Sanksi Seumur Hidup bagi Mafia Bola
- Instagram.com/@bungtowel8
VIVA – Dunia sepakbola Indonesia kembali kena penyakit kambuhan, yakni skandal pengaturan skor. Setelah tiga tahun seakan hilang, kasus pengaturan skor kembali menyeruak dan bahkan melibatkan pejabat-pejabat elite PSSI, pengurus klub, hingga instrumen pertandingan lain.
Virus sepakbola bernama pengaturan skor, atau dikenal dengan istilah match fixing kembali mencuat di penghujung 2018. Ya, pemantik pertama adalah kabar dari laga PSS Sleman kontra Madura FC, di babak playoff Liga 2, atau tepatnya di babak 8 besar.
Kabarnya, Madura FC akan disuap dengan dana sebesar Rp100 juta agar mau mengalah dari PSS. Bahkan skandal pengaturan skor pun, dalam beberapa tahun sebelumnya, juga melanda tim nasional Indonesia di kompetisi tingkat Asia Tenggara.
Aroma rekayasa skor terendus setelah Timnas Indonesia kalah telak 0-3 dari Malaysia dalam laga leg 1 final Piala AFF 2010. Sejumlah pemain disebut-sebut menerima uang suap agar tampil tak maksimal dalam laga prestisius itu, padahal mereka sangat diidolakan banyak pecinta sepak bola di Tanah Air. Manajer timnas saat itu juga dicurigai, dan tentu saja mereka semua membantah terlibat sehingga perdebatan kontroversi pengaturan skor pun terus berlanjut.
Lalu, kembali mencuatnya kasus pengaturan skor membuat Polri mengambil tindakan, dengan membentuk Satuan Tugas Anti Mafia Bola, yang dipimpin langsung oleh Kapolri, Jenderal Polisi Tito Karnavian. Hasilnya, dua anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Johar Lin Eng dan Dwi Irianto alias Mbah Putih, berhasil diamankan oleh Satgas Anti Mafia Bola.
Lantas, apa tanggapan para pengamat sepakbola terkait wabah besar sepakbola Indonesia bernama pengaturan skor? Pengamat sepakbola nasional yang pernah menjabat sebagai Juru Bicara PSSI, Tommy Welly, punya pandangan tersendiri dalam melihat kasus ini.
Intinya, dia melihat terus munculnya skandal pengaturan skor ini tak lepas dari ulah para mafia sepakbola terkait dengan besarnya perputaran uang di industri taruhan. Maka PSSI harus kerja keras untuk bersih-bersih dari sepak terjang para mafia sepakbola itu.
Berikut hasil wawancara khusus VIVA dengan Tommy Welly.
Bagaimana tanggapan Anda terkait pembentukan Satgas Antimafia Bola?
Hukum positif dan hukum olahraga memang terpisah. Tapi mungkin Polisi juga gemas dengan masalah ini. Oleh sebab itu dibentuklah Satgas (Anti Mafia Bola). Seharusnya (Kemenpora, PSSI, dan Polisi) sinergis untuk memberantas ini. Apa yang dilakukan Polisi saat ini adalah hal yang tepat.
Satgas Antimafia bola menangkap dan menahan sejumlah orang yang diduga terlibat mafia bola. Tanggapan Anda?
Saya sudah pernah bilang sebelumnya bahwa match fixing ini adalah tabu dalam sepakbola. Tapi ternyata banditnya justru ada di dalam rumah. Orang yang seharusnya jadi wajah sepakbola Indonesia, justru malah menciptakan virus sepakbola itu sendiri dari dalam.
Pengamat sepakbola Tommy Welly
Informasi soal mafia bola sudah sejak lama jadi rumor. Mengapa baru sekarang ditindak?
Jika melihat tahun 2015, aparat Kepolisian mungkin mapping, dan sekarang barulah mengambil tindakan. Seharusnya PSSI berterima kasih kepada Polri yang sekarang mau membantu untuk menyelesaikan masalah ini, mau memberantas persoalan match fixing ini.
Sebenarnya sejak kapan mafia bola ini ada?
Sebenarnya masalah ini sudah ada dari dulu, waktu era Azwar Anas. Yang terlibat itu wasit, jadi dulu istilahnya mafia wasit. Ada Almarhum Jafar Umar, yang akhirnya disanksi seumur hidup. Waktu itu kasus ini melibatkan banyak wasit.
