IoT dan AI yang Makin Memanjakan

ilustrasi transaksi digital.
Sumber :
  • VIVA/Tim Desain

VIVA – Saat ini semua hal, satu per satu, mulai terhubung oleh internet. Ini secara tidak langsung mempermudah hidup kita. Survei yang dilakukan Huawei, pada 2025 nanti, ada sekitar 100 miliar koneksi internet, menghubungkan 40 miliar perangkat pintar dan 20 miliar benda-benda yang ada di dalam rumah.

Sepertinya, angka di tahun 2025 itu akan terealisasi. Buktinya 2019 nanti, semua sudah mulai mengarah ke situ. Sekarang semuanya nyaris semua terhubung dengan internet. Mudahnya begini, mendengarkan musik bisa antarperangkat dengan koneksi internet, bertransaksi makin mudah dengan cukup scan kode batang (barcode) sampai kode QR, sampai memesan dan membeli apapun tak perlu beranjak dari tempat duduk. Kemudahan lainnya yakni hadirnya sensor smart grid sampai smart meter dan smart kabel yang mulai diterapkan oleh PLN dan perusahaan publik.

Ojek online

Lebih mudah lagi, pengguna ojek online kini makin dimudahkan dengan hadirnya layanan dari Gojek maupun Grab. Cukup ketik di layar smartphone, mereka bisa mengantar Anda, mengantar barang, obat, cucian kotor, pijat dan salon, sampai makanan ke manapun.

Apa yang ada di belakang semua kemudahan digital tersebut? Jawabannya adalah Internet of Things (IoT) atau kerap disebut internet untuk segala.

IoT merujuk pada jaringan perangkat fisik, kendaraan, peralatan rumah tangga, dan barang-barang lainnya yang ditanami perangkat elektronik, perangkat lunak, sensor, aktuator, dan konektivitas yang memungkinkan untuk terhubung dengan jaringan internet maupun mengumpulkan dan bertukar data.

Dalam penerapan Revolusi Industri 4.0, khususnya di peta jalan Making Indonesia 4.0, setidaknya ada beberapa teknologi yang jadi sorotan yaitu IoT, artificial intelligence, wearables (augmented reality dan virtual reality), advanced robotics, dan 3D printing.

Indonesia salah satu negara dengan pengguna internet tertinggi di dunia, yang mencapai 143,26 juta orang atau lebih dari 50% total penduduk. Guna mencapai target Making Indonesia 4.0, diperlukan 17 juta tenaga kerja yang dapat menguasai teknologi digital.

Definisi IoT memang masih belum baku. Namun hadirnya IoT bisa dirasakan pengguna saat sebuah perangkat dari sebuah vendor bisa bekerja atau terkoneksi dengan perangkat dari vendor lainnya. Perangkat dengan merek A bisa berkomunikasi dengan merek C.

Menurut IdCloudHost, IoT merupakan konsep sebuah objek yang punya kemampuan mentransfer data melalui jaringan tanpa memerlukan interaksi manusia ke manusia atau manusia ke komputer. Kalau diringkas dan diperas lagi, apa yang berada di balik IoT adalah data. Data apapun kini dengan mudah terhubung dengan hadirnya internet dan ekosistemnya.

Pakar teknologi informasi, Onno W. Purbo mengatakan, data menjadi salah satu tren teknologi yang mendominasi pada 2019. Dia mengatakan secara umum tren teknologi tahun depan terdiri dari empat hal yakni mobile, cloud atau komputasi awan, Internet of Things dan big data.

"Yang besar sebenarnya IoT dan big data. Di belakang IoT dan big data ada kecerdasan buatan, data mining, didukung data science dan lainnya," ujar Onno kepada VIVA, Kamis 27 Desember 2018.

