Mengintip Kampung Raja Sidabutar, Penguasa Pulau Samosir
- Viva.co.id/Anisa Widiarini
VIVA – Menelusuri khasanah kekayaan Pulau Samosir Sumatera Utara memang tak pernah habis. Tak hanya memiliki kekayaan panorama dan obyek wisata semata. Unsur budaya pulau ini juga menarik untuk digali.
Bagi orang asli Batak, nama Raja Sidabutar sudah dikenal sejak kecil. Berdasarkan cerita turun temurun Raja Sidabutar adalah sosok orang pertama yang menginjakkan kaki di pulau Samosir.
Beberapa waktu lalu, VIVA.co.id berkesempatan mengunjungi perkampungan tempat Raja Sidabutar di Pulau Samosir. Namanya Huta Siallagan di desa Ambarita Kabupaten Tobasa. Desa ini menjadi salah satu desa wisata sejarah yang wajib dikunjungi.
Memasuki Gapura yang bertuliskan Huta Siallagan, wisatawan bak disambut untuk menyusuri apa-apa saja yang menjadi kekayaan budaya marga Siallagan.
Tempat ini kaya akan peninggalan sejarah di masa kepemimpinan Raja Sidabutar. Di sana wisatawan bisa melihat dari dekat makam Raja Sidabutar, yang berusia 450 tahun.
Selain makam Raja Sidabutar, ada pula Batu Kursi Persidangan Raja Siallagan batu persidangan ini sangat legendaris karena dijadikan tempat hukuman pancung dilakukan.
Sebuah kursi yang dibuat dari pahatan batu terlihat mengelilingi sebuah meja eksekusi. Batu persidangan tersebut konon dibawa dari puncak Pusukbuhit dan diukir khusus. Namun sayangnya tidak diketahui siapa pembuatnya.
Di dalam desa ini juga terdapat rumah adat batak atau rumah Bolon, yang masih berdiri kokoh dan terpelihara. Rumah khas Batak ini terdiri dari 3 lantai.
Salah satu rumah yang ada di sana adalah rumah yang pernah ditinggali sang Raja. Rumah dari kayu tersebut bercat merah dengan corak hitam, dan atapnya berbentuk tanduk mirip rumah gadang Sumatera Selatan.
Lantai dasar tempat penyimpanan hewan ternak. Selain itu, di lantai dua ada ruangan tidur yang dibuat tanpa pembatas, hanya dibatasi dengan ulos jika ada aktivitas pemisah. Selain ulos di rumah adat tersebut juga hanya ada alas tidur yang terbuat dari jerami.
Sedangkan di lantai 3 rumah tersebut, adalah tempat penyimpanan bahan pangan. Rumah ini juga dibangun tanpa menggunakan paku, selain itu uniknya, untuk membedakan status sosial seseorang, ada perbedaan penggunaan anak tangga. Jumlah Anak tangga ganjil adalah raja, sedangkan anak tangga genap berstatus orang biasa.
Selain rumah adat, bagi Anda yang menyukai seni kerajinan ulos, wisatawan juga bisa belajar menenun ulos bersama penduduk setempat. Tak lupa, Anda juga bisa ikut belajar Manortor bersama pemuka adat, dan wisatawan lainnya.