Rasa Fermentasi dan Gelora Fesyen Jadul
- VIVA/Tim Desain
VIVA – Tahun 2018 akan segera berakhir dalam hitungan hari. Menyambut tahun baru, belum lengkap rasanya tanpa 'meramal' tren mendatang. Tak hanya tren fesyen dan kecantikan, kuliner yang kini telah menjadi bagian tak terlepaskan dari gaya hidup juga memiliki tren-nya sendiri. Siapkan diri Anda tampil lebih stylish sambil bertualang rasa di 2019.
Makanan telah menjadi salah satu unsur utama dalam kebudayaan suatu masyarakat. Seiring dengan budaya modern yang kini semakin kuat, tentu saja cara manusia memandang makanan pun perlahan telah bergeser. Yang tadinya hanya sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk bertahan hidup, kini menjadi gaya hidup tersendiri.
Di dunia internasional, ada begitu banyak kuliner yang diprediksi akan menjadi tren di 2019. Dilansir dari Refinery29, Jumat, 28 Desember 2018, beberapa yang diproyeksikan akan semakin hits adalah makanan yang mengandung probiotik seperti kimchi dan aneka makanan fermentasi lainnya. Ini berhubungan dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menjalani pola hidup sehat.
Menurut Whole Foods, makanan fermentasi umumnya bisa bertahan lama tanpa zat pengawet dan digemari karena bisa dijadikan stok makanan jangka panjang di rumah. Makanan-makanan ini juga mengandung bakteri baik yang sangat bermanfaat bagi usus. Benchmark Hospitality bahkan memprediksi akan semakin banyak restoran dan hotel butik di seluruh dunia yang menyajikan kombucha, kimchi dan makanan fermentasi buatan sendiri di tahun 2019 mendatang.
Kimchi, makanan fermentasi asal Korea.
Tren lainnya yang juga diramalkan akan menjadi besar di tahun depan adalah yang disebut 'sayuran baru'. Beberapa berasal dari laut, mulai dari water lily, kelp (sejenis rumput laut) dan alga. Namun, ada pula yang tumbuh di darat, seperti sorrel, daun dandelion dan amaranth yang semuanya disebut 'the new kale'. Tak hanya itu, singkong pun disebut-sebut bakal mendulang popularitas dengan diolah menjadi deretan camilan, seperti keripik, jerky, bahkan tortilla.
Dalam hal proses mengolah makanan, Chef Steby Rafael memprediksi metode memasak sehat masih akan menjadi tren. Apalagi dengan begitu masifnya kemajuan teknologi saat ini, membuat banyak orang yang semakin mudah mencari informasi tentang kesehatan, makanan sehat dan higienitas dalam mengolah makanan.
Satu lagi, baik William Wongso dan Steby sama-sama mengatakan, orang yang mengadopsi diet vegan dan vegetarian akan meningkat. Begitu pula dengan pola makan clean eating, yang lebih fokus pada konsumsi makanan segar tanpa melalui banyak proses pengolahan.
Selain itu, yang diyakini banyak pihak akan booming adalah makanan yang didesain untuk Insta Story. Kita semua tahu bahwa sejak adanya media sosial, terutama Instagram, tren food porn yang menampilkan foto makanan super lezat dan menggoda pun membludak.
Namun, tahun 2019, fotografi makanan tampaknya akan digantikan dengan video sejak tren Insta Story dan vlog kian merajalela. Akan semakin banyak restoran yang memilih untuk menyajikan menu hidangan yang memberikan suara, gerakan atau bisa berubah warna. Semata-mata hanya untuk terlihat menggoda di media sosial.
Cita Rasa Asia
Di Indonesia sendiri, tren kuliner 2019 akan didominasi dengan semakin menjamurnya warung dan kedai kopi lokal yang menawarkan ragam menu kopi. Hal itu diungkapkan pakar kuliner Tanah Air, William Wongso. Menurutnya, kita akan melihat para generasi milenial yang banyak berada di balik layar kedai kopi lokal di Indonesia yang terus melahirkan eksperimen baru di dunia perkopian.
Tak hanya itu, William juga memprediksi kuliner kelas menengah akan semakin bervariasi. Yang pasti, tren Korean barbeque akan tetap bertahan di Indonesia, terutama di sejumlah kota besar. Begitu pula dengan kuliner khas Jepang, seperti sushi, sashimi dan shabu-shabu.
"Saya rasa tren kuliner Jepang dan Korea akan bertahan, karena mereka konsisten dan dari segi selera cocok dengan orang Indonesia. Korea barbeque akan tetap jalan, tapi itu untuk kelas menengah ke atas, karena enggak mungkin murah harganya," ujar William saat dihubungi VIVA baru-baru ini.
