Ramai-ramai Takut dengan China
- VIVAnews/ Andri Mardiansyah.
VIVA – Aksi unjuk rasa mewarnai kedatangan turis asal China yang hendak berwisata di Sumatera Barat. Massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF) Sumbar dan Forum Masyarakat Minang (FMM) ini menolak kunjungan 150 turis asal Tirai Bambu itu ke wilayahnya. Padahal, para wisatawan asal China itu dijadwalkan akan berada di sana selama lima hari dalam rangka mengunjungi sejumlah tempat wisata yang terdapat di Sumatera Barat.
Penolakan terhadap turis asal Cina itu terjadi bukan tanpa alasan, masyarakat Padang takut akan wabah Novel Corona Virus (2019-nCoV) atau yang akrab disebut dengan virus corona yang berasal dari negara para turis tersebut berasal.
Aksi serupa juga terjadi di Natuna, Kepulauan Riau. Warga Natuna, menggelar aksi unjuk rasa menolak kedatangan 245 Warga Negara Indonesia atau WNI yang baru tiba dari kota asal virus corona, Wuhan, China. Ribuan orang mendatangi kantor Pemerintah Daerah Natuna dan Bandara Raden Sadjad yang berdekatan dengan Pangkalan Militer TNI yang dijadikan lokasi karantina untuk mengobservasi ratusan WNI dari Wuhan, China tersebut.
Ketua DPRD Natuna Andes Putra mengatakan, aksi unjuk rasa itu terjadi karena warga takut dengan wabah virus corona yang kini menjadi momok yang sangat menakutkan. Masyarakat Natuna selama ini hanya mendengar informasi yang tersebar di pemberitaan media bahwa virus corona ini sangat berbahaya.
“Pada umumnya masyarakat kita kan masyarakat awam terhadap informasi tentang virus corona ini, yang didengar oleh masyarakat selama ini kan virus corona ini sangat berbahaya, dan dapat menular ke orang lain, dan penyebarannya sangat cepat sekali, karena penyebarannya dari manusia ke manusia kan. Jadi masyarakat merasa takut dan khawatir dengan itu,” kata Andes Putra kepada VIVAnews di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa, 4 Februari 2020.
Penolakan terhadap kedatangan ratusan WNI dari daerah asal virus corona itu kabarnya diikuti dengan eksodusnya sejumlah warga dari Pulau Natuna. Endes membenarkan, ketika satu hari Natuna dijadikan lokasi atau tempat observasi virus corona, tercatat 900 warga Natuna pergi dalam waktu bersamaan dengan menggunakan kapal laut dengan rute dari Natuna ke sejumlah pulau di Kepulauan Riau.
Namun dia tidak dapat memastikan apakah perginya warga Natuna pada satu hari itu dapat dikatakan eksodus atau bukan. Sebab, di hari yang sama ada beberapa momen yang terjadi di sekitar Kepulauan Riau, di antaranya panen cengkeh di beberapa wilayah. Biasanya, kalau di daerah Binjai terjadi panen cengkeh, sebagian warga yang tinggal di Natuna pergi ke Binjai untuk memanen hasil cengkehnya.
“Memang benar kita dapat data ada sekitar 900 orang penumpang yang akan naik kapal itu berangkat dari Natuna. Tidak menutup kemungkinan dari 900 penumpang itu pasti ada yang merasa ketakutan dan khawatir dengan adanya tempat observasi virus corona di sana.”
Minim Informasi
Wakil Bupati Natuna Ngesti Yuni Suprapti membenarkan keluarnya sebagian masyarakat dari Natuna ke sejumlah daerah di sekitar Kepulauan Riau. Namun, ia membantah bahwa keluarnya sebagian masyarakat Natuna sebagai eksodus besar-besaran seperti yang beredar di dalam pemberitaan dan media sosial. Menurut dia, perginya sebagian Masyarakat Natuna dikarenakan beberapa faktor. Pertama, terjadinya panen cengkeh di sejumlah daerah penghasil cengkeh. Kedua, karena pemerintah kabupaten Natuna meliburkan sekolah yang ada di Pulau Natuna.
“Memang ada kekhawatiran sebagian masyarakat. Dan juga kemarin itu ada pengumuman waktu libur sekolah, jadi karena ada informasi itu jadi anak-anaknya dibawa juga pergi meninggalkan Natuna, karena informasi yang tidak jelas (tentang penyebaran virus corona) tadi itu,” ujarnya di lokasi yang sama.