Onno mengatakan, wujud nyata dari impelementasi IoT makin muncul dalam lintas bidang. Hadirnya beberapa layanan teknologi berbasis finansial (fintech) adalah wujud dari IoT. Untuk bidang transportasi, kata Onno, Grab dan Gojek merupakan wujud implementasi lain dari IoT di bidang transportasi. Dengan implementasi tersebut, pengguna bisa terhubung dengan solusi layanan untuk memenuhi kebutuhannya.

Pernyataan Onno tersebut tak jauh dengan proyeksi yang dirilis perusahaan penyedia jasa dan konsultasi teknologi informasi, Dimension Data. Transformasi digital bakal beralih dari sekadar teori menjadi kenyataan dalam 12 bulan ke depan. Laporan terbaru Dimension Data mengenai tren teknologi 2019 menyebutkan, kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan teknologi pervasif lainnya akan semakin terlihat kegunaannya pada 2019.

"Teknologi pervasif seperti AR/VR (augmented reality/virtual reality), AI, Blockchain, chatbot, dan IoT, makin dibutuhkan dalam kegiatan bisnis sehari-hari," kata Direktur Utama Dimension Data Indonesia, Hendra Lesmana kepada VIVA, Rabu malam 26 Desember 2018.

Data adalah emas...

Data adalah emas

Group Chief Technology Officer Dimension Data, Ettienne Reinecke, mengungkapkan lima tren yang akan menentukan lansekap teknologi bisnis di 2019.

Pertama, proses otomatisasi robot akan membentuk kembali pengalaman pelanggan. Dia mengatakan, pertumbuhan eksponensial yang terjadi dalam proses otomatisasi robot, seperti mesin pembelajaran (machine learning/ML), AI, dan jaringan saraf heuristik, bakal menentukan pengalaman pengguna.

Proses otomatisasi itu bisa membuat perusahaan lebih paham dan membuat keputusan prediktif secara real-time untuk kebutuhan dan perilaku pelanggan.

Kedua, organisasi akan fokus pada platform kemanan siber berbasis cloud. Menurut Reinecke, pelanggaran keamanan siber yang terjadi terus-menerus sepanjang 2018 akan menyebabkan penyedia keamanan berbasis cloud untuk mendapatkan momentumnya tahun depan.

"Sistem keamanan berbasis cloud dibangun dengan API terbuka. Artinya, tim keamanan dapat mengintegrasikan teknologi baru ke platform dengan cepat dan dengan relatif mudah," jelasnya.

Ketiga, infrastruktur dapat diprogram dengan model end-to-end. Reinecke menuturkan, perusahaan-perusahaan akan mulai berlangganan ke beberapa platform cloud dan meningkatkan penggunaan Software-as-a-Service (SaaS). Kemampuan pemprograman secara end-to-end, artinya, organisasi akan dapat dengan cepat beradaptasi dengan perubahan lansekap bisnis dan menuntut lebih banyak dari aplikasi dan data mereka.

Ilustrasi cloud

Keempat, aplikasi akan menjadi lebih cerdas dan dapat disesuaikan. "Di tahun mendatang, kami akan melihat aplikasi dapat mengumpulkan masukan dari para pengguna dan membuat perubahan pada fungsi mereka sendiri untuk meningkatkan pengalaman pengguna terhadap layanan," ujarnya.

Kelima, data akan menjadi seperti emas, sangat berharga. Pada masa mendatang, fokus akan semakin bergeser ke nilai data yang sebenarnya, mendorong pencarian baru untuk menanamkan telemetri, mengumpulkan, serta memperkaya data.

"Ini adalah data yang akan membentuk makna utama dari transformasi digital yang sesungguhnya dan menjadi sumber aliran pendapatan baru yang akan melampaui arus pendapatan tradisional," jelas Reinecke.

Sekali lagi IoT...

