden SBY. Rumor berhembus kencang hingga menghangatkan suhu politik di Tanah Air. Apalagi, aktivis Bendera mengumumkan ada aliran dana Century Rp 1,8 triliun kepada para tokoh di lingkaran SBY.

Ketika kasus Century menggelinding kian kencang, SBY merasa ada pihak-pihak yang ingin merusak reputasinya, juga agar Partai Demokrat amblas pada 2014. "Perilaku politik seperti ini ingin mendiskreditkan, menggoyang serta menjatuhkan SBY dan pemerintah," katanya awal Desember 200.

Karenanya, SBY mendukung penuh Hak Angket Century DPR untuk membuka seluas-luasnya hingga terang benderang. Pada 1 Desember 2009, Hak Angket disetujui DPR dan tiga hari kemudian Pansus Century dibentuk.

Namun, di sinilah pertarungan makin seru. Aksi anggota Pansus yang keroyokan menginterogasi membuat para saksi terpojok, tegang, marah, hingga menangis. Diliput luas media, mereka tampil garang seperti jaksa. Apalagi, hampir setiap hari selama dua bulan, televisi menyiarkan langsung interogasi Pansus. Masyarakat dibombardir informasi Century hingga seperti diskusi warung kopi.

“Century malah sudah seperti Teh Botol,” kata mantan Wakil  Presiden Jusuf Kalla memberikan analogi. Alasannya, kata Kalla yang juga saksi kunci, apapun acara yang dihadirinya, Century selalu menjadi topik hangat yang diperbincangkan.



Menjadi bulan-bulanan anggota Pansus DPR dan liputan luas media massa membuat Century semakin populer di mata publik. Namun bagi pemerintah, berlarut-larutnya kasus bank bermasalah justru menjadi petaka. Kepercayaan publik kepada pemerintah SBY kian lama semakin tergerus.

Tengok saja hasil survei sejumlah lembaga riset independen, seperti Lembaga Survei Indonesia (LSI), Indobarometer dan Danareksa Research Institute. Padahal, di awal pemerintahan SBY, harapan publik sangat tinggi. Namun, setelah tiga bulan berlalu, hasil survei membuktikan kinerja SBY-Boediono jeblok.

Survei LSI pada 7-20 Januari 2010 membuktikan 42% responden mengikuti kasus Century. Dari jumlah itu, 66% responden menilai kebijakan bail-out Century salah.

Meski tak percaya duit Century mengalir ke pasangan SBY-Boediono, kasus ini telah merontokkan tingkat kepuasan publik kepada SBY dari 85% pada Juli 2009 menjadi 70% pada Januari 2010.

Hasil survei Indobarometer pada 8-18 Januari 2010 lebih parah lagi. Sebanyak 77% yang disurvei mengetahui kasus Century, serta menilai buruk Boediono dan Sri Mulyani.

Sebanyak 43% dan 46% menyatakan Sri Mulyani dan Boediono salah dan harus bertanggung jawab. Yang menganggap benar hanya 33% dan 30%.

Kepuasan publik untuk SBY memang tinggi 75% dibanding yang tak puas 23%. Namun, yang puas pada Boediono cuma 40%, ketimbang yang tidak puas 44%.

Yang mencemaskan, separoh responden yakin kasus ini merusak citra SBY. Bahkan, 33% percaya Boediono bisa dimakzulkan.

“Kalau melihat sekarang, pandangan publik itu mirip opsi C Pansus Century yang menyatakan bail-out salah,” ujar M Qodari, Direktur Indobarometer Jumat, 5 Maret 2010.

Bahkan, kasus Century bukan cuma mencoreng citra, namun juga menenggelamkan program pemerintah. “Buktinya, tak sampai separoh responden yang tahu program 100 hari.”

Staf Khusus Istana, Velix Wanggai mengakui kasus Century bukan sekedar merusak citra pemerintah dan SBY. Tetapi, energi, waktu dan aktivitas pemerintah tersedot menghadapi kasus ini. “Pemerintah harus hadapi perdebatan di Pansus, juga berita miring,” katanya, Kamis, 4 Maret 2010.

