Misteri Watu Tugu dan Jejak Mataram Kuno di Semarang
- VIVA/ Dwi Royanto
VIVA – Asal-usul situs Watu Tugu di Kelurahan Tugurejo, Kota Semarang, hingga kini masih misterius. Selain dugaan sebagai tapal batas era kerajaan Majapahit dan Pajajaran, keberadaan situs yang akrab disebut Candi Tugu itu juga disebut sebagai peninggalan Mataram Kuno.
Versi lain soal Watu Tugu sebagai peninggalan zaman Mataram Kuno diungkapkan oleh arkeolog Semarang, Tri Subekso. Ia menyebut situs watu yang menjulang tinggi ke atas dengan bentuk menyerupai stupa, setinggi empat meter itu lebih tua dari masa kerajaan Majapahit maupun Pajajaran.
Berdasarkan literatur yang didapat, Tri menjelaskan, Watu Tugu secara artefaktualnya tidak menjadi tugu perbatasan. Sebab dilihat dari usianya mungkin berasal dari Mataram Kuno. Kemungkinan besar Watu Tugu merupakan penambat kapal.
"Itu salah satu interprestasi saya. Yang jelas kawasan Watu Tugu pada masa lalu berada di tepi laut. Ada kabar dulunya pernah ditemukan jangkar kapal di bawah tebing Watu Tugu," kata Tri Subekso kepada VIVA, Senin 11 Desember 2017.
Pria yang tinggal di jalan raya Subali Krapyak itu mengungkapkan dulunya Semarang dikenal dengan sebutan Bukit Pragota. Menurut catatan Badan dan Perpustakaan Daerah Jawa Tengah pada abad ke-8 Masehi, kawasan Bukit Pragota merupakan wilayah Mataram Kuno.
"Bisa dibayangkan, tepian pantai Semarang kala itu berbukit-bukit. Dari Tugu, Subali hingga arah Gedungbatu," ucapnya.
Menurut dia, penemuan situs Watu Tugu mempunyai peranan penting dalam menyusuri jejak Mataram kuno di Semarang, karena era tersebut merupakan awal peradaban di Nusantara. Anggapan itu, menurut Tri, melihat sisi material budaya atau peninggalan arkeologisnya.
Salah satunya telah ditemukannya Candi Duduham di Mijen, arca Manjusri dari Ngemplak Simongan, Yoni besar di Cangkiran, serta beberapa situs candi Hindu di daerah sekitar Watu Tugu.
"Keberadaan Watu Tugu dapat diinterpretasikan pada temuan-temuan situs Mataram kuno di Semarang. Yang mungkin dari zaman yang sama, setidaknya tidak terlalu jauh jarak," ujarnya.
Tiang Penunjuk Waktu
Selain keberadaannya yang misterius, beragam versi pun muncul terkait fungsi Watu Tugu itu sendiri. Selama ini berbagai hipotesa menyebut Watu Tugu difungsikan sebagai tapal batas serta penambat kapal di masa lalu.
Tri Subekso justru mempunyai hipotesa lain terkait fungsi situs ini. Berdasarkan penelusuran literaturnya, Watu Tugu ini berfungsi sebagai tiang penunjuk waktu di masa lampau. Tri sendiri mendasarkan pendapatnya dengan adanya catatan utusan kekaisaran China yang merujuk pada Watu Tugu. Hipotesa ini muncul dalam buku Nusantara karangan Groeneveldt dalam catatan Tionghoa tahun 1880.
Waktu musim panas Watu Tugu menjadi "gnomon" yang berarti tiang penunjuk waktu matahari. Raja Kalingga atau Ho-Ling (sebutan dari sumber Tionghoa) sering berdiri di pegunungan wilayah Lang Bi Ya, sambil memandang ke laut Utara, di sampingnya ada tiang yang berdiri setinggi delapan kaki atau 2,4 meter.
Lang Bi Ya menurut catatan kekaisaran Tionghoa berada di Semarang. Pegunungan Lang Bi A berbentuk bukit-bukit dan terdapat pemukiman-pemukiman kecil. Kerajaan Kalingga sendiri juga hanya terdapat di catatan Kekaisaran Tionghoa, dan keberadaannya sampai sekarang belum diketahui.
Berdasar literatur itu, Watu Tugu kemungkinan besar sebagai gnomon setinggi 2,4 meter. Di mana bayangan pada siang hari akan berada di sisi selatan dan memiliki tinggi panjang dua kaki empat inchi atau sekitar 70 sentimeter.
Tri Subekso sendiri meyakini bahwa kemungkinan kuat lokasi yang dimaksud dalam catatan tersebut adalah Watu Tugu, sesuai dengan letaknya yang berada di atas perbukitan dan langsung menghadap ke utara laut Jawa.
"Secara fisik sebagai bangunan kuno iya, namun fungsinya sebagai apa tentu perlu dikaji, terutama sebagai gnomon. Kita bisa mengaitkan dengan keberadaan situs yang lain. Termasuk landskapnya yang berbentuk bukit kecil menghadap ke laut lepas," jelasnya.
Terlepas dari berbagai dugaan itu, Sejarawan Semarang, Djawahir Muhammad, berpandangan bahwa sejarah mendalam Watu Tugu sendiri masih perlu ditelisik lagi. Sebab situs itu masih menjadi misteri sejarah dengan belum adanya bukti otentik.
Sebagai informasi, situs ini ditemukan kali pertama oleh Vebeek pada tahun 1891 dan dipugar tahun 1938 atas prakasa sejarawan Belanda J Knebel. Catatan singkat situs ini disebutkan bahwa Watu Tugu menjadi bagian sejarah Kota Semarang.
"Watu Tugu bagian sejarah kuno Semarang. Walaupun tidak ada bukti otentik, tetap harus dilestarikan. Cerita-cerita yang berkembang biarkan tetap ada sebagai sarana gethuk tular (disebarkan) masyarakat," kata Djawahir. (ren)
Liburan sudah jadi keharusan di akhir tahun seperti saat ini. Jangan khawatir kalau kantong tipis. Soalnya ada satu destinasi murah, tapi seru banget. Yup lihat saja langsung di video VIVA ini.