Asian Games 2018, Sukses Berlimpah Tuan Rumah
- VIVA
VIVA – "In.. do.. ne.. sia..," bum bum bum bum bum, "In.. do.. ne.. sia..," bum bum bum bum. Sorakan penonton disertai tepukan balon begitu keras berbunyi dan lekat dengan telinga pada medio Agustus hingga awal September 2018 lalu.
Ya, kala itu, Indonesia tengah menyelenggarakan hajatan besar, Asian Games 2018. Hampir di semua venue, sorakan, teriakan, hingga riuh suporter lewat media lainnya terdengar hingga luar.
Kawasan Gelora Bung Karno Jakarta dan Kompleks Olahraga Jakabaring Palembang benar-benar membara atmosfernya. Terasa benar, semangat suporter untuk mendukung atlet-atlet nasional berlaga, membela panji Merah Putih.
Loyalitas suporter pun dibayar lunas oleh para atlet. Indonesia sukses dalam urusan prestasi. Sukses penyelenggaraan, sukses prestasi. Benar-benar sukses berlimpah bagi tuan rumah. Target finis di posisi 8 besar terlampaui. Bahkan, target tersebut dilewati. Indonesia finis di posisi 4. Sebanyak 31 medali emas berhasil diraih, atau 15 keping lebih banyak dari target awal.
Pembukaan Asian Games 2018
Senyum lebar tentu terpancar dari berbagai kalangan. Sebab, Indonesia bisa berjaya di tanah sendiri. Beberapa cabang olahraga pun jadi primadona. Tak melulu sepakbola, bulutangkis dan pencak silat mendadak jadi favorit bagi para penggemar. Bulutangkis sebenarnya memang sudah populer. Tapi, tidak dengan pencak silat.
Pencak silat makin populer karena 50 persen perolehan medali emas datang dari cabang olahraga ini. Terlebih, ada momen spesial dalam penyelenggaraan pencak silat di Asian Games 2018. Yakni, ketika pesilat muda, Hanifan Yudani Kusumah, memeluk dua tokoh nasional yang sedang bersaing di Pemilihan Presiden 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto di tribun VIP.
Aksi Hanifan langsung jadi buah bibir di masyarakat, viral bahasa kerennya. Banyak yang merasa salut dengan aksi Hanifan karena begitu berani melakukan aksinya. Terlebih, Hanifan menyentuh langsung Presiden Jokowi. Tak sembarangan sebenarnya, orang bisa menyentuh, bahkan memeluk seorang Presiden. Ada aturan tertentu. Namun, Hanifan berhasil melakukannya. "Saya tak tahu soal aturan itu," begitu pengakuan Hanifan.
Pesilat Indonesia Hanifan memeluk Jokowi dan Prabowo
Itu cuma satu dari sekian banyak warna dari kejutan di Asian Games 2018. Ya, kejutan jadi kata yang tepat untuk mendeskripsikan Asian Games 2018. Berbagai catatan membanggakan memang ditorehkan Indonesia dalam Asian Games 2018. Target terlampaui, pun Indonesia bisa menorehkan rekor baru di pesta olahraga terbesar se-Asia itu, melewati pencapaian pada 1962.
Pada 1962, Indonesia mampu menyabet 11 medali emas. Dan mereka menjadi runner up, di bawah Jepang yang mampu melibas 73 medali emas. Usai edisi 1962, Indonesia baru bisa melesat lagi pada Asian Games 1974. Kala itu, kontingen Indonesia menyabet 15 medali emas.
Tapi, Indonesia kesulitan bersaing di edisi-edisi selanjutnya. Langkah kontingen Merah Putih terseok-seok di pesta olahraga Asia empat tahunan itu.
Sebelum 2018, torehan emas terbanyak Indonesia ya di 1974. Nahas, karena Tim Merah Putih sulit sekali meraih 10 medali di Asian Games dalam edisi-edisi setelahnya. Jangankan 10, enam saja sulit. Bahkan, di Asian Games 2014, Incheon, cuma mendapat empat medali emas.
"Para atlet sudah bekerja keras. Mereka habis-habisan, ingin mempersembahkan yang terbaik bagi Indonesia," puji Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.
Pencapaian yang begitu luar biasa. Oase bagi olahraga nasional dan tentunya harus menjadi tonggak dalam kebangkitan Indonesia di berbagai ajang multievent selanjutnya.
"Pemerintah sudah memiliki berbagai formula agar prestasi olahraga nasional bisa meningkat di multievent selanjutnya. Dan, kami perlu bicara juga dengan PB masing-masing cabang olahraga lebih lanjut," kata Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Gatot S Dewa Broto.
Citra di Mata Dunia
Sukses prestasi telah tercapai. Target sukses penyelenggaraan pun ikut terpenuhi. Asian Games 2018 begitu memukau perhatian dunia. Memang, di tengah penyelenggaraan ada isu-isu kecil yang mengganggu. Seperti, adanya kasus pencurian di lingkungan media center. Lalu, distribusi tiket yang terbilang berantakan. Namun, itu dianggap hanya noda kecil. Secara umum, Indonesia dinilai sukses menyelenggarakan Asian Games 2018.
Presiden OCA, Sheikh Ahmad Al-Fahad Al-Sabah, menyatakan Indonesia telah bekerja dengan baik. Apa yang dikhawatirkan OCA nyatanya tak terjadi, menurut Ahmad.