Yang paling dahsyat adalah dampak politik. Menurut Andi Arief, kasus Century telah mencabik-cabik konfigurasi politik. Bahkan, peta koalisi pemerintah, Demokrat – Golkar juga berantakan. “Bayangkan, Golkar yang tidak tertuduh, jadi emosional dan terprovokasi,” kata Andi.

Selama dua bulan Pansus Century bekerja, perpecahan di tubuh partai koalisi pemerintah memang mengemuka. Partai Golkar, PKS, dan PPP bergabung dengan PDIP, Gerindra dan Hanura menentang bail-out Century melawan kubu Demokrat, PAN dan PKB yang mendukung bail-out. Perpecahan berlanjut hingga sidang paripurna DPR soal Century digelar pada Rabu malam, 3 Maret 2010.

Lobi-lobi staf khusus Presiden, Andi Arief bersama Velix Wanggai tak mempan. Keduanya sudah gerilya menemui para tokoh, seperti Amien Rais, Pramono Anung, Puan Maharani, Priyo Budi Santoso, Syafii Ma'arif dan Akbar Tandjung. Namun, penentang bail-out Century tetap menang telak lawan kubu Demokrat dengan skor 325 lawan 212.

Putusan politik DPR itu menunjukkan kebijakan bail-out Century salah. Desakan agar Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani nonaktif atau mundur dari jabatannya pun bermunculan seperti dilontarkan oleh Akbar Faisal dari Hanura dan Dradjad Wibowo dari PAN. "Setelah putusan paripurna DPR, sebaiknya Pak Boed dan Bu Sri Mulyani legowo mengundurkan diri agar tak jadi beban negara," kata Dradjad kepada VIVAnews, Kamis 4 Maret 2010.
 


Putusan DPR ditanggapi serius oleh pemerintah. Staf protokoler Istana Merdeka, sampai harus menyiapkan secara khusus pidato kenegaraan Presiden SBY di Ruang Credential pada Kamis malam, pukul 20.00 WIB.

Pidato ini juga berbeda dari biasanya. Dengan pakaian jas resmi bagi pria dan kebaya bagi wanita, hampir semua menteri Kabinet Indonesia Bersatu II hadir. Mereka menempati kursi yang disediakan, baik di sisi kanan dan kiri dari podium tempat Presiden berpidato.

Menteri Agama Suryadharma Ali dari PPP dan Menteri Komunikasi Tifatul Sembiring dari PKS tetap terlihat sumringah meski partainya berlawanan dengan Demokrat. Menkeu Sri Mulyani yang mendapat sorotan tajam justru memilih ngumpet duduk di belakang.

Meski diminta wartawan dan Kepala BKPM Gita Wirjawan untuk maju, Sri Mulyani yang mengenakan kebaya hijau tetap menolak. "Saya disembunyikan saja," katanya senyum.

Namun, setelah Menteri Perindustrian MS Hidayat memanggil ke depan, Sri Mulyani baru berdiri dan maju sembari berkelakar. "Saya diberi kursi oleh Golkar." Keduanya bersalaman, lalu giliran Hidayat yang pindah ke belakang sembari menimpali. "Orang lain rebutan kursi, saya ngasih kursi."

Tak lama kemudian, mengenakan jas hitam dan dasi merah, giliran Presiden SBY memasuki ruangan. Selama 39 menit, Presiden menyampaikan pidato yang bernada sejuk. Intinya, mengapresiasi kerja Pansus Century, menilai kebijakan bail-out sudah tepat dan menindak tegas yang salah seperti pemilik Century, serta mengajak semua pihak kembali fokus pada pembangunan.

Yang mengejutkan adalah sinyal Presiden tidak akan melakukan reshuffle terhadap para menteri dari partai yang berseberangan sikap. “Bagi saya, prioritas utama menyukseskan program prorakyat, bukan isu koalisi parpol pendukung pemerintah,” kata SBY.