Bisnis Gurih Jasa Pengiriman
- Twitter.com/@JNE_ID
VIVA – Senyum perempuan berjilab itu terkembang. Diterimanya sebuah benda berbungkus sampul coklat dengan lilitan selotip mengelilingi seluruh bungkusan. Sebagai petugas jasa pengiriman J&T yang berkantor di Gandaria, Jakarta Timur, ia sigap melayani pelanggan.
Dengan cekatan ia menulis alamat, menempelkannya di sebuah barang yang sudah terbungkus rapi, lalu memberikan resi kepada pelanggan di depannya yang segera membayarkan sejumlah uang.
Terjadi percakapan singkat soal alamat dan nomor telepon penerima, juga kapan kira-kira barang yang dikirim akan sampai. Tak sampai 10 menit, transaksi selesai. Pelanggan di depannya tersenyum, bangkit dari kursinya, lalu berjalan ke luar.
Pelanggan tersebut, Mustakim, mengaku sangat terbantu dengan adanya perusahaan jasa pengiriman barang. Ia baru saja mengirim jaket ke Bintaro, Tangerang Selatan. Sebagai pedagang barang-barang outdoor yang spesifik menjual jaket, sepatu, dan tas, Mustakim sangat sering menggunakan jasa mereka untuk mengirim barang. Di dalam kota, juga ke luar kota.
Pria yang besar di Yogyakarta ini menjual dagangannya melalui media sosial dengan pembeli kebanyakan dari luar kota. "Seminggu saya bisa tiga kali mengirimkan barang ke luar kota. Lumayan, mengirim melalui jasa pengiriman memudahkan saya memantau pergerakan barang hingga sampai ke penerima," ujarnya, Selasa, 17 April 2018.
Mustakim mungkin hanya salah satu dari jutaan pedagang online yang memanfaatkan jasa perusahaan pengiriman barang. Ia aktif melakukan transaksi perdagangan online sejak memiliki akun Facebook, sekitar tahun 2009. Ketika Instagram mulai ramai, ia juga menggunakan Instagram sebagai area promosi dan penjualan.
Dari kedua media sosial itu, pembelinya semakin tersebar. Jika sebelumnya hanya lingkungan teman, lalu berkembang ke pembeli umum yang tak ia kenal dan dari berbagai kota di berbagai pulau. Ia bersyukur karena sekarang banyak perusahaan jasa pengiriman yang menawarkan berbagai kemudahan dan kemurahan harga.
Di masa lalu, hanya PT Pos yang menjadi andalan untuk pengiriman barang ke luar kota. Tapi sekarang, perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengiriman bertambah banyak. Ada TIKI, JNE, Wahana, J&T, Si Ninja Express, 21 Express, Si Cepat dan beberapa jasa pengiriman lainnya. Perusahaan ini semakin menyebar bahkan hingga ke wilayah terpencil, dengan tawaran fasilitas serta harga yang bersaing.
Tengok saja SiCepat Ekspres. Di salah satu cabangnya di kawasan Ciherang, Tapos, Depok, perusahaan yang berdiri sejak 1 Februari 2014 itu menempati sebuah ruko yang menempel di kompleks perumahan. Meski sudah empat tahun berdiri, di kawasan ini SiCepat baru menetap setahunan. Namun setiap hari kesibukan terlihat di ruko ini.
Apalagi ketika mobil box yang mengangkut barang kiriman pelanggan mereka. Ruko kian sesak dengan barang yang menumpuk. Sedikitnya sekali sehari mobil-mobil box ini mampir di ruko tersebut. Sebagai pendatang baru, SiCepat memang bergerak cepat. Data perusahaan di tahun 2016, atau dua tahun sejak berdiri, pertumbuhannya mencapai 300 persen dan berhasil menjalin kerjasama dengan 4.600 UKM yang menjalankan bisnis online dan 10 e-Commerce besar.
Berkah Jual Beli Online
Diakui, bisnis e-commerce atau perdagangan online memang menjadi pemicu meledaknya industri jasa pengiriman barang. Pertumbuhannya di seluruh dunia terbilang ekspansional. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuat perdagangan dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja selama terkoneksi dengan internet.
Tapi peningkatan jumlah transaksi perdagangan online atau e-commerce tak akan bisa terselesaikan jika barang yang diperjualbelikan tidak bisa sampai ke penerima. Maka perdagangan online berkontribusi memberi berkah pada perusahaan jasa pengiriman. Sebab, seperti yang disampaikan Mustakim, jarak antara pembeli dan penjual semakin tak terbatas, dan jarak itu berhasil dijembatani oleh jasa pengiriman.
