Jejak Represi pada Musisi di Indonesia
- VIVA/Ikhwan Yanuar
VIVA – Rancangan Undang-undang Permusikan yang digagas Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat menuai protes. Sejumlah musisi menolak RUU tersebut. Bahkan, jika protes mereka tak didengar, para musisi ini siap turun ke jalan.
Keberatan para musisi ini setelah melihat isi, di mana terdapat pasal karet yang dianggap membatasi kreativitas, dan juga terkesan mengancam karena memuat aturan pidana.
Salah satu poin yang disoroti adalah pasal 5 yang berisi beberapa larangan bagi para musisi: dari mulai membawa budaya barat yang negatif, merendahkan harkat martabat, menistakan agama, membuat konten pornografi hingga membuat musik provokatif.
Selain itu, kalangan musisi yang menolak juga keberatan dengan adanya sertifikasi dan uji kompetensi musisi. Hal ini dinilai berpotensi mendiskriminasi musisi autodidak. Aturan ini tercatat dalam pasal 32 RUU Permusikan.
Ikhsan, personel band Skuter yang keberatan dengan RUU Permusikan ini menjelaskan bahwa ada fasisme dalam RUU tersebut. Ia menganggap akan berbahaya jika RUU ini sampai disahkan. Jika dikekang oleh UU dikhawatirkan akan mengatur cara berkesenian itu sendiri. RUU ini juga ditakutkan akan mengebiri para musisi.
Penampilan Endah N Rhesa di hari pertama Java Jazz Festival 2018 di Jakarta. (VIVA/M Ali Wafa)
Endah n Rhesa juga menjadi musisi yang sangat menentang RUU tersebut. Endah mengungkapkan bahwa isi RUU itu bermasalah. Ia menganggap bahwa pasal-pasal tersebut bukan membantu musisi tapi justru sebaliknya.
"Karena banyak pasal-pasal yang tidak sesuai dengan tujuan awal," kata Endah saat ditemui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
UU yang bisa mensejahterakan musisi justru malah bisa membunuh dan mematikan kreativitas. Itu kegelisahan jika sampai undang-undang ini keluar.
Ia menilai, 50 pasal dari 54 yang terdapat dalam RUU tersebut mengalami kecacatan. Selain itu mereka juga merasa tidak dilibatkan, sehingga cukup terkejut saat draft RUU ini keluar. "Bukan hanya dari musisi saja, tapi juga dari pegiat musik," ujar Rhesa.
Kontroversi RUU Permusikan ini sebenarnya bisa mengingatkan kita dengan beberapa kasus yang membuat musisi harus berhadapan dengan pemerintah karena aturan yang dianggap tidak sesuai.
Koes Plus Dipenjara
Dibentuk pada 1969, Koes Plus awalnya bernama Koes Bersaudara, yang terdiri dari kakak beradik, Tony, Yon, Yok, dan Nomo Koeswoyo di tahun 1959. Di era awal terbentuknya, Koes Bersaudara selalu memainkan lagu-lagu The Beatles.
Lagu-lagu band legenda asal Inggris inilah yang justru membuat keempat personel band Koes Bersaudara ini harus mendekam di penjara. Dipenjaranya personel band ini lantaran terkait kebijakan politik pemerintah di masa Orde Lama yang melarang untuk memainkan atau menyebarluaskan lagu-lagu Barat di Indonesia.
Pada Hari Kemerdekaan, 17 Agustus 1959, dalam pidatonya, Presiden Sukarno menyatakan bahwa para pemuda dan pemudi Indonesia agar meninggalkan musik Barat. Karena hal itu dianggap sebagai imperialisme.
“Mengapa di kalangan engkau masih banyak yang rock n roll, rock n rollan, dansa-dansa ala cha-cha musik yang ngak ngik ngek,...” ungkap Bung Karno.
Dari sinilah timbul pencekalan terhadap musik Barat. Dan Koes Bersaudara terkena masalah karena kebijakan tersebut. Mereka ditangkap usai tampil dalam sebuah pesta di daerah kawasan Petamburan, Jakarta Pusat. Pesta tersebut dihadiri sejumlah tamu asing dari Kedutaan Amerika Serikat dan Inggris.
Koes Bersaudara yang berusaha tampil hati-hati dan membawakan lagu berbahasa Indonesia, tak kuasa menolak permintaan untuk membawakan lagu The Beatles. Dari situ, mengalunlah tembang I Saw Her Standing There. Namun, Yon, sang vokalis tak sampai habis membawakan lagu tersebut karena hadirnya sekelompok orang yang berteriak, 'Dasar antek Nekolim'. Mereka juga melemparkan batu ke rumah yang mengadakan pesta.