Ngesti mengakui, ketakutan berlebihan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat di Natuna dikarenakan terbatasnya informasi yang diperoleh oleh masyarakat terkait virus corona. Ditambah lagi, tidak adanya sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat kepada masyarakat Natuna tentang virus corona sebelum Natuna ditetapkan menjadi lokasi karantina atau observasi 238 WNI yang baru datang dari China. Masyarakat Natuna selama ini hanya mendapatkan informasi tentang virus corona yang membahayakan itu hanya dari media, dan itu sangat terbatas.
“Jadi miskomunikasi saja masalahnya. Dan itu sudah diakui oleh pemerintah melalui Menkopolhukam kemarin, sudah jumpa pers, beliau mengakui memang ada keterlambatan informasi kepada pemerintah daerah dan masyarakat di Natuna,” ujarnya.
Ia yakin, kalau saja pemerintah pusat jauh-jauh hari melakukan sosialisasi kepada pemerintah daerah dan masyarakat Natuna terkait dengan virus corona dan pola penyebarannya dengan baik, penolakan atas ratusan WNI yang baru datang dari China di Natuna itu tidak akan terjadi.
“Kalau itu disampaikan dengan baik, insya allah kami akan menerima dengan senyum, menerima dengan keramahan saudara-saudara yang ada di sana.”
Hal itu juga dibenarkan oleh Komisioner Komisi Informasi Publik (KIP), Romanus Ndau. Dia menilai, penolakan sejumlah warga terhadap turis asal China dan WNI yang baru datang dari China itu dikarenakan terbatasnya informasi yang dipublikasi oleh pemerintah tentang virus corona yang kini tengah menggegerkan dunia.
Selama ini, masyarakat hanya mendapatkan kabar berita bahwa masyarakat dilarang untuk kontak langsung orang yang diketahui baru datang atau telah bepergian dari China sebagai sumber munculnya virus corona. Informasi itu tidak dibarengi dengan pola penyebaran virus yang sebenarnya orang tidak serta merta dapat tertular begitu saja dari corona virus itu.
“Maka menjadi wajar ketika orang ketakutan atau terjadi stigmatisasi terhadap mereka yang berasal dari China atau orang yang baru tiba dari China karena virus ini. Karena rakyat itu tidak tahu persis tentang corona virus ini kan,” kata Romanus Dhau.
Ia berharap, pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan dapat menjelaskan dengan detail bagaimana sebenarnya virus corona ini. “Bagaimana pola penyebarannya, bagaimana cara mencegahnya, bagaimana cara antisipasinya, itu harus disampaikan dengan jelas oleh pemerintah. Dan ini kan dalam UU KIP itu termasuk dalam informasi serta merta yang harus diumumkan dengan cepat. Karena kalau tidak sampai informasinya kepada masyarakat, maka masyarakat akan mencari cara untuk menyelamatkan dirinya masing-masing.”
Menutup Semua Celah
Ketakutan terhadap China itu sepertinya tidak hanya dialami oleh masyarakat. Pemerintah juga mengeluarkan sejumlah kebijakan guna mencegah masuknya virus baru yang berasal dari China. Mulai dari menyetop impor barang dari China, menutup penerbangan dari dan ke China, hingga tidak mengeluarkan visa kunjungan dari China untuk sementara waktu.
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Agus Suparmanto mengatakan, akan menghentikan impor makanan dan minuman dari China ke Indonesia. Penyetopan impor sejumlah barang dari China itu karena dikhawatirkan virus corona akan masuk melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi masyarakat.
Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian merespon rencana penghentian sementara impor makanan dan minuman dari negara asalnya itu. Menurut Xiao Qian sampai saat ini belum ada bukti virus corona bisa ditularkan lewat barang-barang impor dari negaranya. Ia mengklaim telah memastikan hal itu dengan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.
"Menurut kami dalam situasi ini kita harus tenang, tidak perlu bereaksi berlebihan (over react) yang akan memberikan dampak negatif terhadap perdagangan, investasi dan pergerakan orang yang normal," kata Xiao Qian saat memberikan konferensi pers di Kediaman Resmi Dubes China, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa 4 Februari 2020 lalu.
Ia menilai, penyetopan impor barang dari China dapat merugikan hubungan kedua negara dan memberi dampak negatif kepada hubungan kerja sama yang akan datang. Xiao Qian mengatakan, Pemerintah China saat ini tengah fokus pada penanganan wabah virus corona dan mengambil tindakan yang paling ketat untuk menangani penyebaran virus tersebut. Dia menegaskan, China sangat percaya diri dan berkemampuan untuk mengontrol penyebaran corona, termasuk dari makanan dan minuman yang diproduksi di sana.