Menurut hasil survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengenai Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia yang dirilis akhir Desember 2017, pengguna internet di Indonesia sudah melampaui 50 persen dari total penduduk.
Dari 262 juta penduduk, sekitar 143,26 juta warga atau 54,68 persen sudah mengakses internet. Sebanyak 32,9 persen di antaranya menggunakan akses internet untuk membeli barang. Dan 16,83 persen menggunakannya untuk menjual. Artinya, sudah sekitar empat juta penduduk Indonesia yang melakukan transaksi perdagangan melalui online atau e-commerce.
Besarnya jumlah penduduk Indonesia membuat pasar kue bisnis e-commerce jadi menggiurkan. "Apalagi benefit yang ditawarkan adalah sesuatu yang tak bisa ditolak. Lebih nyaman, aman, dan harganya cenderung murah," ujar Ketua Bidang Ekonomi dan Bisnis Asosiasi e-commerce Indonesia (idEA), Iganitius Untung.
Pasar e-commerce memang bak kembang yang mekar mewangi. Jika merujuk data Bank Indonesia pada 2016, total transaksi e-commerce mencapai Rp75 triliun dengan asumsi pertumbuhan bisnis di sektor ini sebesar 17 persen. Pada tahun 2020 yang akan datang, pasar e-commerce diprediksi akan memiliki nilai US$120 miliar per tahun.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo) Mohamad Feriadi tak menepis berkah e-commerce bagi sekitar 200 perusahaan yang tergabung dalam asosiasi yang dipimpinnya. Kaitan antara pertumbuhan sistem keuangan, internet, marketplace, jasa pengiriman, menurut dia, sangat erat. Penetrasi internet yang kian pesat yang merasuk hingga pelosok nusantara, membuat bisnis jual beli online tidak lagi didominasi kota-kota besar tapi juga daerah. Ditambah lagi secara geografis Indonesia terdiri dari pulau-pulau. Kondisi ini semakin membesarkan industri jasa pengiriman.
"Sebab apapun yang dijual melalui online harus lewat jasa pengiriman," kata Feriadi yang juga menjabat presiden direktur PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir atau JNE kepada VIVA, Sabtu 21 April 2018.
Perilaku penjual pun turut membesarkan industri jasa pengiriman. Jika sebelumnya penjual individual banyak mempromosikan dagangannya lewat platform media sosial atau website pribadi yang dimiliki, kini mereka tergabung dalam marketplace besar seperti Bukalapak atau Tokopedia. Perpindahan ini dilakukan agar order yang tidak berkembang karena keterbatasan market di media sosial dan website mengalami pertumbuhan.
"Karena jumlah pengunduh aplikasi marketplace kan besar, sehingga pasar mereka pun tumbuh yang berimbas pada jasa pengiriman," katanya menambahkan.
Dia menyontohkan yang terjadi di JNE. Menurutnya, data profil yang berhasil dihimpun dari usahanya ini, dari 100 persen pengguna jasa JNE, hanya 20 persen dari pemain besar.
Perusahaan jasa kurir yang telah berdiri sejak 27 tahun lalu itu mengalami peningkatan volume pengiriman sejak tahun 2010. Vice President of Marketing JNE Eri Palgunadi menuturkan, peningkatan volume pengiriman yang mereka rasakan cukup signifikan.
"Sejak tahun 2010. Ketika e-commerce mulai tumbuh di Indonesia dan aktivitas jual–beli online banyak terjadi melalui forum–forum komunitas di internet," ujarnya kepada VIVA melalui surat elektronik pada Jumat, 20 April 2018.
Customer JNE 80 persen Adalah retail. Sekitar 60 - 70 persen adalah dari e-commerce, termasuk sejumlah merchant dari online marketplace. Sisanya, 20 persen adalah customer perusahaan.
Setali tiga uang, CEO Gudangimpor.com Yuwono Wicaksono pun membenarkan korelasi yang erat antara peningkatan e-commerce dengan pertumbuhan volume pengiriman barang melalui perusahaan jasa kurir. "Benar. Bisnis model e-commerce ini mengharuskan pelaku bisnis mengirimkan barang secara rutin dan dalam jumlah yang semakin bertambah," ujarnya kepada VIVA, Jumat, 20 April 2018.
Oleh karena itu, maka perusahaan jasa pengiriman akhirnya telah menjadi penyambung kebutuhan antara pedagang dan pembeli di dunia maya.
CEO J&T, Robin Lo mengakui adanya kecenderungan masyarakat bertransaksi dari offline ke online. "Maka peran jasa pengiriman juga menjadi salah satu pilar untuk menyambungkan dua kebutuhan tersebut," ujarnya.
