Memilih Jalur Konstitusional
- Syaefullah
VIVA – Prabowo Subianto tersenyum. Sudut bibirnya tertarik ke atas, matanya menatap ke para pendukungnya.
Setelah mengucap salam dalam beberapa agama, ia lalu membaca catatan dari sebuah kertas yang dipegangnya. Didampingi calon wakil presidennya, Sandiaga Salahudin Uno, Prabowo dengan tegas menyatakan menolak hasil penghitungan suara yang disampaikan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sebelum membacakan penolakannya, Prabowo sempat menyindir KPU dengan mengatakan pengumuman oleh lembaga penyelenggara pemilu itu 'senyap-senyap.'
Paslon 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno bersama tim di Kertanegara, Jakarta
Pengumuman hasil rekapitulasi suara pemilih secara nasional memang diumumkan KPU pada Selasa dini hari, 21 Mei 2019. Di saat sebagian besar masyarakat terlelap, KPU menyampaikan hasilnya pada publik. Pengumuman ini maju dari batas akhir penghitungan suara.
Publik banyak yang merasa kecele karena sebelumnya meyakini bahwa KPU akan mengumumkan hasil akhir penghitungan suara nasional pada Rabu, 22 Mei 2019. Tanggal tersebut adalah hari ke-35 setelah Pemilu 2019 digelar.
Sesuai Undang Undang Pemilu No. 7 Tahun 2012, hasil akhir penghitungan suara maksimal 35 hari. Secara UU, KPU tidak boleh mundur dari tanggal 22 Mei 2019, tapi dimungkinkan mengumumkan lebih awal.
Celah itu dimanfaatkan KPU untuk mengumumkan hasil penghitungan pada dini hari. Tapi bukan berarti KPU tidak mengabarkan majunya rencana pengumuman.
Sejak Senin siang, 20 Mei 2019, Ketua KPU, Arief Budiman, sudah menyampaikan, hingga siang itu tinggal lima provinsi dan satu daerah pemilihan luar negeri yang belum selesai penghitungan suaranya. Dan jika hari itu selesai semua, maka pengumuman akan disegerakan.
Sore hari, KPU mengumumkan dapil luar negeri, dan dua provinsi sudah selesai. Sekitar pukul 23.00 WIB, hasil penghitungan suara nasional dikabarkan selesai.
Meski tahap demi tahap sudah dilakukan oleh KPU, dan quick count sejumlah lembaga survei memaparkan hasil kemenangan untuk Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Prabowo dan pendukungnya tak mau mengakui. Sejak hasil quick count muncul, Prabowo mencuri start dengan mengumumkan kemenangan versi timnya.
Sehari itu, pada 17 April 2019, hingga tiga kali Prabowo mengumumkan kemenangan versi timnya yang mencapai 62 persen. Mereka melakukan sujud syukur dan takbir.
Tak hanya itu, Prabowo dan Sandiaga terus-menerus mengawal proses penghitungan suara nasional dengan teriakan terjadi kecurangan di mana-mana. Paslon ini meminta KPU cermat dengan data-data yang disampaikan pihaknya dan Bawaslu menghukum serta mendiskualifikasi paslon 01. Kubu ini beralasan, paslon 01 menang dengan cara-cara curang, sehingga tak berhak mendapatkan kemenangannya.
Tolak Rekapitulasi KPU
Pengumuman KPU tentang hasil akhir rekapitulasi suara nasional menunjukkan Jokowi-Ma'ruf Amin lebih unggul dari pasangan Prabowo-Sandiaga. Perolehan masing-masing paslon adalah 01 sebanyak 55,5 persen dan paslon 02 mencapai 44,5 persen.
Selisih suara mencapai hampir 17 juta. Tapi, kubu 02 menolak hasil tersebut dan mengatakan akan menempuh jalur konstitusional dengan melakukan gugatan terhadap hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade, menegaskan penolakan partainya atas hasil rekapitulasi suara nasional yang diumumkan KPU. BPN menolak, karena menurut mereka, banyak terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif.
"Masalah DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang tidak valid tak diselesaikan, adanya dugaan penggelembungan suara, dugaan melibatkan lembaga negara dan BUMN, ini harus diinvestigasi," ujar Andre.
Selain itu, menurut dia, perlu dibentuk tim pencari fakta untuk mengatasi dan mencari tahu dugaan kecurangan tersebut. "Kita juga ada bukti dari tim IT kita dan sudah sempat dipaparkan beberapa waktu lalu dan akan masih banyak lagi bukti yang kita punya untuk membongkar bahwa kecurangan memang terjadi," ujarnya kepada VIVA.
BPN membeberkan kecurangan Pemilu di Hotel Sahid, Jakarta
Pada Selasa, 14 Mei 2019, ketika penghitungan KPU mendekati akhir, kubu paslon 02 menggelar pertemuan terbuka untuk membeberkan fakta kecurangan dalam pilpres di Hotel Grand Sahid Jaya, Sudirman, Jakarta. Pertemuan itu juga dihadiri Sandiaga dan Ketua BPN Djoko Santoso, Amien Rais, serta Hashim Djojohadikusumo.
