Syachrul Anto: Nyawa Ini untuk Menolong Orang

Relawan dari Indonesia Diving Resque Team, Syachrul Anto, meninggal dunia
Sumber :
  • Facebook.com/Syachrul Anto

VIVA – Air mata Lyan Kurniawati tak henti-henti mengalir kala tumpukan tanah perlahan-lahan menutupi lubang peristirahatan terakhir suaminya, Syachrul Anto, di Makam Islam, Jalan Bendul Merisi 8, Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu siang, 3 November 2018.

Ibu almarhum, putri dan saudaranya merangkul erat coba menenangkan. Setelah terkubur sempurna, doa terpanjat dari bibir para pentakziyah dalam suasana haru.

Syachrul Anto adalah relawan penyelam yang meninggal dunia saat membantu pencarian dan evakuasi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT610 rute Jakarta-Pangkalpinang di Perairan Karawang, Jawa Barat, pada Senin pagi, 29 Oktober 2018.

Bersama kawan penyelamnya, Yuda alias Ibenk, Anto tiba di Jakarta dua hari setelah kejadian, Rabu, 1 November 2018, dan mendapatkan giliran menyelam di titik pencarian besoknya, Kamis.

Relawan penyelam Basarnas Syachrul Anto

Pada penyelaman ketiga, Jumat sore, 2 November 2018, ajal menjemput Anto. Sekira satu jam menyelam, dia ditemukan Tim SAR tak sadarkan diri. Nyawanya tak terselamatkan setelah sempat mendapatkan perawatan medis.

Diagnosa tim medis, almarhum Anto mengalami dekompresi. Almarhum meninggalkan satu istri, Lyan Kurniawati, dan satu putri yang kini kuliah di Bandung, Jawa Barat.

Anto dan keluarganya tinggal di Makassar, Sulawesi Selatan. Sehari-hari ia seorang wiraswasta. Hobinya menyelam dan aktif di komunitas penyelam Makassar. Keluarga mengenang Anto sebagai sosok yang sangat peduli dan bertanggungjawab kepada keluarga. Orangnya juga humoris, ringan tangan dan selalu siap membantu.

"Beliau tegas tapi mudah tersentuh,” kata istri Anto, Lyan Kurniawati, kepada VIVA pada Kamis, 8 November 2018.

Anto bukan penyelam dan relawan SAR kemarin sore. Sebelum di Lion Air, dia sudah beberapa kali membantu operasi SAR pada insiden kecelakaan di laut, bahkan saat bencana di daratan.

Dia tercatat pernah menjadi relawan penyelam saat insiden pesawat AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura terjadi di Perairan Karimata pada Desember 2014 lalu. "Lima tahun terakhir beliau aktif di kegiatan kemanusiaan. Dia berpikir, hobi menyelam harus ada manfaatnya buat sesama," ujar Lyan menambahkan.

Sebagai istri, Lyan sebetulnya sering dihinggapi kekhawatiran kala suaminya berangkat untuk membantu proses pencarian dan evakuasi korban kecelakaan di laut. Maklum, medan yang dihadapi berisiko tinggi.

"Seorang istri relawan tidak mungkin seratus persen melepaskan suaminya pergi ke medan bencana. Namun bibir tak akan pernah melarang karena tahu itu panggilan kemanusiaan yang sudah jadi misi hidup suami saya," ujarnya.

Protes Lyan

***

Sekali waktu, Lyan mengaku protes kepada suaminya, termasuk ketika almarhum ingin berangkat menjadi relawan operasi SAR bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, akhir September 2018 lalu.

Lyan protes lantaran operasi SAR bencana dan gempa di Palu dan Donggala bukan spesialisasi suaminya. Keahlian suaminya sebagai penyelam tidak diperlukan untuk bencana tsunami dan gempa bumi di Sulawesi Tengah itu.

"Tapi dia tetap ingin berangkat dan membantu evakuasi di Hotel Roa-Roa dan di perumahan yang terkena likuifaksi," cerita Lyan.

Setiap selesai atau pulang dari tugas relawan, papar Lyan, suaminya selalu menyampaikan pengalaman spiritual dari medan bencana atau kecelakaan di laut, baik secara langsung maupun melalui pesan telepon genggam.