Meski begitu, kuliner berharga murah pun dianggap akan tetap digandrungi di Indonesia. Alasannya sederhana, kuliner murah belum tentu murahan. Sebut saja ayam geprek dan sate taichan. seperti yang diungkapkan Chef Steby Rafael. Ia mengatakan kuliner yang harganya murah kini juga dibuat 'naik kelas' dengan tambahan aneka topping, salah satunya keju mozzarella.
"Kalau di Indonesia, semua makanan yang murah, (porsinya) banyak dan (diberi) keju sudah pasti viral. Apa pun itu selama terjangkau pasti laku. Kuliner serba geprek dan keju-kejuan akan terus ngetren karena anak kost bisa makan," kata Steby.
Kuliner Lokal Naik Pamor
Sementara kuliner yang diprediksi bakan ditinggalkan orang antara lain es kepal, kue cubit dan martabak aneka topping yang disebut Steby seasonal alias hanya digandrungi selama periode waktu tertentu. Sebaliknya, popularitas aneka kue tradisional Nusantara disebut bakal melambung di 2019. Contohnya gandasturi, ongol-ongol, lapis legit dan masih banyak lagi.
Tak hanya itu untuk tren bisnis kuliner, tahun depan akan didominasi inovasi dalam hal kemasan dan penyajian. Jadi bukan hanya dari segi kuliner atau cara memasaknya saja yang mengalami inovasi. Kemasan dan cara penyajiannya pun akan semakin bervariasi untuk menarik hati konsumen.
Menurut Steby, kuliner Indonesia juga akan semakin dikenal di luar negeri, seperti gulai, aneka bacem, oncom dan tempe. Yang terakhir sebenarnya sudah punya nama besar di dunia kuliner internasional.
"Tanpa disadari (kuliner Indonesia) punya bentuk pasarnya sendiri di luar negeri. Makanan rumahan kita, ayam woku udah terkenal di Amsterdam. Soto ayam, soto Makassar, soto Lamongan sudah punya pasar di luar negeri," ucapnya.
William Wongso pun yakin kuliner Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan tak kalah dengan serbuan deretan kuliner luar negeri.
"Menurut saya, selama masakan Indonesia penyajiannya otentik dan konsisten, dia akan terus (digemari). Kemudian jika market-nya jualnya dengan harga murah, dia akan banyak peminatnya," katanya.
Rasa Masa Lalu
Beralih ke tren mode yang akan selalu berputar. Di tahun 2019, fesyen era 90-an akan membuat come back-nya. Pada era itu, fesyen didominasi potongan loose, gaya tumpuk, warna neon, tabrak motif hingga elemen unik seperti plastik dan mica. "90's look seperti warna-warni neon masih akan bergulir sampai pertengahan 2019, tapi lebih ke aksesori pelengkap gaya," kata desainer Mel Ahyar, saat dihubungi VIVA.
Mel melihat hingga pertengahan tahun 2019, beberapa style yang sudah booming di 2018 akan terus berlanjut. "Sebenarnya untuk tren fesyen di awal hingga pertengahan 2019 (Spring/Summer 2019) masih ada pengaruh dari Fall/Winter 2018. Pengaruh 90's masih cukup kuat, lewat warna neon dan tabrak motif. Motif kotak-kotak dan street look, oversized juga kembali digemari di tahun depan. Masih banyak tren 2018 yang mendominasi di 2019," kata Mel.
Busana yang berpotongan loose atau longgar sedang digemari dan tren ini akan berlanjut. Bisa dibilang lazy look yang mengutamakan kenyamanan tapi dengan look yang lebih clean, tidak banyak detail dan warna. Bahkan gaya busana ketat atau fit body dan seksi perlahan-lahan mulai ditinggalkan. Banyak wanita lebih memilih tampilan yang lebih sporty, bahkan untuk clubbing.
Ada yin dan yang, bahkan untuk fesyen. Selain hingar bingar warna neon, warna-warna natural juga akan digemari. "Untuk tren fesyen di pertengahan 2019 sampai akhir tahun, kalau dari kacamataku itu sudah mulai masuk Zen Color. Jadi lebih ke warna clay (warna tanah), earth color," lanjut Mel Ahyar.
Fesyen adalah bentuk seni, maka dari itu, sesuatu yang hand craft akan mendapat perhatian lebih dari para pecinta fesyen. Mel Ahyar mengungkapkan, sentuhan hand craft akan banyak mencuri perhatian. Di mana look modern akan berpadu indah dengan sentuhan tradisional melalui hand crafting.
Meski masih berkiblat pada Paris, london, New York dan Milan untuk tren mode, sentuhan Indonesia tak akan pupus. Batik dan kain tenun tetap akan menempati hati pecinta fesyen di Indonesia. "Tahun 2019 aku melihat kecondongan ke tenun, sih, ya. Tenun NTT, Sumba serta Indonesia bagian Timur masih akan jadi idola untuk setahun ke depan," sambung Mel Ahyar.
