Bertahan di Tengah Arus Zaman
- VIVA/Yasir
VIVA – Sekilas bangunan kerajaan dari masa lalu itu terlihat megah. Sekelilingnya dibentengi tembok kokoh. Namun jika diamati lebih dekat, kegagahan itu mulai terkoyak.
Catnya mulai mengelupas, banyak bagian yang rompal), pilar kayu pun sudah mengeropos. Bahkan, tiga bulan lalu, ada bangunan yang roboh.
Bangunan tersebut tepat berada di barat garasi kediaman sang raja. Seminggu lalu, bangunan yang terletak di seberangnya, bernama Dalem Suryomiharjan, rusak serta atapnya ambrol.
Meskipun bagian yang rusak itu bukan kediaman raja tapi tetap menunjukkan bangunan tersebut sudah mulai lekang dimakan zaman. Bisa jadi bangunan itu memang sudah lapuk dimakan usia, bisa juga karena minimnya perawatan. Apalagi dalam satu dekade terakhir, keraton itu diliputi prahara konflik internal yang belum kunjung selesai.
Bangunan Keraton Solo. (VIVA/Fajar Sodiq)
Itulah gambaran Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau yang lebih dikenal dengan sebutan Keraton Solo. Kasunanan ini merupakan salah satu kerajaan Islam di Indonesia yang masih eksis hingga kini.
Islam sendiri masuk ke Indonesia pada sekitar abad ketujuh sampai dengan delapan Masehi. Masuknya Islam membawa banyak perubahan dari segi keyakinan sampai bidang politik, dan pemerintahan yang ditandai munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Islam, baik di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku dan wilayah lainnya.
Di Pulau Jawa sendiri, Islam disebarkan Walisongo pada abad ke-14 Masehi. Seiring dengan perkembangan Islam yang meluas lalu muncul kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak, Pajang, Mataram Islam, Cirebon, dan Banten.
Berdasarkan riset Kementerian Dalam Negeri pada 2012, ada 186 kerajaan yang masih eksis di tanah air, namun tidak berdaulat lagi karena bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari jumlah itu, setidaknya ada beberapa kerajaan bercorak Islam, antara lain Kasunanan Surakarta, Kesultanan Ngayogyakarta, Kesultanan Demak, Cirebon, Ternate, Kanoman, Deli, Banten, Gowa-Tallo, dan kerajaan-kerajaan di Aceh.