Termasuk pada saat Kamis malam, sebelum peristiwa yang pada akhirnya merenggut nyawa Syahcrul Anto saat menyelam mencari korban Lion Air JT610. Malamnya, Anto mengirim pesan tentang takdir ajal manusia kepada Lyan dan di grup WhatsApp relawan penyelam.

Intinya, terang Lyan, suaminya mengirim pesan bahwa sebagai manusia hanya menjalani apa yang sudah tertulis dalam takdir dan semua tidak akan tertukar, termasuk kematian.

"Tinggal kesiapan kita harus siap setiap saat mencari bekal hingga napas terakhir mengucap Laa ilaaha illa Allah sembari berdoa semoga bisa menjadi husnul khotimah. Itu pesan beliau," kata Lyan.

Relawan penyelam Basarnas Syachrul Anto

Sejumlah pihak menyematkan sandangan pahlawan kemanusiaan kepada Anto. Tapi menurut Lyan, bukan itu yang diinginkan suaminya. Semua orang, lanjut dia, bisa memberi manfaat kepada orang lain dan juga bisa mendapatkan predikat sebagai pahlawan kemanusiaan.

"Di dunia ada ribuan bahkan jutaan orang mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan orang lain. Mereka semua juga pahlawan kemanusiaan," ucapnya.

Kendati bersedih karena kehilangan orang dicintai, namun Lyan dan keluarganya terharu atas apa yang diperbuat Anto semasa hidup. "Ada rasa haru dan bangga bahwa suami saya memilih jalan apa yang dia yakini, kemanusiaan. Tinggal saya dan kami sekeluarga ingin meneruskan cita-cita beliau yang ingin sekali membantu orang lain dalam misi sosial dan kemanusiaan," papar ibu satu anak ini.

Cemburu pada Jenazah

***

Ada satu pesan berulang-ulang yang pernah disampaikan Syachrul Anto kepada teman-temannya di komunitas penyelam: 'Nyawa ini untuk menolong orang'. Anto meresapi betul kata-kata yang dia ucapkan, begitu juga Ia terus mengingatkan rekan-rekannya agar jadi orang berguna.

Kalimat luhur itu masih terngiang di telinga Yuda atau yang akrab disapa Ibenk, teman almarhum Anto di sebuah komunitas penyelam yang berbasis di Makassar. Ibenk mengaku kenal baik dengan Anto lebih dari sepuluh tahun lalu, saat mulai belajar menyelam di komunitas diving.

Pesan itu pula yang seolah menuntun Anto menemui ajalnya saat membantu Basarnas dalam proses pencarian dan evakuasi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT610 di Perairan Karawang, Jawa Barat, pada Jumat sore lalu, 2 November 2018. 189 penumpang dan kru pesawat tewas dalam insiden tersebut.

"Saya lupa tahun berapa (Syachrul Anto berucap pesan), kira-kira sepuluh tahun lalu," katanya kepada VIVA pada Kamis, 8 November 2018.

Pemakaman Relawan penyelam Basarnas Syachrul Anto

Ibenk menceritakan, Anto lahir dan besar di rumah orang tuanya di Sinjai-Bulukumba, Sulawesi Selatan. Bapaknya orang Ternate. Anto sekolah sampai SMP di Makassar, setelah itu ikut orangtuanya pindah ke Surabaya. Baru setelah selesai kuliah, Ia kembali berkarir dan bekerja di Makassar. "Jadi rumah beliau di Makassar, kalau di Surabaya itu rumah ibunya," ujarnya.

Di Makassar, lanjut Ibenk, Anto sebagai wiraswasta di dunia ekspedisi. Almarhum bahkan punya armada sendiri. Konsentrasi bisnis ekspedisinya pada pengiriman semen di Indonesia Timur. Walau sibuk bisnis, Anto tetap menyalurkan hobinya sebagai penyelam, kumpul bareng rekan-rekan sesama komunitas penyelam di Makassar.

"Kalau hari Sabtu dan Minggu, kita sering kumpul-kumpul, menyelam sama-sama. Saya kenal dengan beliau karena sama-sama suka nyelam. Dulu belajar nyelamnya, saya satu almamater dengan beliau," ujar Ibenk.