Mafia bola selama ini seperti kentut. Banyak yang membicarakan tapi tak pernah ada bukti. Bagaimana cara Satgas membuktikan adanya mafia bola ini?
Satgas yang dibentuk ini sedang bekerja. Biarkan mereka bekerja dengan caranya sendiri. Yang terpenting adalah memberantas masalah ini supaya tidak ada lagi masalah ini. Ini virus sepakbola. Ada (Johar) Lin Eng, Hidayat. Saya tidak tahu Papat (Yunisal) sudah kena apa belum. Mereka ditangkap karena Exco yang seharusnya menjadi wajah sepakbola yang baik, malah merusak rumah sepakbola itu dari dalam, menjadi virus sepakbola dari dalam.
Siapa saja yang terlibat dalam mafia bola ini?
Masalah ini jelas ada kaitannya dengan betting industries (industri judi) di mana rumah-rumah judi mencari celah dan mencoba masuk (ke sepakbola Indonesia). Kalau melihat ada ketidakberesan, pemain yang gajinya belum dibayar misalnya, mereka itu senang. Itu jadi celah buat mereka. Jadi mereka coba masuk ke sini. Kalau dilihat per tahun 2013, perputaran uang paling besar (judi sepakbola) ada di Asia.
Apakah PSSI dan Kemenpora terlibat dalam mafia bola ini?
Exco yang seharusnya menjaga rumah sepakbola, malah mencederai sepakbola itu sendiri, malah berubah menjadi virus sepakbola itu sendiri.
Pertandingan Madura FC dengan PSS Sleman
Berapa uang yang beredar dalam ‘bisnis’ haram ini?
Data tahun 2013 hanya menyebutkan bahwa dalam konteks betting industry, perputaran uangnya adalah 70% di Asia dan 30% worldwide
Sebenarnya apa yang menjadi alasan sehingga skor dan kemenangan diatur?
Ada klub, pembina, atau pihak manapun yang melakukan ini untuk juara misalnya, untuk tidak terdegradasi, untuk promosi, untuk masuk delapan besar, atau untuk masuk semifinal dan final. Saya katakan tadi, rumah judi mencari celah dan mencoba masuk (ke sepakbola Indonesia). Kalau melihat ada ketidakberesan, pemain yang gajinya belum dibayar misalnya, mereka itu senang. Jadi mereka coba masuk ke sini.
Permainan curang ini hanya melibatkan orang lokal, atau juga melibatkan jaringan internasional?
Ada keterkaitannya dengan rumah judi dengan data yang saya sebutkan tadi. Tapi ada juga oknum yang justru datang dari dalam. Bisa kita lihat kan, ada anggota Exco yang terlibat. Bisa juga pemain, wasit, dan instrumen pertandingan lainnya.
Apa saja yang dilakukan para mafia untuk mengatur pertandingan?
Rumah judi yang mencoba masuk itu memanfaatkan banyak runner bahkan hingga instrumen pertandingan lainnya.
Benarkah ulah mereka menyebabkan sepak bola Indonesia tak bisa berkembang?
Ada ketidakpercayaan masyarakat kepada kompetisi. Apakah Anda bisa mempercayai hasil kompetisi kalau begini? Perlu diketahui, match fixing ini tidak harus dikonsentrasikan pada rumah judi saja. Ada klub, pembina, atau pihak manapun yang melakukan ini untuk juara misalnya, untuk tidak terdegradasi, untuk promosi, untuk masuh delapan besar, atau untuk masuk semifinal dan final.
Menurut Anda apa yang harus dilakukan PSSI guna memberantas mafia bola ini?
Kalau PSSI sudah jelas, harus memberikan sanksi seumur hidup. Kalau Kepolisian, mungkin bisa dijerat dengan pasal apa saya kurang tahu. Tapi yang jelas soal penyuapan. Jadi, kita tidak harus selalu fokus pada betting industries walaupun memang ada kaitannya. Yang penting kita harus memproteksi sepakbola dari match fixing itu sendiri.
Lalu apa yang harus dilakukan Kementerian Pemuda dan Olahraga guna memberantas mafia bola ini?
Jadi, upaya Satgas (Anti Mafia Bola) patut diapresiasi. Karena, mereka concern untuk "bersih-bersih" PSSI dari virus match fixing. Saya kira PSSI memang harus bersih-bersih. Kalau Kemenpora, saya pikir mereka juga punya masalah lain. (ren)