Kisah Petarung Asal Tiongkok

Sorot 532 Otomotif
Sumber :
  • VIVA

VIVA – Suasana Jalan Greenland International Industrial Center Boulevard tidak terlalu padat. Jam menunjukkan pukul 13.05, waktu para karyawan mulai bersiap-siap kembali bekerja usai istirahat makan siang.

Bus yang ditumpangi rombongan wartawan akhirnya tiba di depan pintu gerbang sebuah pabrik yang masuk kawasan Cikarang itu. Seluruh dindingnya dilabur merah, sementara atapnya putih. Sangat mencolok dan berbeda dari pabrik lain di sekitarnya.

Memasuki kawasan pabrik, tampak beberapa lahan dibiarkan kosong sebagai ruang terbuka hijau beralaskan rumput. Rasanya seolah tidak sedang berada di Indonesia, melainkan kawasan pabrik di luar negeri.

Pada gedung yang menghadap pintu gerbang, terpampang tulisan besar Wuling Motors ‘Drive For A Better Life’. Semua jalanan yang ada di komplek tersebut diawali dengan nama Wuling, diikuti oleh angka dalam huruf Yunani.

Pabrik Wuling di Indonesia

Pabrik tersebut adalah milik PT SGMW Motor Indonesia, dan mulai dibangun pada 2015. Nilai investasi yang dikucurkan mencapai US$700 juta, atau sekitar Rp10,2 triliun. Uang sebanyak itu diubah menjadi pabrik perakitan kendaraan dan pembangunan diler di seluruh wilayah Indonesia.

Presiden SGMW Motor Indonesia, Xu Feiyun mengatakan, pabrik tersebut mengaplikasikan teknologi General Motors, Global Manufacturing System (GMS), yang digunakan oleh pabrikan GM. 

"Teknologi GMS menekankan pentingnya keterlibatan individu, pencapaian kualitas terbaik dalam setiap proses, serta mendorong antusiasme karyawan dalam membuat perubahan dan penyempurnaan," ujarnya saat peresmian, Juli 2017.

Apa yang dilakukan Wuling terbilang berani. Beberapa tahun sebelumnya, pabrikan otomotif asal Tiongkok ini mencoba peruntungan mereka di Tanah Air. Mulai dari merek Geely hingga Chery. Semuanya gagal total.

Bahkan, saat VIVA mengunjungi pabrik Geely yang ada di Cileungsi, Bogor, September 2016, tampak pemandangan mengerikan. Ratusan mobil dengan kondisi baru ternyata masih terparkir di pelataran pabrik, dan dibiarkan terbengkalai tak terawat.

“Kami dengan partner sedang bicara. Sebenarnya, mobil itu banyak peminatnya. Saya maunya kami memberikan diskon. Karena usahanya kongsi atau joint venture, jadi persetujuan diskonnya memerlukan waktu yang panjang,” tutur Presiden Direktur Geely Mobil Indonesia, Hosea Sanjaya kala itu.

Karena nilai tukar rupiah terus melemah, Hosea mengatakan, perusahaannya tidak mudah menjual mobil-mobil tersebut dengan nilai jual yang sama saat didatangkan dari Negeri Tirai Bambu.

Selain itu, peminat mobil China juga tidak banyak, dikarenakan adanya sentimen negatif terhadap kualitasnya. Alhasil, pasar mobil domestik terus dikuasai oleh merek-merek Jepang, seperti Toyota, Daihatsu, Honda, Suzuki, Nissan, dan Mitsubishi.

Bertarung di Pasar Baru

Namun, Wuling datang dengan strategi berbeda. Harga kendaraan yang terus melambung, membuat terbentuknya pasar baru, yakni di harga Rp100-150 juta. Dan hingga saat ini, segmen tersebut baru diisi oleh kendaraan low cost and green car, yang kualitasnya dianggap paling rendah.

Wuling hadir dengan cukup percaya diri. Mereka hanya meluncurkan satu model saja, Confero S. Kendaraan beroda empat itu hadir dalam wujud mobil keluarga, dan telah dibekali dengan beberapa fitur yang jarang ditemukan di mobil LCGC.

Wuling Confero S

Beberapa fitur andalan Confero S yakni mesin empat silinder berkapasitas 1.500 cc, dan sistem pengereman cakram di keempat roda. Tersedia pula anti-lock braking system, electronic brakeforce distribution dan pemantau tekanan ban.

Kunci sukses Confero tidak hanya pada fitur dan harga, namun juga kualitas dan pelayanan yang diberikan. Wuling telah belajar, bagaimana reaksi konsumen Indonesia terhadap produk kendaraan yang minim dukungan purna jualnya.

“Hingga saat ini, sudah ada sekitar 80 diler yang juga siap memberi layanan servis dan purna jual. Targetnya hingga akhir 2018 yakni 87 diler,” ungkap Brand Manager Wuling Motors Indonesia, Dian Asmahani.