Setelah itu, kediaman Koes Bersaudara didatangi pihak Kepolisian, tepatnya pada 29 Juni 1965. Ketukan terdengar di kediaman orangtua personel band tersebut. Ibunda para personel band tersebut, Atmini bergegas menuju ke pintu untuk melihat tamu yang mengetuk pintu rumahnya.
Seorang polisi menyerahkan surat perintah penahanan seluruh anggota Koes Bersaudara. Tentu saja, surat itu mengejutkan orangtua band legenda tersebut.
Seperti dilansir dari Femina Juni 1991 dengan judul Koes Bersaudara, Bung Karno & Penjara Glodok, mendengar anaknya ditangkap, Atmini langsung meneteskan airmata. Ia menangis ketika melihat anaknya digiring polisi menuju mobil tahanan.
Sebelum penangkapan ini, Koes Bersaudara sudah mendapat peringatan dari Kejaksaan Negeri Istimewa Jakarta. Kejaksaan memanggil Toni dan Yon, yang merupakan pentolan Koes Bersaudara. Keduanya mendapat peringatan lisan dari Jaksa Tinggi Aroen. Jaksa meminta agar Koes Bersaudara tak memainkan lagu 'ngak ngik ngok'.
Peringatan itu menyatakan, apabila band tersebut melanggar, maka mereka akan ditindak secara tegas dengan membubarkan acara dan juga penyitaan alat-alat musik.
Yoen Koeswoyo (kiri) semasa hidup bersama dengan personel Koes Plus. (VIVA/Shally)
Personel Koes Bersaudara mendekam di penjara Glodok. Mereka berada di sel isolasi dan dikarang dijenguk pada penahanan di minggu pertama. Bahkan, keluarga juga dilarang menjenguk Tony, Yon, Yok, dan Nomo.
Dilaporkan keluarga band tersebut berusaha keras mencari cara membebaskan mereka dari penjara. Namun, semua usaha sia-sia.
Seperti dikutip dari Berita Yudha, 1 Juli 1965, Pemerintah mengumumkan secara resmi bahwa tuduhan terhadap Koes Bersaudara adalah subversif kebudayaan.
"Penahanan sementara dibutuhkan untuk kebutuhan penyelidikan apakah Koes Bersaudara ditunggangi oleh kelompok kontra revolusioner,” tulis harian tersebut.
Mendekam di balik jeruji besi, tidak lantas membelenggu mereka untuk berkarya. Sejumlah lagu tercipta saat Koes Bersaudara merasakan pengapnya hidup di hotel prodeo.
Lagu-lagu hits yang tetap enak didengar, antara lain, Di Dalam Bui, Jadikan Aku Dombamu, To the So Called the Guilties dan Balada Kamar 15.
Koes Bersaudara ditahan selama empat bulan. Mereka dibebaskan pada 29 September 1965. Tak ada pemberitahuan sebelumnya bahwa mereka akan dibebaskan.
Koes Bersaudara masih memiliki segudang lagu populer, beberapa di antaranya, Bis Sekolah, Telaga Sunyi, dan Laguku Sendiri. Sampai akhirnya personel grup ini satu demi satu keluar, setelah Nomo punya pekerjaan lain.
Nomo memilih keluar dari grup musik tersebut dan diikuti dengan adiknya, Yok. Koes Bersaudara pun selesai. Tonny dan Yon yang masih ingin bermusik menggaet Totok AR, pemain bass grup Philon dan Murry. Mereka resmi menggunakan nama Koes Plus, artinya plus dua orang di luar dinasti Koeswoyo.
Lagu-lagu Dicekal
Industri musik Indonesia terus berkembang. Banyak musisi baru yang hadir dan mampu membanggakan Indonesia di luar negeri. Namun, perjalanan musisi Indonesia di negeri sendiri tak selamanya berjalan mulus. Para musisi masih menemukan banyak hambatan untuk berekpresi dan berkarya.
Bahkan, beberapa musisi sempat merasakan kekecewaan karena lagunya dicekal. Hal ini dirasakan Rhoma Irama bersama band Soneta lewat lagu Rupiah. Di tahun 1977 Pemerintah mencekal lagu tersebut. Alasannya?