Sekali lagi IoT

Pandangan serupa soal tren teknologi tahun depan juga disampaikan Customer Marketing Manager Ericsson Indonesia, Thomas Vidorrekto. Dia menyebutkan, tren teknologi ke depan berhubungan dengan perkembangan teknologi AI. Dia mengatakan, konsumen punya ekspektasi yang mengarah pada otomasi.

"Salah satunya adalah perkembangan sensor AI untuk bisa membaca mood user. Perangkat dengan teknologi ini bisa bereaksi disesuaikan dengan suasana hati pengguna. Nah, teknologi ini bisa jadi mainstream dalam tiga tahun ke depan," kata Vidorrekto kepada VIVA, Kamis 27 Desember 2018.

Tak hanya itu. Kecerdasan buatan juga mengembangkan peran penting ponsel. Menurutnya ponsel bisa menjadi AI Hub dan menjadi tren di masa depan.

"Algoritmanya sendiri konsepnya memang akan ada di cloud dengan user interface-nya di ponsel. Untuk mewujudkannya butuh konektivitas yang cukup," papar dia.

Augmented Reality, juga menjadi salah satu tren. Ini terbukti dengan pola pengguna internet yang saat ini makin banyak yang belajar dan mempelajarinya, serta mencari edukasi terkait AR ini.

"Untuk user yang pakai AR atau VR (virtual reality), setengah dari konsumen kita mengharapkan ada aplikasi, kacamata, dan sarung tangan yang bisa memberikan virtual tutorial. Teknologi baru ini bisa membuat pengguna mampu belajar secara virtual," kata Vidorrekto.

Ilustrasi kecerdasan buatan

Bicara IoT, dia menegaskan, tren ini bukan barang baru. Penerapan teknologi ini sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Mulai dari jaringan 2G, teknologi ini sudah ada dan dikenal sebagai machine-to-machine. Salah satu contohnya adalah penggunaan alat pembayaran mesin debit di pusat perbelanjaan.

"Sekarang ini yang growing itu Narrowband Internet of Things (NB-IoT). Nantinya setelah ada 5G akan ada kapabilitas tambahan yang lebih banyak lagi. WiFi juga salah satu implementasi IoT di area yang lebih sempit," tutur Vidorrekto.

2019 bukan cuma menjadi tren IoT dan cloud saja. Hendra menilai, sepanjang tahun ini, teknologi 5G juga mulai banyak diperbincangkan. Sejumlah operator seluler di dunia, termasuk Indonesia, mulai uji coba penggunaan jaringan yang terhubung dengan IoT tersebut. Makanya tahun depan 5G bakal makin hangat jadi perhatian. Tak hanya operator, namun sejumlah produsen chipset atau prosesor juga siap-siap merilis produk yang menyokong jaringan 5G. Salah satunya Qualcomm, yang pada awal bulan ini merilis Snapdragon 855.

Lantas, bagaimana persiapan negara-negara termasuk Indonesia untuk jaringan 5G?

"Indonesia sama seperti negara lain. Siap-siap mengimplementasikan 5G tahun 2019," katanya.

Meski begitu, Hendra melihat masih banyak pekerjaan rumah bagi Indonesia jika benar-benar ingin mengimplementasi 5G. Sebab, banyak investasi infrastruktur yang harus dipersiapkan untuk menerapkannya.

Dilibas E-Commerce Asing...

Jangan sampai terlibas

Dengan prediksi yang diulas di atas, produk yang bakal menjadi pemenang pada 2019 kemungkinan adalah produk mobile.

Onno yakin dengan hal tersebut. Malahan dia lebih spesifik, produk mobile yang berbasis sistem operasi buatan Google yang bakal berjaya pada tahun depan. Meroketnya produk mobile, menurutnya, seiring dengan tren mobilitas pengguna pada era saat ini.

"Yang merajai pasar, kalau dari sisi produk jelas-jelas mobile, khususnya Android. Sebenarnya laptop, komputer, Windows turun semua, kalah jauh dengan mobile dan Android," jelasnya.