Apa ketakutan OCA sebenarnya? Penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games 2018 sebenarnya terbilang mepet. Hanya tiga tahun, Indonesia diberi waktu persiapan, menyusul mundurnya Vietnam. Waktu yang mepet karena infrastruktur di Indonesia masih belum siap secara menyeluruh. Proyek renovasi digelar di berbagai venue.
Bisa dibilang, Indonesia melancarkan proyek Bandung Bondowoso dalam upaya perbaikan infrastruktur. Hanya dalam waktu tiga tahun, Indonesia diminta membangun berbagai venue kelas dunia.
Hambatan menjadi makin besar ketika banyak proyek yang molor dikerjakan. Pertanyaan 'kapan proyek selesai?', 'bisa tidak ya Asian Games digelar?', muncul di benak publik. Kenyataannya, Indonesia bisa merampungkan proyek perbaikan venue dan berbagai pertandingan Asian Games dengan lancar digelar di sana.
"Indonesia bekerja dengan begitu keras demi bisa menyelenggarakan perhelatan ini dengan baik," kata Ahmad.
Persiapan Asian Games
Soal masalah yang muncul macam distribusi tiket, menurut Ahmad, tak jadi persoalan besar. Sebab, distribusi tiket Asian Games 2018 tersendat beriringan dengan antusiasme masyarakat yang begitu tinggi dalam menonton Asian Games 2018.
"Kami, setiap pagi, selama event berlangsung, juga menggelar pertemuan dengan Chief de Mission dari seluruh negara. Seluruh CdM puas dengan layanan Indonesia," ujar Ahmad.
Momen terbaik dalam penyelenggaraan Asian Games 2018 adalah pesta pembukaan. Konsep mewah dan meriah di pesta pembukaan, begitu memukau mata dunia.
Para pewarta mancanegara mengakui upacara pembukaan terlalu lama. Namun, mereka tak merasa bosan karena banyak kejutan yang diberikan dalam upacara pembukaan tersebut. "OCA punya standar soal upacara pembukaan. Indonesia bisa mempertahankannya," puji Ahmad.
Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, juga menyatakan INASGOC telah bekerja dengan baik dalam menyelenggarakan Asian Games. JK bahkan berani memberikan nilai A+ untuk penyelenggaraan Asian Games 2018.
"Semua memuji dan memberi apresiasi tinggi karena dari sarana pertandingan, penyelenggaraan, hingga prestasi berjalan dengan sempurna. Oleh sebab itu, Anda semua layak mendapat apresiasi pula," jelas JK.
Modal untuk Olimpiade 2032
Sukses penyelenggaraan, tentu jadi sebuah catatan apik bagi Indonesia. Ibaratnya, isi dari curriculum vitae (CV) Indonesia dalam menggelar multievent kelas dunia terbilang bagus. Ini tentu modal yang positif dalam ambisi Indonesia untuk mewujudkan mimpi jadi tuan rumah Olimpiade. Ya, ada sebuah ambisi yang digelorakan Indonesia usai gelaran Asian Games 2018 sukses diselenggarakan.
Diharapkan, untuk kali pertama, Olimpiade bisa digelar di Indonesia. Ya, bukan perkara mudah bagi Indonesia untuk bisa menggelar Olimpiade 2032. Sebab, perlu persiapan yang sangat matang demi menggelar ajang multievent bertaraf dunia tersebut. Tantangannya adalah infrastruktur. Indonesia perlu menyiapkan infrastruktur yang lebih baik.
Ketua Komite Olimpiade Indonesia, Erick Thohir, menyatakan cukup banyak PR yang dimiliki Indonesia untuk bisa menjadi tuan rumah Olimpiade. Pertama, tentu soal anggaran. Tak murah harganya. demi menggelar ajang sekelas Olimpiade, setidaknya butuh dana empat kali lipat dari Asian Games harus dikeluarkan Indonesia.
Artinya, dari data yang dihimpun VIVA, untuk Asian Games saja, Indonesia harus menghabiskan dana sebesar Rp24 triliun. Jumlah tersebut meliputi investasi di bidang infrastruktur (Rp13,7 triliun), penyelenggaraan (Rp8,2 triliun), dan pembinaan atlet (Rp2,1 triliun). Jadi, kalau mau gelar Olimpiade 2032, dana yang harus disiapkan Indonesia minimal Rp96 triliun.
"Kalau nanti pemerintah, siapa pun Presidennya tidak siap, ya jangan. Ketimbang Indonesia dipermalukan," kata Erick.
Erick Thohir
Modal, menurut Erick, sebenarnya sudah ada. Indonesia sudah memiliki beberapa infrastruktur pendukung yang bertaraf internasional.
Tapi, Indonesia perlu merawat dan mengembangkan infrastruktur yang sudah dibangun agar tak repot lagi untuk merombak total demi Olimpiade 2032, event yang masih akan digelar 14 tahun lagi.
Dan perlu ada pembangunan pula di beberapa buffer zone. Sebab, mengandalkan Jakarta atau Palembang untuk menggelar Olimpiade, tentu tak cukup.
Erick menilai sebenarnya Jakarta dan Jawa Barat yang paling layak untuk menggelar Olimpiade karena berbagai keunggulan fasilitasnya.
"Terbaik versi saya untuk Olimpiade 2032 adalah Jakarta dan Jawa Barat. Masalahnya di lapangan sepakbola. Tak mungkin, gara-gara Olimpiade, harus buat lagi lima lapangan sepakbola. Di mana tempatnya? Maka dari itu, mau tak mau, Jawa Barat dan Banten juga harus kerja sama," ujar pengusaha 48 tahun tersebut. (one)