Edgy Hingga Syar'i
Di sisi lain, Indonesia tengah menyiapkan diri untuk menjadi 'kiblat' busana muslim dunia. Bukan hal mustahil yang bisa segera terwujud. Pasalnya selain memiliki jumlah penduduk Muslim yang besar, Indonesia juga memiliki banyak desainer busana Muslim berbakat yang mulai mendunia.
Untuk tren busana Muslim tahun 2019 telah mengacu pada Indo Trend Forcasting yang telah digodok secara global dan memiliki lisensi. Hal itu diungkapkan desainer Hannie Hananto, "Kita tidak bisa lepas dari tren di luar. Perkembangan pola pikir dan ilmu pengetahuan memengaruhi tren."
Tren hijab pun bervariasi. "Nah, kalau kerudung (jilbab) sebenarnya kan dibagi macam-macam sesuai busana muslimnya. Modest (yang simpel, hanya diikat ke leher saja) atau kelihatan telinga, atau kelihatan leher kalau di luar negeri," Hannie menambahkan.
Hijab atau jilbab dengan gaya menutup dada wanita masih akan banyak peminatnya di tahun depan. Ada gaya syar'i yang dimodifikasi sesuai keinginan dan syar'i konvensional.
Di lain sisi, hijab ala street style banyak dipilih oleh kaum muda. Mereka bisa memadukan gaya kasual dan edgy dalam keseharian. Contohnya, perpaduan atasan oversized dengan sneakers.
Untuk tren warna, eklektik yang lekat dengan era 80'an akan mulai ditinggalkan. "Beberapa tema yang akan banyak digunakan di 2019 adalah futuristik, science fiction atau yang berhubungan dengan luar angkasa. Warna pop art akan bergeser dan tergantikan oleh warna ala galaksi atau bintang seperti silver, hitam, biru dongker," lanjut Hannie.
Di luar itu, cutting klasik seperti tunik serta hijab segi empat masih mendominasi. Bedanya, jika di 2018 hijab voal bermotif lebih digemari, maka di tahun depan hijab voal akan tampil lebih polos dan minim motif.
Modest wear koleksi Hannie Hananto.
Less is More!
Gaya belum sempurna tanpa sentuhan tata rias. Jika di 2018, bold makeup menjadi andalan para wanita, maka tren itu akan bergeser di 2019. Menurut Aldo Akira, Makeup Artist profesional sekaligus pelopor private makeup class di Indonesia, makeup yang dinamis dan minimalis akan lebih mendominasi di tahun depan. Meski begitu, bold makeup masih akan muncul tapi hanya pada salah satu bagian wajah saja.
"Pilih hanya salah satu bagian di wajah gaya riasan yang ingin ditonjolkan, apakah di bibir saja atau di mata. Pemakaian produk seperti foundation semakin diminimalisir, hanya digunakan secukupnya sehingga tidak membuat wajah terkesan 'berat' dan seperti memakai topeng," kata Aldo.
Selaras dengan tren warna fesyen, warna makeup yang akan ramai di 2019 adalah warna netral atau earth tone seperti cokelat, pink pastel, merah keunguan, dan juga warna metalik seperti tembaga, abu-abu metalik. Warna-warna metalik lebih banyak digunakan sebagai highlighter inner corner dan waterline.
Jejak 2018 tak akan terhapus sepenuhnya, seperti highlighter dan bronzers yang masih digunakan beauty enthusiast. Hanya saja penggunaan seperti shading maupun blush on yang terlalu menonjol dan bergaris akan semakin dihindari.
No-makeup juga kian digemari. Hal itu ditegaskan makeup artist profesional, Philipe Karunia, "Di tahun 2019 akan didominasi no-makeup dengan warna yang bold di beberapa poin wajah tertentu, seperti mata dan bibir," kata Philipe.
Nah, kalau di 2018 lipstik matte berada di puncak popularitas, tampaknya di 2019 pamor matte akan menurun. Sebab, tekstur glossy yang terkesan segar akan lebih digemari. Menurut Philipe, ada perubahan tren dari matte ke arah glossy. Untuk warna, diprediksi warna-warna nude yang membuat tampilan menjadi innocence dan seksi di saat yang bersamaan akan tetap 'in'.
"Artis luar negeri sekarang sudah mulai mengarah ke sana (lipstik glossy). Tapi yang matte juga masih dipakai tapi dalam warna natural. Warna nude masih banyak yang cari. Harus digarisbawahi, kalau warna merah itu yang glossy yang banyak dicari," ia menambahkan.
Nah, bagaimana, siap menyambut 2019 dengan gaya dan rasa baru?
(csr/umi)