"Kita berharap pihak Indonesia bisa memandang pencegahan dan penanggulangan secara objektif, rasional dan ilmiah serta mematuhi international health regulation serta mengambil pencegahan rasional dan bukan berlebihan supaya menghindari gangguan terhadap hubungan kedua negara."
Kementerian Perhubungan juga mengambil langkah serupa. Guna memaksimalkan pencegahan, mereka dengan menghentikan sementara penerbangan dari dan ke China. Kebijakan itu dilakukan sejak 5 Februari 2020. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, kebijakan untuk menghentikan sementara penerbangan maskapai dari dan ke China itu dilakukan dengan pertimbangan masifnya penyebaran virus corona ke berbagai negara di luar China. Budi berdalih, kebijakan itu dilakukan dengan penuh kehati-hatian serta menyesuaikan rekomendasi WHO.
“Jadi kami tidak perlu khawatir, karena ini dilakukan dengan hati-hati. Bahkan, kami memastikan bahwa yang namanya konektivitas logistik tetap dijalankan,” kata Budi Karya, Kamis, 6 Februari 2020.
Kebijakan penghentian penerbangan dari dan ke China itu juga diikuti dengan kebijakan Kementerian Hukum dan HAM yang telah mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM atau Permenkumham Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penghentian Sementara Bebas Visa Kunjungan, Visa, dan Pemberian Ijin Tinggal Keadaan Terpaksa Bagi Warga Negara Republik Rakyat Tiongkok per tanggal 5 Februari kemarin.
Kepala Humas dan Protokol Ditjen Imigrasi, Arvin Gumilang menyatakan, dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM itu dilakukan dalam rangka merespon rekomendasi WHO yang menyatakan bahwa virus corona atau 2019-nCov itu sudah menjadi wabah internasional yang menjadi perhatian dunia internasional.
“Sehingga Indonesia melakukan pembatasan terutamanya adalah pergerakan warga negara Tiongkok maupun warga negara lain yang pernah singgah pernah berkunjung dalam kurun waktu 14 Hari sebelum dia masuk ke Indonesia,” kata Arvin kepada VIVAnews.
Ia menjelaskan, setiap warga negara asing yang masuk ke Indonesia baik melalui bandara-bandara internasional, pelabuhan, maupun wilayah perbatasan akan dilakukan pemeriksaan track record perjalanannya selama 14 hari ke belakang.
“Jadi kita lihat, dia pernah ke Tiongkok apa tidak dalam 14 hari ke belakang, atau kalau misalnya dia langsung berangkat dari Tiongkok sudah otomatis ditolak. Kalau misalnya dia masuk dari tempat lain tapi dalam kurun waktu 14 hari sebelumnya dia sudah pernah ke Tiongkok satu atau dua hari itu juga akan ditolak karena melihat masa inkubasi nya adalah 14 hari itu,” ujarnya.
Sementara, bagi warga negara China yang tidak dapat kembali ke negaranya karena ada wabah virus corona, dan karena tidak adanya penerbangan dari Indonesia ke China, maka akan diberikan izin tinggal keadaan terpaksa dalam jangka 30 hari ke depan. “Permenkumham ini berlaku sampai 29 Februari mendatang dan akan dievaluasi kembali nanti jika dibutuhkan.”
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, menjelaskan, berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Pertimbangan terbesar adalah melindungi seluruh rakyat Indonesia dari wabah virus corona yang kini tengah menjadi momok menakutkan dunia internasional.
Ia meyakini, sejumlah kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan virus corona itu tidak akan mengganggu hubungan kerja sama antara Indonesia dengan China. Lagi-lagi, ia berdalih, semua kebijakan tersebut diambil berdasarkan standar kesehatan yang sudah ditetapkan oleh WHO dalam menyikapi virus berbahaya 2019-nCoV ini.
“Tentunya ini kan masalah wabah, masalah kemanusiaan di sini, artinya justru pada saat ini kita mendorong kerja sama Indonesia dan RRT dan kita bersimpati dengan wabah ini. Ini juga ditunjukkan dengan pemberian bantuan kepada pemerintah RRT. Saat kita bawa pesawat itu bukan cuma pulangkan warga kita, tetapi juga kita bawa bantuan dalam bentuk masker 150 ribu Pcs dan surgical gown.”