Nyaris seperti yang disampaikan Onno, produsen perangkat mobile asal China, Oppo tahu benar bagaimana menjemput tren 2019.

Public Relation Manager Oppo Indonesia, Aryo Meidianto mengatakan, tren teknologi yang makin nge-tren pada pasar perangkat mobile ke depan yakni teknologi 3 dimensi dan Augmented Reality alias AR. Dia mengatakan, perangkat mobile dengan AR bakal punya nilai plus di mata pelanggan.

Soal produk yang merajai pada 2019, Aryo berpandangan, perangkat mobile kelas menengah bakal menjadi buruan masyarakat pengguna teknologi. Tren memburu perangkat kelas menengah, menurutnya, sudah terlihat pada tahun ini dan bakal terus berlanjut pada 2019.

"Kami prediksi produk kelas menengah akan kembali berkembang, sama seperti tahun ini," ujarnya.

Tahun depan, Aryo mengatakan, Oppo bakal fokus pada enam perangkat. Produsen ini tak ingin melebar di luar 6 produk yang dimilikinya. Tujuannya supaya pelanggan tak bingung dan mengikat loyalitas pengguna.

Dari sisi pengguna dan lebih luas, Onno mengingatkan tren teknologi pada 2019 harus disambut dengan ketelitian dan kecermatan. Sebab, dengan era data dan keterhubungan saat ini, mau tidak mau benteng privasi bakal terkikis. Onno menegaskan, privasi dan keamanan merupakan dua hal yang seharusnya mulai mendapatkan porsi perhatian pengguna maupun pelanggan.

Kepedulian dan kesadaran dengan dua hal tersebut menurutya perlu digalakkan. Pengguna memang makin dimudahkan tapi tak lantas hanyut dalam kemudahan teknologi tersebut. Supaya siap menghadapi tren teknologi 2019 tersebut, Onno menekankan aspek kesadaran soal hal tersebut.

"Kalau sebagai pengguna saja, yang jadi masalah nanti adalah kemampuan untuk ‘beladiri’, khususnya insting menjaga privasi dan keamanan," jelasnya. 

Dari sisi sistemik, Onno mengatakan untuk membangun kesadaran atas privasi dan keamanan digital, perlu mengubah kurikulum di sekolah dan kampus, terutama pada kemampuan pemprograman komputasi awan, IoT dan big data yang akan menjadi vital bagi statistik. Kalau tidak ada perubahan mendasar dari kurikulum, Onno khawatir, Indonesia bakal makin tertinggal, termasuk ditinggal oleh negeri tetangga.

"Dari sisi teknologi, kalau kurikulum kita enggak update, bisa terlibas habis oleh China, India, Vietnam. Kita ada yang jago sih, tapi kurang banyak! Kita butuh kuantitas orang jago, bukan sekedar beberapa orang yang jago," tuturnya.

Onno mengatakan, tren belanja online patut juga disikapi bersama. Konsumen atau pengguna teknologi di Indonesia sudah seharusnya memeroleh manfaat besar dari hadirnya solusi teknologi. Namun dia melihat sebaliknya, masyarakat Indonesia bakal hanyut dalam tren belanja online.

"Yang pasti sih kita dilibas dari luar, terutama online shopping," ujarnya.

Supaya pengguna di Indonesia tak terlibas platform belanja online asing, Onno menyarankan pemerintah harus memudahkan dan menyediakan koneksi internet sampai ke ujung pelosok negeri. Koneksi internet yang memadai ini harus disertai dengan edukasi berwirausaha.

"Paling jelek ya diusahakan semua sampai ke desa-desa bisa akses ke internet dan semua jadi pelapak untuk mem-bypass jalur distributor. Ini pun masih harus mengubah banyak birokrasi di tingkat kelurahan, kecamatan dan lainnya, supaya izin usaha jadi mudah kalau enggak kasihan kita jadi konsumen saja," katanya.