Kubu Tim Kemenangan Nasional (TKN) paslon 01 yang juga diundang menolak hadir. TKN beralasan, jika BPN menemukan kecurangan, harusnya melaporkan temuan tersebut ke Bawaslu, bukan menggelar konferensi pers dan langsung membeberkan ke publik.
Dalam pertemuan tersebut, tim BPN juga menyertakan seorang ahli IT bernama Hairul Anas Suaidi yang mengklaim menemukan 'robot' untuk memantau Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU.
Hairul Anas menggaransi, robot yang ia ciptakan mampu memantau dan merekam pergerakan Situng KPU, yaitu sistem penghitungan suara yang dikelola oleh KPU secara transparan. Hairul menyebut bahwa dengan robot ciptaannya, kesalahan Situng KPU mudah dibaca.
Sayangnya, seluruh presentasi yang disampaikan oleh tim BPN tetap ditolak oleh Bawaslu. Menurut Bawaslu, bukti yang disampaikan oleh paslon 02 tidak memenuhi syarat.
Ketua Bawaslu, Muhammad Abhan, dalam pembacaan putusan pendahuluan atas laporan BPN Prabowo-Sandi di kantor Bawaslu RI, Jakarta, memastikan itu. “Menetapkan, menyatakan laporan dugaan pelanggaran administratif pemilu TSM tidak dapat diterima,” ujar Abhan, Senin, 20 Mei 2019.
Ketua Bawaslu, Muhammad Abhan
Anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo, menjelaskan, bukti yang dilampirkan oleh BPN Prabowo-Sandi hanya berupa hasil cetak dari link berita media online. Dan itu jelas tidak cukup untuk memenuhi kriteria bukti seperti yang diatur dalam Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu.
Seharusnya, menurut Ratna, bukti yang dilampirkan harus disertakan lebih lengkap, misalnya dokumen, video atau surat yang bisa membuktikan dugaan kecurangan yang dilaporkan. Apalagi, kubu 02 mengatakan, kecurangan tersebut dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Pengamat politik Adi Prayitno juga mengaminkan lemahnya bukti yang diajukan kubu 02. "Mereka mengklaim pemilu penuh kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) tapi aduannya yang disampaikan ke Bawaslu ternyata mentah karena tidak ada bukti yang valid, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ada kecurangan yang mereka tuduhkan seperti TSM itu," ujarnya kepada VIVA, Kamis, 23 Mei 2019.
Meski demikian, dalam konferensi pers menyikapi hasil rekapitulasi nasional yang diumumkan KPU, Prabowo menyatakan akan menempuh jalur konstitusional. Kubu 02 akan menyampaikan bukti-bukti yang lebih lengkap untuk disampaikan ke Mahkamah Konstitusi.
Koordinator Jubir BPN Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan, mereka sudah mendapatkan bukti baru dari laporan di berbagai daerah. "Ada banyak masukan dari daerah, wilayah-wilayah seperti Jateng, Jatim, Bali, kemudian Papua, NTT, Sumut. Daerah-daerah itu sudah menyiapkan banyak bukti pelanggaran kecurangan yang memang TSMB (terstruktur, sistematik, masif, dan brutal)," ucap Dahnil dalam konferensi pers di Kertanegara pada Senin, 21 Mei 2019.
Berujung ke MK
Jauh sebelum Pemilu 2019 dimulai, politikus senior Amien Rais sudah berulang-ulang mengatakan, jika kubu 02 kalah, akan terjadi people power untuk menolak kekalahan tersebut. Jelang pengumuman KPU yang sebelumnya sempat dijadwalkan akan disampaikan pada 22 Mei 2019, isu people power menguat.
Kepolisian RI menanggapi isu people power dengan tudingan makar, sebab itu lebih mendekati pengerahan massa untuk menggulingkan pemerintahan yang sah ketimbang mengkritisi hasil Pemilu 2019. Isu people power itu disebut rentan ditunggangi kelompok-kelompok teroris yang dikabarkan akan melakukan aksi besar pada 22 Mei 2019.
Polri pun menangkapi terduga teroris dari jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Bogor, lengkap dengan rakitan bom yang mereka miliki, yang diperkirakan memiliki daya ledak tinggi. Polri mengatakan, bom tersebut siap diledakkan saat aksi massa pada 22 Mei 2019.
Pendekatan persuasif dilakukan Polri, massa diminta tidak bergabung pada aksi 21-22 Mei 2019. Tapi demonstrasi menolak hasil pemilu yang disampaikan KPU tetap terjadi.
Massa berdemo di depan Bawaslu, Jakarta
Massa dari berbagai elemen mulai memenuhi area di sekitar KPU di Jalan Imam Bonjol dan Bawaslu di Jalan MH Thamrin di Jakarta pada 21 Mei 2019. Sejak siang hingga malam hari mereka terkonsentrasi di dua area tersebut serta menjalankan aksi dengan aman dan tertib.
Setelah salat Tarawih, massa diimbau untuk membubarkan diri. Mereka pun mematuhi imbauan polisi dan membubarkan diri dengan tertib pukul 21.00 WIB.