Ibenk dan Anto pun akhirnya akrab. Di mata Ibenk, almarhum sosok yang jiwa sosialnya tinggi. Kalau ada kegiatan sosial dan penggalangan dana, dia langsung ngasih. Karena itu, di komunitas penyelam Makassar, almarhum dipanggil 'Ayah Anto', bahkan oleh teman yang usianya lebih tua. "Kenapa? Karena dia yang sering beri nasihat kepada teman-teman yang lain," ungkapnya.

Anto, lanjut Ibenk, juga taat beragama. Ia tidak pernah bolong salat lima waktu. Musim haji Agustus lalu, almarhum dan keluarganya melaksanakan ibadah haji untuk kedua kalinya. Anto bercerita saat mau pulang haji, ada jemaah yang meninggal dunia. Sebagai ketua rombongan, Ia mengurus jenazah itu dulu baru pulang.

"Enggak disangka yang doakan banyak. Nah, dia itu bilang cemburu sama itu jenazah karena didoakan banyak orang," ujar Ibenk.
 
Detik Terakhir

***

Berangkat dari hobi menyelam itu, Anto pun kemudian tertarik menjadi relawan. Di bawah koordinasi Indonesia Diving Resque Team atau IDRT, dia sering ikut membantu penanganan kecelakaan di laut maupun bencana di darat.

"Saya gabung jadi relawan bareng sama beliau, ya, kira-kira sejak sepuluh tahun lalu. Dulu di Makassar Basarnas, kan, penyelamnya belum banyak. Peralatan selamnya juga enggak seperti sekarang," kata Ibenk.

Ibenk menegaskan, Anto bukan penyelam dan relawan kemarin sore. Ibenk tahu betul kemampuan Anto karena selalu berpasangan dengan almarhum setiap mengikuti operasi SAR, baik kecelakaan laut maupun darat.

Seperti saat operasi SAR yang diikuti Anto dalam pencarian dan evakuasi korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di Perairan Karimata Desember 2014 lalu dan bencana gempa dan tsunami di Palu. "Waktu ikut di Palu itu, beliau baru pulang haji," ujarnya.

Membantu operasi SAR, lanjut Ibenk, relawan tak harus menunggu panggilan dari Basarnas. Karena IDRT bukan bagian dari Basarnas. Tapi setiap kali ada insiden kecelakaan di laut atau bencana, relawan penyelam ikut memantau dan berkoordinasi, apakah perlu berangkat untuk membantu atau tidak. "Dan kami tidak dibiayai oleh Basarnas, kami datang dengan biaya sendiri," katanya.

Termasuk ketika Lion Air JT610 jatuh di Perairan Karawang, Jawa Barat, pada Senin pagi, 29 Oktober 2018 lalu. "Malamnya kami kontak-kontak. Waktu itu beliau (almarhum Anto), kan, lagi di Yogyakarta, kebetulan istrinya asli Yogya, sementara saya masih di Palu. Kami koordinasi, gimana berangkat tidak, beliau bilang, ‘Ayo berangkat, bawakan peralatan, ya’," cerita Ibenk mengulang ucapan almarhum.

Dari Palu, Ibenk pun terbang ke Surabaya lalu ke Makassar untuk mengambil peralatan selam. Sementara Anto langsung ke Jakarta dari Yogyakarta. "Hari Rabunya kami sampai di Jakarta. Rabu malam diberangkatkan (ke titik jatuhnya Lion Air JT610), Kamis kami menyelam. Hari itu kami menyelam dua kali dan saya berpasangan dengan beliau. Waktu itu kami menemukan beberapa potongan tubuh korban," ucapnya.

Relawan penyelam Basarnas Syachrul Anto (kanan)

Penyelaman ketiga dilakukan pada Jumat sore, 2 November 2018. Pasangan Anto tetap Ibenk. Malam sebelum peristiwa itu, Anto mengirim pesan yang menggambarkan tentang takdir ajal penumpang dan awak Lion Air.

Pesan itu dikirimkam ke grup WhatsApp penyelam dan istri almarhum. Ibenk belum sadar jika itu semacam firasat. "Sebelum turun (menyelam), beliau salat Asar dulu," katanya.

Menurut Ibenk, saat turun menyelam sore itu Anto dalam kondisi bugar. Peralatan selam yang dipakai juga tidak ada masalah. Tidak ada yang dikhawatirkan. Di dalam laut, keduanya juga sudah mengumpulkan beberapa potong tubuh jenazah korban. "Tapi kecelakaan memang terjadi tanpa diduga," ujarnya.

