Parade Busana Tak Lumrah di Atas Rakit Sepanjang Sungai
- VIVA.co.id/Dwi Royanto
VIVA.co.id - Peragaan busana lazimnya digelar di sebuah balairung dengan model-model cantik berlenggak-lenggok di permukaan catwalk. Tapi itu sudah terlalu umum.
Di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, ada satu kegiatan peragaan busana yang lain. Disebut Fashion Show Gethek Emas, peragaan busana dengan para modelnya di atas getek alias rakit. Getek-getek itu menyusuri aliran Sungai Bogowonto. Panjang itu sekira 67 kilometer, mengalir dari utara ke selatan.
Peragaan busana sebenarnya bagian dari rangkaian Festival Bogowonoto yang digelar tiap tahun. Puncak kegiatan festival serupa tahun ini ialah Fashion Show Gethek Emas yang dipusatkan di Desa Jogoboyo, Kecamatan Purwodadi, Minggu, 1 Oktober 2017.
Acara itu juga disertai peresmian Desa Wisata Jogoboyo oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Disaksikan warga setempat, para turis lokal maupun mancanegara, terutama asal Belanda.
Ganjar nengenakan pakaian adat berwarna merah jambu serta ikat kepala dan syal bermotif batik. Ia ikut berjalan bersama warga dalam iring-iringan bernama Grebeg Clorot. Ia juga melibatkan para turis asal Belanda untuk turut dalam ritual acara.
Sapto, ketua panitia acara, menyebut peragaan busana gethek emas itu diikuti 12 kelompok sadar wisata di Kabupaten Purworejo. Kegiatan dikemas seunik mungkin, tak hanya demi menarik wisatawan, tetapi sekaligus menyampaikan pesan agar semua orang ikut menjaga aliran Sungai Bogowonto.
Ganjar menyebut, acara Festival Bogowonto 2017 dengan berbagai macam kegiatannya patut menjadi rekomendasi agenda wisata unggulan di Jawa Tengah. Terlebih festival itu bertujuan menjaga kawasan sungai yang kerap memunculkan budaya khusus.
"Sungai, air itu sumber kehidupan. Maka mari kita jaga bersama untuk kehidupan dan pesan kepada anak cucu kita," katanya.
Gubernur itu juga mengaku gembira dengan perkembangan pariwisata di provinsi yang dipimpinnya. Setahun terakhir bermunculan objek wisata baru, terutama yang dikelola masyarakat melalui badan usaha milik desa (Bumdes).
Berdasarkan catatan Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata, hingga Agustus 2017, terdapat 551 lokasi wisata. Jumlah itu naik dibandingkan 2016 yang hanya 477 lokasi. Wisata buatan seperti wisata kesenian mendominasi daya tarik wisata di Jawa Tengah. Posisi kedua ialah wisata alam.
"Desa-desa di Jateng sedang gila Bumdes, terutama pariwisatanya. Memang ini potensi menarik di era socmed (media sosial), anak-anak suka sekali hunting (berpetualang), explore dan selfie (swafoto). Peluang ini rupanya ditangkap dengan baik," katanya.
Ganjar pun aktif mendatangi bumdes-bumdes tersebut untuk memotivasi dan menawarkan bantuan. Dari yang sudah ia datangi, beberapa di antaranya masih menemui sejumlah kendala.
Pada pekan lalu, misal, Ganjar menyambangi Bukit Tangkeban di Pemalang. Objek wisata dengan panorama Gunung Slamet ini relatif baru. Sejumlah wahana yang dibangun untuk objek swafoto tampak belum sempurna.
"Tapi sebagai awalan bagus, hanya profesionalismenya perlu ditekankan. Saya pesan juga keamanan wahana diperhatikan," katanya.
Ganjar meminta pengelolaan bumdes semakin profesional. Promosi wisata pun harus dikemas menarik dengan memanfaatkan media sosial. Menurutnya, dengan memanfaatkan media sosial, jangkauan pemasaran lebih luas dan konkret. Namun pemasaran di media sosial membutuhkan keterbukaan dan kesabaran dalam menerima kritik.
"Setiap posting foto pasti banyak komentar, asal jangan takut dikritik, terus bekerja saja," kata Ganjar.
Gubernur berharap dengan promosi memikat, pariwisata Jawa Tengah semakin menarik minat wisatawan. Pemerintah Provinsi menargetkan kunjungan wisatawan sebanyak 38 juta orang pada 2017. Target itu lebih tinggi dibandingkan 2016 yang hanya sebanyak 37,8 juta wisatawan.