Namun, sekitar pukul 23.00 WIB, tiba-tiba ada massa berjumlah ratusan yang muncul ke depan kantor Bawaslu. "Mereka merusak barier dan massa didorong oleh petugas pengamanan," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo.
Bentrokan pun pecah. Massa lalu terkonsentrasi di tiga area, yaitu Jalan Wahid Hasyim, Jalan Sabang, dan Petamburan. Hingga pagi, 22 Mei 2019, bentrokan tak selesai, bahkan meluas hingga ke Jalan Jatibaru.
Menanggapi bentrokan, transportasi publik di sekitar area kerusuhan dihentikan operasionalnya. Sejumlah kantor meliburkan karyawan, murid sekolah diliburkan, dan pertokoan di Tanah Abang tutup.
Selama dua hari, 21 dan 22 Mei 2019, massa dan petugas keamanan masih saling berhadapan. Presiden Jokowi menanggapi bentrokan dengan menyampaikan keinginan baiknya untuk terbuka dan menerima siapa saja bergabung, namun akan menindak tegas mereka yang menciptakan kerusuhan.
Tak lama berselang, Prabowo dan Sandiaga juga melakukan konferensi pers. Pasangan ini tetap tegas menolak hasil penghitungan suara yang disampaikan KPU.
Namun, malam hari pada 22 Mei 2019, Prabowo merilis rekaman dirinya yang meminta agar massa menyudahi aksi demonstrasi dan kembali ke rumah masing-masing untuk sahur serta kembali berpuasa dan menjalani kehidupan masing-masing. Dalam rekaman tersebut, Prabowo yang tidak didampingi oleh siapa pun, meminta massa tak meneruskan lagi aksi mereka.
Sejumlah pesan melalui jaringan WhatsApp pun sempat beredar, menyebutkan Prabowo dan Sandi akan memimpin aksi pada Jumat, 24 Mei 2019, setelah selesai salat Jumat di Masjid Al Azhar. Pesan tersebut mengajak pendukung 02 bergabung. Tapi, elite di kubu 02 membantah dan mengatakan ajakan itu hoaks.
Jumat, 24 Mei 2019, aksi demonstrasi di Jakarta berhenti. Tim BPN memastikan, hari itu mereka akan melapor ke Mahkamah Konstitusi. Sekitar pukul 22.35 WIB, tim hukum paslon 02 tiba di MK.
Kuasa hukum paslon 02 mendaftarkan gugatan ke MK
Tim ini dipimpin oleh advokat senior dan juga mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto. Mereka membawa 51 alat bukti sebagai kelengkapan laporan. Di dalam tim hukum itu juga ada nama Denny Indrayana.
"Alhamdulillah kami sudah menyelesaikan permohonan mengenai sengketa perselisihan hasil pilpres. Malam ini (Jumat 24 Mei 2019) kami akan menyerahkan secara resmi permohonan itu," kata Bambang di kantor MK, Jakarta Pusat.
Bambang menuturkan, dalam penyerahan permohonan ke Mahkamah Konstitusi itu dilengkapi dengan daftar alat bukti yang telah disiapkan sebelumnya. "Dan mudah-mudahan kita akan melengkapi alat bukti," katanya.
Bambang memastikan, apa yang mereka lakukan adalah bagian penting dalam sengketa pemilu untuk mewujudkan penegakan hukum yang demokratis.
Kedatangan tim hukum paslon 02 diterima oleh Muhidin, panitera Mahkamah Konstitusi. Ia menjelaskan mekanisme permohonan di MK.
"Saat ini bapak dalam tahap ajuan permohonan. Tentu harus dilengkapi dokumen-dokumen. Tadi sudah diserahkan secara simbolis," kata Muhidin di depan tim hukum Prabowo-Sandi, Jumat, 24 Mei 2019.
Kemudian, dia menjelaskan, harus ada 12 dokumen, 12 surat kuasa, dan juga daftar alat-alat bukti. Semua berkas itu, menurutnya, harus dipastikan ada 12 rangkap juga.
"Bukti apa-apa saja yang disampaikan dalam rangka melengkapi persyaratan formal," ujar Muhidin.
Muhidin juga menjelaskan proses penanganan perkara di MK untuk sengketa Pemilu 2019. Ia mengatakan, pada 14 Juni 2019 akan ada pemeriksaan pendahuluan, kemudian pada 17-21 Juni 2019 adalah pemeriksaan persidangan yang memeriksa substansi pokok perkara, dan 28 Juni 2019 pembacaan putusan.
Meski penuh drama penolakan dan teriakan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif, juga aksi deklarasi kemenangan, akhirnya tim Prabowo-Sandi menempuh jalur konstitusional untuk membuktikan tuduhan mereka.
Tanggal 28 Juni 2019 akan menjadi penentuan, apakah bukti-bukti yang dilampirkan tim hukum Prabowo-Sandi akan mampu memberi hasil yang berbeda dari pengumuman KPU yang menyatakan Jokowi-Ma'ruf meraih suara lebih tinggi pada Pilpres 2019. (art)