Ceruk pasar marketplace yang belum terlalu tergarap langsung dibidik secara gesit oleh J&T. Tahun 2016 perusahaan ini mulai bekerja sama dengan beberapa e-commerce, dan sejak tahun 2017 mereka mulai memfokuskan diri sebagai perusahaan yang mendukung bisnis online.
Bisnis Gurih
Meruaknya bisnis jasa pengiriman juga diakui Direktur Pos Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo Ikhsan Baidirus. Kepada VIVA ia mengatakan, bisnis jasa pengiriman memiliki tren pertumbuhan yang luar biasa.
Pertumbuhan jumlah pemohon izin perusahaan jasa kurir linear dengan pertumbuhan e-commerce. "Kami sudah menerima 30-an izin baru dari Januari hingga April. Jadi kita senang dengar itu dari daerah, dari mana-mana banyak yang mengajukan izin untuk jadi penyelenggara baru dengan Pos," ujarnya.
Marketing Manager PT Wahana Prestasi Logistik Alzamendi Qatryany meyakini, bisnis ini berpotensi besar seiring meningkatnya transaksi jual beli online yang terjadi saat ini di Indonesia. Bisnis ini memiliki pengguna yang terus bertambah. "Prediksi kami, bisnis ini akan selalu dibutuhkan oleh customer dan peningkatan jumlah pengguna tiap tahunnya," ujarnya.
Seberapa menggiurkan bisnis jasa kurir bisa terlihat dari perkembangan perusahaan tersebut. Wahana, yang telah berdiri sejak 1998 tahun lalu mengaku telah memetik keuntungan. Di 20 tahun usianya, Wahana kini telah memiliki 6.000 mitra agen yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia dengan 2.000 karyawan.
Volume pengiriman juga mengalami peningkatan, bahkan tahun ini volumenya meningkat hingga 20 persen. "Prediksi kami, bisnis ini akan selalu dibutuhkan oleh customer dan terjadi peningkatan jumlah pengguna tiap tahunnya," ujar Marketing Manager PT. Wahana Prestasi Logistik, Alzamendi Qatryany kepada VIVA.
Begitu pula jika kita cermati JNE. Perusahaan yang didirikan pada tahun 1991 ini mencatat telah melayani 500 hingga 600 ribu paket secara nasional. Paket terbesar yang dikirimkan adalah makanan, pakaian, dan elektronik.
Meski menolak menyebut nominal yang diraup, namun JNE memberikan gambaran, bahwa volume transaksi mereka per bulan telah mencapai 16 hingga 17 juta paket. Saat ini jumlah jaringan JNE telah mencapai 6.000 titik layanan di seluruh Indonesia dengan jumlah karyawan keseluruhan, termasuk karyawan mitra atau agen JNE, adalah sekitar 40.000 karyawan.
Sementara J&T melihat keuntungan dari sisi yang berbeda. Perusahaan ini mengakui bahwa sejak pertama mendirikan perusahaan hingga saat ini, atau sejak perusahaan berdiri pada 2015, mereka telah mengalami lonjakan pengiriman hingga 100 persen. "Setiap hari kami bisa melayani pengiriman hingga 500 ribu per paket," ujar Robin Lo.
Ia mengakui sampai saat ini belum mendapat keuntungan, tapi perkembangan bisnisnya yang cukup pesat membuat perusahaan sangat percaya diri. "Kami masih fokus pada perkembangan infrastruktur kami seperti gateway, drop point dan armada serta teknologi dan ekspansi untuk menunjang pelayanan kami kepada pelanggan. Tentunya kami melakukan improvement dari berbagai sektor baik itu SDM atau armada pengiriman dan juga inovasi ke depannya sesuai dengan kebutuhan pelanggan," ujarnya menambahkan.
Jika benar yang disampaikan Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika bahwa telah ada pengajuan izin hingga 30-an perusahaan, maka artinya jasa pengiriman barang ini berhasil menggaet minat pemilik modal untuk membuat usaha sejenis.
Jika 30-an perusahaan itu terwujud, maka Mustakim dan pedagang eceran lainnya senang. Karena sebagai pengguna, mereka jadi memiliki lebih banyak pilihan untuk mengantarkan barang dengan harga yang lebih bervariatif dan beragam tawaran fasilitas yang menarik.
"Apapun yang murah dan menawarkan harga baik, maka saya akan memilihnya. Semakin murah ongkos kirim, maka semakin senang pembeli," ujarnya. (umi)
Baca Juga