Ibenk pun tak menyangka jika teman karibnya di dunia menyelam dan relawan SAR itu ditemukan tidak sadar di permukaan laut beberapa saat setelah menyelam. Saat dibawa oleh Basarnas dan diberi pertolongan medis, napas dan nadi Anto masih berdenyut.

Tapi ketika dibawa tim Basarnas ke RSUD Koja, Jakarta Utara, Anto sudah tidak sadarkan diri, lalu nadi tak berdenyut, nafas tak terasa. Dokter jaga IGD kemudian memeriksa, sekitar pukul 22.30 WIB, Anto dinyatakan telah meninggal dunia.

"Kita penyelam tahulah risikonya seperti apa. Tapi Pak Anto itu yang paling sering bilang, nyawa ini untuk menolong orang."

Pahlawan Aviasi

***

Duka cita yang mendalam atas gugurnya relawan penyelam dari Indonesia Diving Rescue Team, Syachrul Anto, disampaikan langsung Presiden RI Joko Widodo. Presiden mengapresiasi peran dan kontribusi besar almarhum dalam proses pencarian dan evakuasi korban maupun komponen-komponen pesawat Lion Air JT 610.

"Saya menyampaikan duka cita yang mendalam atas meninggalnya Pak Syachrul Anto. Semoga almarhum diterima di sisi Allah SWT dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan keikhlasan," kata Presiden di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Sabtu, 3 November 2018.

Senada, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi juga menyampaikan duka cita yang mendalam atas peristiwa yang menimpa relawan Syachrul Anto. Bahkan, Menhub menyebut Syachrul adalah seorang pahlawan aviasi.

"Saya menyampaikan duka cita, atas gugurnya pahlawan aviasi, yaitu syachrul Anto yang bergabung dengan tim SAR yang sedang bertugas untuk mengevakuasi korban," kata Menhub di hadapan seluruh keluarga korban Lion Air di Ibis Hotel Jakarta, Senin 5 November 2018.

Kepala Basarnas Marsekal Madya Muhammad Syaugi memastikan kematian Syachrul Anto saat mengevakuasi puing dan korban pesawat Lion Air JT-610 di perairan Karawang bukan karena menyalahi prosedur penyelaman.

Syachrul menurutnya, adalah penyelam berpengalaman dan profesional. Selain memiliki jam selam yang tinggi, dia juga memiliki lisensi atau sertifikasi sebagai rescue diver. Dia pun disiplin dalam bekerja sesuai prosedur keselamatan.

"Prosedur semua telah dilakukan, sudah dilewati, tidak ada yang keliru, tidak ada yang terlewat; baik kesehatan, peralatan hingga teknik berangkat ke medan operasi sudah siap semua," kata Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Muhammad Syaugi di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu, 3 November 2018.

Semua penyelam yang dilibatkan dalam tim SAR gabungan, termasuk Syachrul, merupakan orang-orang profesional. Karena itu kapabilitas para penyelam yang dilibatkan tidak perlu diragukan.

Ditambah lagi saat operasi SAR berlangsung, tim didukung peralatan yang canggih dan fasilitas kesehatan untuk pertolongan pertama saat terjadinya kecelakaan yang memadai. Termasuk saat mengevakuasi Syachrul Anto, sesaat setelah ditemukan pingsan oleh tim SAR di tengah laut.

"Kita punya dokter, kita tangani dengan dokter. Setelah sadar kita masukkan di-chamber untuk dikompresi. Kita punya peralatan itu semua. Setelah itu ternyata Tuhan menghendaki yang lain. Kita segera bawa secepatnya, ke Jakarta lalu ke Rumah Sakit Koja," ujar Syaugi.

Terlepas dari itu, gugurnya Syachrul Anto merupakan kehilangan besar bagi tim penyelam evakuasi. Lantaran, sosok almarhum merupakan relawan penyelam yang berkualitas tinggi, militan, dan berpengalaman dalam operasi SAR.

"Saya sebagai Kepala Basarnas turut berduka yang sedalam-dalamnya atas gugurnya pahlawan kemanusiaan dari tim relawan kita. Demi tugas bangsa dan negara, saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada personel Indonesia Diver tersebut," ungkapnya.

Selamat Jalan Pahlawan ....