Mulai dijual resmi pada Juli 2017, Confero didistribusikan dari pabrik ke diler sebanyak 4.958 unit. Tidak jauh berbeda dengan pencapaian Suzuki APV dan Daihatsu Luxio. Cukup menjanjikan untuk pemain baru.

Sepanjang Januari hingga November 2018, mobil berkapasitas tujuh penumpang itu laku 9.506 unit, naik hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Sementara, Cortez yang masuk dalam segmen di atasnya dan hadir pada Desember 2017 hanya terjual 5.095 unit.

Selain Wuling, jenama otomotif asal China lainnya, DongFeng Sokon juga terjun ke bisnis mobil pribadi. Mengandalkan model DFSK Glory 580 yang resmi dipamerkan di Gaikindo Indonesia International Auto Show 2018, PT Sokonindo Automobile sukses melego 554 unit.

Berbeda dengan Wuling, DFSK bermain di segmen sport utility vehicle. Mobil tersebut dirakit di pabrik mereka yang ada di Serang, Jawa Barat. Sebelumnya, pabrik digunakan untuk memproduksi kendaraan niaga.

Jika dibandingkan dengan Chery dan Geely, Wuling bisa dikatakan mendulang sukses besar. Pencapaian tertinggi Geely adalah 534 unit pada 2012, sementara Chery jauh lebih beruntung di 2007, yakni 752 unit. Kedua merek itu menawarkan mobil jenis city car.

Korea Tenggelam

Meski belum bisa menyaingi mobil-mobil merek Jepang, namun prestasi Wuling dan DFSK sudah lebih baik dari pabrikan otomotif asal Korea Selatan dan Malaysia. Contohnya Hyundai, yang penjualan rata-rata per tahunnya kurang dari 2.000 unit.

Presiden Direktur PT Hyundai Mobil Indonesia, Mukiat Sutikno bahkan mengakui hal tersebut. Ia mengatakan, kehadiran mobil China membuat pasar lebih menarik.

"Kehadiran mobil China, menurut saya menarik. Produk dari China jangan diremehkan. Seperti handphone dari China, awal-awal kita pikir tidak akan bisa berkembang menjadi besar. Tapi, nyatanya tidak seperti itu. Perkembangannya cukup pesat," kata Mukiat beberapa waktu lalu.

Kisah sukses Wuling dan DFSK juga mendapat perhatian dari salah satu produsen mobil asal Jepang. PT Astra Daihatsu Motor melihat, mobil-mobil asal China dianggap menyimpan senjata kuat untuk menguasai pasar nasional.

"Mereka sungguh kuat, terutama soal harganya yang sangat kompetitif, Wuling, Dongfeng, harganya bisa 20 sampai 30 persen lebih murah dari merek-merek normal Jepang. Mereka sangat strong saya pikir," kata Presiden Direktur PT Astra Daihatsu Motor (ADM), Tetsuo Miura.

Hyundai Sanfa Fee special edition

Jenama asal China memang terlihat optimistis di Tanah Air. Mereka tak khawatir dengan citra buruk yang sempat melekat pada produk buatan Negeri Panda. Terlebih, China menganggap kualitas mobilnya kini sudah jauh lebih bagus ketimbang dahulu.

Menurut DFSK, salah satu kunci keberhasilan mereka jadi kuda hitam merek-merek Jepang ada pada harga yang ditawarkan. CO-CEO Sokonindo Automobile, Alexander Barus mengatakan, harga jual mobil Jepang di Indonesia terlalu mahal.

"Terlalu lama konsumen di Indonesia membeli mobil yang terlalu tinggi," kata Alex di kawasan Kuningan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Pengamat Otomotif dari Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus mengatakan, munculnya Wuling dan DFSK bisa membuat bisnis mobil merek Korea Selatan di Indonesia tenggelam, khususnya di segmen bawah dan menengah.

"Korea akan semakin tenggelam dalam persaingan di level low hatchback dan low MPV, karena mereka tidak membangun industri perakitannya di Indonesia. Sehingga, secara harga tidak mungkin bersaing," kata Yannes.

Lebih jauh ia menjelaskan, umumnya masyarakat tidak dimungkinkan mendapat fitur-fitur mewah dengan uang terbatas. Tetapi, China justru berhasil memenuhi apa yang diharapkan oleh banyak konsumen di segmen bawah dan menengah.

"Lalu jangan lupa juga, bahwa sebenarnya teknologi General Motors Amerika lah (dengan jumlah saham 34 persen) yang ada di balik mobil Wuling," ungkap Yannes.

Hari sudah sore, saat VIVA keluar dari pintu gerbang pabrik Wuling. Samar-samar, terlihat karyawan pabrik bersiap-siap pulang. Tidak sedikit yang menyempatkan diri untuk berbincang-bincang sembari melepas lelah.

Beberapa dari mereka yang sebelumnya bekerja di pabrik mobil merek Jepang berharap, kehadiran mobil China di Tanah Air tidak hanya membuat industri otomotif nasional lebih maju, namun juga masa depan yang lebih baik bagi keluarga di rumah. (hd)