Musisi dangdut Rhoma Irama bersama Soneta saat tampil pada Synchronize Fest 2018 di Gambir Expo, Kemayoran, Jakarta. (ANTARA FOTO/Zarqoni Maksum)
Seperti dilansir dari blog dennysakrie63, lagu tersebut dilarang karena rupiah adalah mata uang Indonesia, sehingga tak boleh dianggap sebagai penyebab perpecahan, pertikaian dan lain-lain. Alhasil, saat membawakan lagu ini di TVRI kata rupiah diganti menjadi uang atau duit.
Di tahun sebelumnya, 1976, lagu Tante Sun milik Bimbo juga kena cekal. Lagu ini dilarang tampil di TVRI. Lirik lagu ini dianggap menyindir ibu-ibu pejabat.
Di tahun 70-an ini, memang lagu-lagu yang bernada kritis mendapat kecaman dan pelarangan tampil di TVRI. Termasuk juga milik Mogi Darusman yang liriknya ditulis Teguh Esha, berjudul Aje Gile dan juga Rayap-Rayap. Lirik dua lagu ini memang dinilai sangat keras.
Pencekalan tak hanya terjadi untuk lagu-lagu yang bernada kritis, tetapi juga lagu dengan lirik cengeng. Seperti yang terjadi pada lagu yang dinyanyikan Betharia Sonata, Hati Yang Luka. Lagu ciptaan Obbie Messakh ini dilarang diputar. Pelarangan ini diungkapkan Menteri Penerangan saat itu, Harmoko. Ia menilai bahwa lagu tersebut dapat membuat generasi muda patah semangat.
Namun, larangan itu sepertinya tidak mempan. Lagu ini justru semakin terkenal dan melambungkan nama Betharia sonata sebagai penyanyi papan atas Tanah Air.
Tak hanya sekali, mantan istri Willy Dozan ini juga kembali kena teguran. Pada 1993, lagu Si Buyuang Kini Lah Gadang yang dibawakan Betharia dilarang tampil di TVRI. Lagu ini sendiri menceritakan tentang penderitaan seorang istri yang disia-siakan suaminya, dan membesarkan anak seorang diri. Lagu ini berbahasa Minang.
Saat itu, TVRI mengatakan pihaknya sering mendapat telepon keberatan atas lagu tersebut. Mereka yang menelepon adalah warga Minang. Lagu ini dianggap tak mendidik dan dikhawatirkan membuat citra negatif terhadap orang Minang. Betharia hanya bisa pasrah dengan pencekalan lagu tersebut.
Nasib yang sama juga dirasakan Nia Daniati. Ia juga dicekal karena lagu melankolis miliknya, Gelas-Gelas Kaca. Lagu ini dilarang tampil di TVRI dan juga radio RRI. Lagi-lagi pelarangan itu tak mampu meredupkan lagu ini. Justru, lagu ciptaan Rinto Harahap ini menjadi terkenal. Lagu ini juga memiliki arti penting dalam perjalanan karier Nia. Namanya semakin melambung berkat lagu tersebut.
Penyanyi legendaris Iwan Fals saat tampil dalam konser "Kontribusi Untuk Negeri, Perjalanan Sejuta Harapan" di Kota Pekanbaru, Riau. (ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Seiring berjalannya waktu, pencekalan demi pencekalan terhadap lagu karya anak bangsa terus terjadi. Iwan Fals adalah musisi yang sering kena tegur dan juga dicekal. Di tahun 1991, lagu Bento milik musisi ini mendapat pencekalan karena pemerintahan Orde Baru menilai lagu ini dianggap meresahkan. Lagu Bongkar yang keluar di tahun yang sama juga kenal cekal. Liriknya dinilai menampar pemerintah pada saat itu.
Pemilik nama Virgiawan Listianto ini memang terkenal dengan lagu-lagunya yang lantang dalam menyuarakan seruan hati wong cilik. Sebelum lagu Bento dan Bongkaran, Iwan juga lebih dahulu kena cekal lewat lagu Mbak Tini di tahun 1984.
Grup band Slank juga sempat digugat DPR karena lagu Gosip Jalanan. Lagu ini sendiri dibikin dalam album sebagai bentuk dukungan band asal Jakarta ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Kabarnya, karena masalah ini, Slank sering kesulitan mendapatkan izin manggung.
Lagu dangdut Cinta Satu Malam milik Melinda juga sempat kena tegur dan pencekalan. Lagu ini mendapat teguran keras dari Komisi Penyiaran Indonesia. KPI keberatan dengan lirik lagu tersebut, yang dinilai vulgar dan tidak baik untuk generasi muda. (hd)